Jumat, 30 Oktober 2009

Setelah Gempa di Padang, Selanjutnya di Mana?*

Oleh Marolop Simatupang

Gempa bumi yang menguncang kota Padang dan beberapa wilayah Sumatera Barat, Rabu (30/9) pukul 17.16 WIB sangat mengejutkan. Gempa berskala 7,6 skala Richter itu meluluhlantakkan kota Padang dan sekitarnya. Gempa tektonis di Bumi Andalas yang getarannya terasa nyaris sampai jarak 500 kilometer hingga Singapura dan Malaysia itu menelan ratusan korban jiwa dan ribuan korban luka-luka.

Setelah Padang, gempa juga mengguncang Kota Jambi. Gempa yang tercatat dengan skala 7,0 SR itu menghancurkan ratusan bangunan. Gempa yang tergolong gempa kuat itu menelan banyak korban. Empat minggu sebelumnya Tasikmalaya, Jawa Barat, juga diguncang gempa besar yang getarannya sampai ke Jakarta.

Keingintahuan pun menyeruak. Apa yang akan terjadi selanjutnya? Setelah di Sumatera Barat dan Jambi, selanjutnya di mana? Akan adakah gempa susulan yang lebih besar?

Memang tak ada yang bisa menetapkan secara presisi kapan dan di mana akan terjadi gempa. Hingga saat ini para ahli hanya dapat memperhitungkan kemungkinan akan terjadinya gempa, baik vulkanik maupun tektonis di suatu kawasan.

Kepulauan Nusantara, yang terlatak di cincin api (ring fire) memang tergolong rawan gempa bumi, khususnya pesisir bagian barat Pulau Sumatera. Palung (tanah yang berlekuk dalam dan berisi air) Sumatera kawasan barat yang merupakan zona penunjaman Lempeng Eurasia ke Lempeng Indo-Australia mengakibatkan Pulau Sumatera rawan diguncang gempa tektonis besar.

Beberapa ahli gempa sebenarnya telah memprediksi akan terjadi gempa di kawasan barat Pulau Sumatera. Prakiraan tersebut dibuat terutama setelah terjadi gempa bumi berskala 9,3 skala Richter yang mengakibatkan tsunami dahsyat di Aceh pada penghujung tahun 2004.

Dari pengamatan sejak tahun 2004 pasca-tsunami Aceh, terjadi beberapa gempa bumi yang cukup besar, seperti di Nias tahun 2005 bersakla 8,2 SR; di Padang pada tahun yang sama tercata 7,4 SR; di Bengkulu tahun 2007 tercatat 7,9 SR, lalu Padang dan Jambi tahun 2007 berskala 7,7 SR; di Bengkulu pada bulan Oktober 2007 berskala 7,0 SR; di Nanggroe Aceh Darussalam bulan Februari 2008 berskala 7,3 SR; Bengkulu dan Kepulauan Mentawai pada bulan Februari 2008 berskala 7,2 SR dan yang terkini di kota Padang dan Jambi.

Yusuf Surachman, Direktur Pusat Teknologi Inventarisasi Sumber Daya Mineral Badan Pengkajian danPenerapan teknologi (BPPT) mengatakan, energi di Padang memang sudah matang. Dan diperkirakan masih ada energi yang tersimpan. Pelepasan energi yang tidak sekaligus membuat gempa bumi tidak terlalu hebat namun dampaknya cukup mengerikan dan energi yang tersimpan dengan sendirinya akan berkurang.

Kalangan ahli gempa memerkirakan gempa di Sumatera Barat dan Jambi belum usai. Lempeng samudera dan lempeng benua akan terus bergerak melepaskan energi hingga mencapai posisi letak yang pas. Pergerakan inilah yang potensial akan menimbulkan gempa tektonis di sepanjang pesisir barat Pulau Sumatera.

Sri Widiayantoro, seorang guru besar dan ahli gempa dari ITB, seperti dikutip di sebuah media nasional mengatakan apakah pelepasan energi itu akan sering-sering tapi tidak terlalau besar atau akan dikeluarkan sekaligus besar tidak ada yang tahu. Para ahli gempa bumi tidak dapat memerkirakan kapan lagi terjadi pelepasan energi dan penunjaman lempeng samudra ke lempeng benua yang mengakibatkan gempa bumi tektonis.

Zona subduksi di kawasan Pulau Sumatera bagian barat yang panjangnya kurang lebih 1.200 kilometer membentang dari Aceh, Sumatera Utara, terus ke Padang, Bengkulu, Lampung bagian barat sampai ke Selat Sunda belum pecah semuanya. Artinya (mungkin) masih akan ada lagi gempa susulan di kawasan bagian barat Sumatera. Namun kapan, tak seorang pun tahu.

Inilah yang membuat masyarakat yang tinggal di pesisir Sumatera bagian barat dihantui kekwatiran dan harus terus waspada. Gempa yang mengguncang kota Padang dan Jambi bisa memicu gempa susulan di pesisir barat Pulau Sumatera, bahkan potensi skalanya bisa lebih besar. Artinya tidak tertutup kemungkinan gempa susulan mengguncang wilayah Kepulauan Mentawai hingga Lampung.

Hingga saat ini belum ada satu pun alat yang secara presisi dapat meramalkan kejadian gempa di bumi ini. Namun langkah antisipatif dapat dilakukan. Penataan ruang di wilayah rawan gempa harus segera diambil untuk menekan jumlah korban.

Masyarakat juga harus tahu mereka berada di wilayah yang tidak aman gempa sehingga mengerti konstruksi bangunan seperti apa yang layak digunakan dan apa yang harus mereka lakukan saat gempa terjadi. Pemerintah dan instansi terkait harus mengajarkan kepada masyarakat tentang cara-cara penyelamatan diri, ke mana harus pergi ketika bencana terjadi.
====================================================================
Telah dimuat di Majalah FORUM Keadilan
No. 24/12-18 Oktober 2009

Mencari Dia yang Telah Lahir

Oleh Marolop Simatupang

Popularitas, kekayaan, kebahagiaan semu! Kira-kira itulah yang dicari orang saat ini. Mencari Tuhan tidak lagi menjadi proritas utama kebanyakan orang sekarang. Mestinya manusia harus mencari Juruselamat. Di Atena, rasul Paulus berkata kepada orang banyak, “... Dialah yang memberikan hidup dan nafas dan segala sesuatu kepada semua orang supaya mereka mencari Dia ... Ia tidak jauh dari masing-masing. (Kis. 17:25-27).

Raja Daud berdoa, “Ya Allah, Engkaulah Allahku, aku mencari Engkau, jiwaku haus kepadaMu ...” (Mzm. 63:1). Musa mendorong bangsa Israel agar “... mencari Tuhan, Allahmu,” serta meyakinkan mereka bahwa mereka akan “menemukan-Nya, asal engkau menanyakan Dia dengan segenap hatimu dan segenap jiwamu.” (Ulg. 4:29).

Dalam kitab Matius 2:1-13, kita melihat beberapa orang mencari Dia yang baru lahir. Ki-sah ini sangat terkenal. Dari negeri nun jauh di Timur mereka berlelah datang ke Yerusa-lem agar bisa melihat Mesias yang baru lahir di palungan kandang domba itu. Pesan apa yang bisa kita pelajari dari pencarian mereka?

Mereka mencari Juruselamat
Siapa mereka? Kitab Suci menyebut orang-orang majus, yang pada saat itu berarti orang yang cerdik pandai dan mampu “melihat” sesuatu yang akan terjadi. Sekarang disebut orang bijak. Mereka berasal dari Timur, tapi kita tidak tahu tepatnya di mana. Beberapa sejarawan dan sarjana Kristen mengatakan mereka berasal dari jazirah Arab, yang lain berpendapat dari Persia, Babilon, Mesopotamia atau dari daerah timur lainnya. Memang tidak bisa pastikan, tepatnya, dari negara mana. Namun satu hal yang pasti bahwa mereka adalah non-Yahudi sebab mereka tidak berkata, “Raja kami,” tapi “Raja orang Yahudi.”

Meski informasi latar belakang orang-orang majus ini minim namun satu pelajaran positif dari mereka ialah bahwa mereka adalah para pencari Juruselamat yang tekun. Hikmat sejati mereka bukan terletak pada pengetahuan umum atau sekuler mereka, tapi dalam usaha mencari Dia yang baru lahir itu. Itulah hikmat sejati. Apakah Anda berpendidikan tinggi atau tidak, entahkah Anda kolongmerat atau bukan, namun jika Anda bersungguh-sungguh mencari Dia yang adalah “Raja di atas segala raja dan Tuan di atas segala tuan,“ (Why. 19-16), maka Anda adalah orang berhikmat, orang bijak.

Misi mereka ke Yerusalem bukan untuk berdagang, bukan juga untuk berwisata ke Laut Mediterania atau pelesiran ke Laut Mati yang kesohor itu, tapi untuk melihat Imanuel yang telah lahir itu. Setibanya di Yerusalem mereka bertanya,”Dimanakah Dia, Raja orang Yahudi itu?” Mereka tentu harus mengorbankan waktu, tenaga dan materi yang ti-dak sedikit agar bisa berjumpa dengan-Nya. Sebuah usaha yang layak diapresiasi.

Adakah komitmen dalam diri kita untuk mengorbankan waktu, tenaga dan materi demi Yesus? Allah telah mengarunikan kepada kita segala berkat rohani di dalam Kristus. (Ef. 1:3). Allah mendorong agar setiap orang mencari Juruselamat, dan Ia akan “memberi upah kepada orang yang sungguh mencari Dia.” (Ibr 11: 6).

Ingat juga bahwa dalam mencari Dia, jangan mengandalkan hikmat sendiri sebagaimana orang majus itu mengikuti petunjuk bintang-Nya yang mereka lihat di Timur. Jika kita ingin bertemu dan mendapatkan keselamatan dari Juruselamat, maka kita harus mengi-kuti petunjuk-Nya. Nabi Yeremia mengatakan, “Aku tahu, ya TUHAN, bahwa manusia tidak berkuasa untuk menentukan jalannya, dan orang yang berjalan tidak berkuasa untuk menetapkan langkahnya.” (Yer. 10:23).

Kita wajib mengikuti petunjuk, bimbingan dan arahan-Nya agar mendapatkan Dia, seper-ti orang-orang majus bertemu dengan Dia yang baru lahir itu.

Mereka bertemu dengan Dia
Bertahun-tahun sebelum Kristus lahir, Daud berkata kepada Salomo, anaknya, ”Jika eng-kau mencari Dia, maka Ia berkenan ditemui olehmu ...” (1 Taw 28 : 9). Orang-orang ma-jus itu mencari Juruselamat dengan sikap dan di jalan yang benar, dan dengan pertolong-an Allah, mereka bertemu dan “melihat Anak itu bersama Maria, ibu-Nya.” Kita bisa bayangkan betapa sukacitanya mereka saat melihat Dia yang mereka cari.

Pada zaman dahulu, orang Yunani, ketika menemukan apa yang mereka cari, mereka me-nunjukkan ekpresi sukacita dengan berkata “Eureka,” artinya “Saya menemukanya.” Kita tidak tahu apa yang mereka ucapkan pada saat melihat Dia, apakah mereka berteriak sukacita, atau meneteskan air mata bahagia. Tentunya mereka sangat bersukacita.

Jika mencari Tuhan dan keselamatan di jalan dan dengan sikap yang benar niscaya Allah pasti akan menolong kita. Dengan usaha yang sungguh-sungguh dan tekun di jalan-Nya, orang-orang yang mencari Dia akan menemukan-Nya dan dengan ekspresi sukacita bisa, seperti Filipus, mengatakan, ”Kami telah menemukan Dia yang disebut oleh Musa dan kitab Taurat dan oleh para nabi, yaitu Yesus, anak Yusuf dari Nazaret.” (Yoh. 1-45).

Seperti orang-orang majus itu, kita juga bisa berbahagia dengan sukacita yang mulia dan yang tidak terkatakan. (1 Pet. 1: 8).

Mereka sujud menyembah Dia
Setelah orang-orang majus itu melihat Dia bersama ibu-Nya, sujudlah mereka untuk me-nyembah Dia. Sikap yang layak untuk dicontoh! Mereka mencari Putra tunggal Bapa itu bukan untuk sensasi dan kesombongan, “Hey! Lihat, kami hebat! Kami telah melihat-Nya.” –tapi untuk menyembah-Nya. Mereka telah mengatakan komitmen ini sebelumnya. Mereka bertanya, “Di manakah Dia, raja orang Yahudi yang baru dilahirkan itu? Kami telah melihat bintang-Nya di Timur dan kami datang untuk menyembah Dia.” (Mat. 2:2).

Mereka tidak hanya sujud menyembah, tapi juga membuka tempat harta bendanya dan mempersembahkan kepada-Nya: emas, kemenyan, dan mur. Beberapa orang melihat gambaran dan lambang persembahan tersebut seperti ini: emas, persembahan yang diberi-kan kepada raja, benar bahwa Ia adalah Raja di atas segala raja, (Wah 19:16); kemenyan, salah satu dari wangi-wangian dalam persembahan ukupan yang kudus, persembahan yang diberikan kepada imam (Kel. 30:34-38); dan mur, minyak yang dibubuhi di tubuh Yesus, Juruselamat yang telah mati bagi dosa manusia itu sebelum dikuburkan. (Yoh 19 : 36). Bahwa Yesus adalah Raja, Imam dan Juruselamat!

Signifikansi yang sesungguhnya terletak bukan pada apa yang mereka persembahkan tapi pada sikap dan ekspresi hormat yang mereka tunjukkan kepada Raja mereka. Bahwa iba-dah yang sejati dan persembahan tidak dapat dipisahkan. Pada zaman Perjanjian Lama, umat-Nya mempersembahkan korban bakaran, saat ini orang Kristen harus memberikan persembahan yang lebih baik.

Jika Anda tak punya emas, kemenyan atau minyak mur, itu tak masalah. Persembahkan-lah yang terbaik yang Anda punya. Pertama, persembahkan dan berikan diri –komitmen total– Anda kepada-Nya, “Mereka memberikan lebih banyak dari pada yang kami harap-kan. Mereka memberikan diri mereka, pertama-tama kepada Allah ...” (2 Kor 8 : 5).

Tunjukanlah dedikasi sejati Anda kepada-Nya. “Karena itu, saudara-saudara, demi kemu-rahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.” (Rom. 12:1).

Orang-orang majus mencari Dia, Juruselamat manusia. Mereka mendapatkan-Nya serta mempersembahkan persembahan kepada-Nya. Semoga kita menjadi orang bijak, yang akan mencari dan mendapatkan Dia serta mempersembahkan persembahan terbaik kita kepada Mesias, Sang Penebus yang telah lahir itu.

Serafim dan Kerubium, Apakah Mereka Malaikat?


Apakah Dalam Alkitab Disebutkan Malaikat
Benar-benar Punya Sayap?

Oleh : Clem Thurman
Alih Bahasa : Marolop Simatupang
(dengan penyesuaian tata bahasa seperlunya)

“Serafim (berapi-api, yang terbakar): malaikat atau makhluk surgawi yang kerap diasosiasikan pada penglihatan nabi Yesaya, yang ‘melihat’ Bait Allah saat ia dipanggil untuk melayani dan bernubuat (Yes. 6:1-7). Hanya kitab inilah dalam Alkitab yang berbicara tentang makhluk misterius ini.” (Nelson’s Illustrated Bible Dictionary)

“Dalam tahun matinya raja Uzia aku melihat Tuhan duduk di atas takhta yang tinggi dan menjulang, dan ujung jubah-Nya memenuhi Bait Suci. Para Serafim berdiri di sebelah atas-Nya, masing-masing mempunyai enam sayap; dua sayap dipakai untuk menutupi muka mereka, dua sayap dipakai untuk menutupi kaki mereka dan dua sayap dipakai untuk melayang-layang. Dan mereka berseru seorang kepada seorang, katanya: "Kudus, kudus, kuduslah TUHAN semesta alam, seluruh bumi penuh kemuliaan-Nya!” (Yes. 6:1-3).

Yesaya mengatakan bahwa tiap serafim itu punya 6 sayap. Dan sangat jelas dalam ayat di atas (satu-satunya ayat yang menyebut nama serafim dalam Kitab Suci) dikatakan bahwa makhluk-makhluk itu malaikat. Mereka berada di hadapan takhta Allah, di hadapan-Nya.

“Kerubium (bentuk jamak dari kerub): malaikat bersayap, yang identik dan dihubungkan dengan puji-pujian dan penyembahan kepada Allah. Kitab Kej. 3:24 yang pertama kali menyebut kerubium. Ketika Allah menghalau Adam dan Hawa dari Taman Eden, Ia menempatkan beberapa Kerub di sebelah timur Taman Eden, ‘dengan pedang yang bernyala-nyala dan menyambar-nyambar, untuk menjaga jalan ke pohon kehidupan.’ Sesuai dengan para nabi, Kerubium termasuk dalam kategori malaikat-malaikat yang tidak jatuh; perlu diketahui, Lucifer dulunya merupakan salah satu dari malaikat Kerub; (Yeh. 28:14, 16), sebelum ia memberontak terhadap Allah.” (Nelson’s Illustrated Bible Dictionary)

“Ia menghalau manusia itu dan di sebelah timur taman Eden ditempatkan-Nyalah beberapa kerub dengan pedang yang bernyala-nyala dan menyambar-nyambar, untuk menjaga jalan ke pohon kehidupan.” (Kej. 3:24).

“Kuberikan tempatmu dekat kerub yang berjaga, di gunung kudus Allah engkau berada dan berjalan-jalan di tengah batu-batu yang bercahaya-cahaya. Engkau tak bercela di dalam tingkah lakumu sejak hari penciptaanmu sampai terdapat kecurangan padamu. Dengan dagangmu yang besar engkau penuh dengan kekerasan dan engkau berbuat dosa. Maka Kubuangkan engkau dari gunung Allah dan kerub yang berjaga membinasakan engkau dari tengah batu-batu yang bercahaya..” (Yehez. 28:14-16).

“Wah, engkau sudah jatuh dari langit, hai Bintang Timur, putera Fajar, engkau sudah dipecahkan dan jatuh ke bumi, hai yang mengalahkan bangsa-bangsa! Engkau yang tadinya berkata dalam hatimu: Aku hendak naik ke langit, aku hendak mendirikan takhtaku mengatasi bintang-bintang Allah, dan aku hendak duduk di atas bukit pertemuan, jauh di sebelah utara. Aku hendak naik mengatasi ketinggian awan-awan, hendak menyamai Yang Mahatinggi! Sebaliknya, ke dalam dunia orang mati engkau diturunkan, ke tempat yang paling dalam di liang kubur.” (Yes. 14:12-15)

Dari catatan di atas jelas bahwa “seraf” dan “kerub” adalah malaikat. Mereka punya sayap. Contoh, reprensestasi Kerubium dibuat di Kemah Suci di padang belantara. Dua Kerub yang terbuat dari emas ditempatkan di kedua ujung Tutup Pendamaian, di atas tabut perjanjian, di dalam tempat yang maha suci. (Kel. 25:17-22; 1 Taw. 28:18; Ibr. 9:5).

Ketika Salamo membangun Bait Suci, dibuatnya dua kerub dari kayu minyak dan dilapisi dengan emas, masing-masing 10 hasta tingginya, dengan kedua sayap panjangnya 10 hasta (1 Raja-raja 6:23-28).

Jadi, serafim dan kerubium merupakan malaikat Allah, bersayap. Pertanyaannya, apakah semua malaikat punya sayap? Wah, kalau itu saya tidak tahu. Namun kedua jenis malaikat yang disebutkan di atas punya sayap. Seperti jenis-jenis malaikat lainnya (jika benar para malaikat itu punya spesifikasi masing-masing), Kitab Suci berkata, “Bukankah mereka semua adalah roh-roh yang melayani, yang diutus untuk melayani mereka yang harus memperoleh keselamatan?” (Ibr. 1:14). Poinnya, malalikat-malaikat Allah adalah pelayan-pelayan-Nya bagi orang Kristen, dan sanggup melakukan apa yang Allah kehendaki untuk mereka lakukan.

Beberapa malaikat punya sayap. Mungkin semuanya bersayap, kita tidak tahu, pastinya. Tergantung “pekerjaan” apa Allah berikan kepada mereka.

Contoh, meski banyak lukisan yang di dalamnya ada lukisan malaikat dengan wajah feminin plus beberapa ciri lainnya, seperti sayap, namun mayoritas malaikat yang disebutkan dalam Alkitab selalu berbentuk dalam rupa maskulin, serta tak ada indikasi punya sayap.

Ketika beberapa perempuan di Minggu pagi subuh datang menengok kubur Yesus, mereka dapati seorang malaikat telah menggulingkan batu penutup kubur itu, serta berkata kepada mereka, “Ia tidak ada di sini, sebab Ia telah bangkit.” (Mat. 28:1-5) Namun kitab Markus 16:1-6, malaikat ini disebut “seorang muda yang memakai jubah putih.” Mungkin rupanya saat itu kelihatan muda. Dengan kata lain, disimpulkan, malaikat-malaikat dapat mengambil rupa dalam berbagai bentuk –rupa– menurut apa yang Allah kehendaki.*)
-------------------------------------------------------------------------------------------------
(Copyright Gospel Minutes Vol. 53, No. 21, May 21, 2004.)

Perlukah Bayi Dibaptiskan?


Judul Asli: Should Babies Be Baptized?))
(diterjemahkan dengan penyesuaian tata bahasa seperlunya)

Apakah baptisan itu? Siapa yang harus dibaptiskan? Lalu, apa tujuan baptisan? Kira-kira itulah pertanyaan yang kerap diajukan oleh orang Kristen, dan sering pula menjadi bahan perdebatan dan tanya jawab hingga saat ini. Ada pula kelompok orang yang membaptiskan anak-anak, bahkan bayi–balita. Apakah ada jawaban yang bisa dipahami dengan mudah dan semua sependapat dengan jawaban itu? Allah telah menyediakan jawabannya –dalam Alkitab.

Baptisan –Definisi
Beragam cara dipakai kalangan orang Kristen membaptiskan orang sekarang. Ada dengan cara air dipercikkan ke kepala objek baptisan, yang lain dengan menuangkan air, ada juga dengan cara membenamkan (–membenamkan berarti menempatkan seseorang –seluruh tubuhnya– di dalam air untuk waktu yang singkat). Berbeda-beda. Lalu mana yang benar?

Kitab Suci mengatakan baptisan adalah suatu penguburan. “Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru.” (Rm. 6:4).


Jika Anda menguburkan jasad, tentu Anda tidak akan memercikkan tanah ke atas kepala tubuh yang telah mati itu, tidak juga hanya menyiram bagian kepala dengan tanah, tapi menutupi seluruhnya dengan tanah. Dikubur. Seperti itulah gambaran baptisan.

Baptisan, sesuai dengan Kitab Suci, adalah penguburan (pembenaman ke dalam air). Artinya, memercikkan air di atas kepala seseorang bukanlah baptisan yang benar. Seluruh tubuhnya harus dikuburkan –masuk– ke dalam air. “Akan tetapi Yohanespun membaptis juga di Ainon, dekat Salim, sebab di situ banyak air, dan orang-orang datang ke situ untuk dibaptis.” (Yoh. 3:23).
Yohanes Pembaptis memilih suatu tempat yag banyak airnya untk membaptiskan orang. Memercik atau menuang air hanya butuh sedikit air. Penguburan butuh banyak air. Yohanes Pembaptis tidak memercikkan air, tapi menguburkan ke dalam air.

“Lalu orang Etiopia itu menyuruh menghentikan kereta itu, dan keduanya turun ke dalam air, baik Filipus maupun sida-sida itu, dan Filipus membaptis dia. Dan setelah mereka keluar dari air, Roh Tuhan tiba-tiba melarikan Filipus dan sida-sida itu tidak melihatnya lagi. Ia meneruskan perjalanannya dengan sukacita.” (Kis. 8:38, 39).

Ketika Filipus membaptiskan sida-sida itu, keduanya turun ke dalam air. Setelah dibaptis, mereka keluar (dari air). Untuk memercikkan atau menuang air tidak perlu turun ke dalam air. Tapi membaptiskan seseorang ke dalam air –menguburkan– harus turun. Artinya, Filipus membaptiskan sida-sida dari Etiopia itu dengan cara menguburkannya ke dalam air, bukan dipercik.

Objek Baptisan
Alkitab mengajarkan bahwa ada beberapa hal penting yang mesti dilakukan objek baptisan. Pertama, harus percaya kepada Yesus Kristus. Firman-Nya, “Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum.” (Mark. 16:6). Percaya maksudnya beriman dalam kebenaran firman Yesus. Caranya? Mendengarkan firman Allah. Rasul Paulus berkata, “Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus.” (Rm. 10:17)

Maka sebelum dibaptiskan, objek baptisan harus beriman dulu, di dalam Yesus. Membaptiskan seseorang sebelum percaya kepada Yesus dan firman-Nya adalah melakukan sesuatu yang tidak berkenan kepada Allah –yang tidak diperintahkan dalam firman-Nya. Baptisan seperti itu tidak tepat.

Sekarang mari kita ajukan pertanyaan. “Dapatkah seorang bayi percaya dalam Yesus dan bahwa Ia adalah Anak Allah yang hidup?” Anda tahu jawabannya. Berarti bayi tidak perlu dibaptiskan. Tidak tepat apabila seorang bayi menjadi objek baptisan.

Sebelum dibaptis, objek baptisan itu juga harus mengaku imannya dalam Kristus lebih dulu. “Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan. Karena dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan.” (Rm. 10:9, 10). Mustahil bayi bisa melakukannya.

Contoh terbaik tentang pengakuan iman terdapat dalam kitab Kisah Rasul 8. Filipus mengajar seorang Etiopia. Dia percaya. Kemudian –dalam perjalanan mereka– mereka tiba di suatu tempat yang banyak airnya. Orang Etiopia itu minta dibaptiskan. Namun sebelum dibaptiskan, ia mengaku imannya bahwa ia percaya Yesus Kristus adalah Anak Allah yang hidup. Kemudian ia dibaptiskan. Jelas sekali, baptisan mengikuti pengakuan.

Kita bertanya lagi. Dapatkah bayi mengaku imannya dalam Yesus? Maka dari itu bayi tidak siap untuk dan tidak perlu dibaptiskan. Bayi bukanlah objek yang tepat untuk baptisan yang tepat. Bayi belum tahu apa-apa tentang pengakuan iman. Sebab mengakui Yesus sebagai Putra-Nya harus dilakukan sebelum baptisan.

Objek baptisan juga harus bertobat dulu. Rasul Petrus dengan tegas menjawab, “Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus.” (Kis. 2:38).

Bertobat artinya merobah cara hidup dari ketidakbenaran, dari perbuatan jahat ke perbuatan yang baik, selalu melakukan apa yang benar, meninggalkan kejahatan. Merobah pola pikir, dari yang jahat ke yang baik. Selalu melakukan apa yang baik. Selalu melakukan apa yang dikehendaki Tuhan, tidak lagi menurut kehendak sendiri. Apakah bayi bisa dan tahu arti bertobat? Dapatkah dia merobah cara hidupnya? Maka bayi tidak perlu dibaptiskan, sebab praktek baptisan dilakukan sesudah pertobatan.

Lalu apa yang telah kita pelajari dalam traktat ini sejauh ini? Bahwa objek baptisan itu harus mendengarkan firman Allah dulu, beriman, percaya bahwa Yesus adalah Anak Allah yang hidup, mengaku imannya di hadapan manusia, bertobat baru dibaptiskan.

Dibaptiskan dulu baru percaya dan bertobat tidaklah tepat. Itu sebabnya bayi bukanlah objek yang tepat untuk dibaptis. Bayi tidak tahu apa arti dan tujuan mengaku iman dan ia tidak perlu bertobat. Alasannya, pertama, bayi tidak memiliki dosa. Kedua, bayi tidak kenal dosa.

Praktekkanlah apa yang diajarkan Kitab Suci. Kita bisa sependapat, tak perlu adu urat leher jika kita meletakkan ajaran firman Allah di atas ajaran manusia. Kitab Suci mencatat, “Tetapi sekarang mereka percaya kepada Filipus yang memberitakan Injil tentang Kerajaan Allah dan tentang nama Yesus Kristus, dan mereka memberi diri mereka dibaptis, baik laki-laki maupun perempuan.” (Kis. 8:12).

Harus Memberi Diri Dibaptis –Tujuan
Alkitab menyebutkan dasar dan tujuan baptisan. Pertama, jika ingin selamat, harus dibaptis. “Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum.” (Mark. 16:6). Rasul Petrus juga mengatakan, “Kamu diselamatkan oleh kiasannya, yaitu baptisan ...” (1 Pet. 3:21).

Kedua, jika ingin dosa-dosanya diampuni, maka harus dibaptiskan. Petrus berkata kepada orang banyak pada hari Pentakosta, “... bertobatlah, dan memberi diri dibaptiskan di dalam nama Yesus Kristus untuk keampunan dosa-dosa.” Kis. 2:38). Tidak ada cara lain di mana seseorang selamat saat ini, atau dosa-dosanya diampuni tanpa dibaptiskan (dikuburkan di dalam air) sesuai dengan Kitab Suci.

Tujuan lainnya, agar seseorang itu dimasukkan “ke dalam Kristus.” Menjadi orang Kristen. Anda belum menjadi orang Kristen jika belum masuk “ke dalam Kristus.” Bagaimana caranya? Rasul Paulus, dalam suratnya kepada jemaat Galatia, menjawab, “Karena kamu semua, yang dibaptis dalam Kristus, telah mengenakan Kristus.” (Gal. 3:27).

Anda masuk “ke dalam Kristus” melalui baptisan dan Anda pun menjadi orang Kristen. Itu juga menempatkan Anda ke dalam tubuh Kristus, yaitu Gereja-Nya. “Dan segala sesuatu telah diletakkan-Nya di bawah kaki Kristus dan Dia telah diberikan-Nya kepada jemaat sebagai Kepala dari segala yang ada. Jemaat yang adalah tubuh-Nya, yaitu kepenuhan Dia, yang memenuhi semua dan segala sesuatu.” (Ef. 1:22,23).

Gereja adalah orang yang telah diselamatkan dan ditambahkan ke dalam jemaat-Nya. Kristus adalah penyelamat dan penebus Gereja. Jika Anda ingin Kristus menjadi Juruselamat Anda, maka Anda harus berada di dalam Gereja-Nya. Jalan satu-satunya untuk menjadi orang Kristen dan masuk ke dalam Gereja-Nya adalah melalui baptisan yang benar.

Intisari
Apa kata Alkitab tentang dan cara baptisan? Baptisan adalah diselamkan, menempatkan objek baptisan sepenuhnya ke dalam air untuk sesaat. Mengapa harus dibaptiskan? Agar dosa-dosanya diampuni, dan selamat. Baptisan ini membuatnya menjadi bagian dari tubuh Kristus, yaitu Gereja.

Siapa yang harus dibaptis? Orang yang telah mendengar firman Allah, percaya, bertobat, mengaku imannya di hadapan manusia. Sangat sederhana, bukan? Jadi, bayi tidak perlu dan belum bisa dibaptiskan.

Apakah Anda telah memberi diri dibaptis menurut cara dan kententuan Kitab Suci? Jika ya, apakah Anda melakukannya setelah mempelajari firman-Nya, percaya, mengakui Yesus adalah Anak Allah yang hidup, lalu bertobat? Atau mungkin Anda belum dibaptis menurut cara Alkitab? (*)
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
© Truth for the World PO Box 751135
Memphis, TN 38175-1135 USA

Alkitab, Kitab yang Berisi Fakta-fakta


Oleh : Lloyd Frederick*

Dewasa ini, dalam dunia keagamaan, semakin banyak teori bermunculan. Saya tidak tertarik pada teori, saya hanya tertarik pada fakat-fakta Kekristenan Perjanjian Baru. Hanya ada dua bidang ilmu saat ini: Fakta dan Teori. Dalam sebuah fakta terdapat apa yang benar-benar ada, sementara dalam teori hanya berupa ide-ide yang belum terbukti kebenarannya, hanya ada dalam pikiran manusia, yang sewaktu-waktu bisa saja terbukti tidak tepat.

Sebuah fakta tidak dapat dirubah. Sia-sialah usaha manusia apabila mencoba merubah fakta-fakta. Sebaliknya, teori-teori dapat dirubah, sebab teori terdapat dalam pikiran manusia yang bisa berubah-ubah. Teori seseorang mungkin saja kelak terbukti menjadi sebuah fakta. Namun sebaliknya, ada juga kemungkinannya teori tersebut terbukti salah. Dalam keagamaan tidak ada tempat bagi teori, hanya bagi fakta-fakta yang tidak terbantahkan.

Alkitab adalah sebuah kitab yang berisi fakta-fakta sederhana, yang dinyatakan dalam satu atau dua suku kata. Pengajaran yang disampaikan oleh para rasul, yang mereka dapatkan dari bimbingan dan pimpinan wahyu dari surga, adalah pengajaran yang sangat sederhana. Orang banyak dapat mengerti dengan baik. Alkitab adalah kitab yang sederhana. Kata-kata dalam Alkitab merupakan kata-kata yang dapat dimengerti oleh semua orang. Itu adalah kitab Anda dari Allah. Bacalah itu untuk meningkatkan pengetahuan Anda tentang Allah, dan juga tentang hubungan dan tanggungjawab Anda kepada-Nya.

Alkitab diawali dengan pernyataan akan sebuah fakta mengenai penciptaan. Sejak saat itu manusiapun mulai berteori. Setiap teori mengenai penciptaan yang berkembang tidak mengurangi kebenaran akan pernyataan sederhana dalam kitab Kejadian itu.

Dalam beberapa dekade terakhir ini, banyak ilmuwan telah membuang sama sekali semua teori evolusi sebagai sebuah fabrikasi yang tidak dapat dibuktikan tentang setiap fakta baru mengenai asal-usul kehidupan, hanya fantasi. Tahun berlalu, dan penemuan teori evolusi semakin lemah dan semakin lemah, dan fakta-fakta yang dicatat dalam Kejadian Pasal 1 makin kuat dan semakin kuat.

Berbagai teori bermunculan, tumbuh subur, lalu gugur; namun fakta bertahan selamanya. Fakta-fakta dalam firman Allah merupakan senjata ampuh yang dapat dipakai untuk menentang orang-orang yang keyakinannya hanya berdasarkan gelombang waktu dan “kecaman yang lebih tinggi,” telah tumbang sia-sia. Sains yang benar, dari pada menyangkal fakta-fakta yang terdapat dalam firman Allah, tanpa pengecualian, telah menjadi saksi yang dapat dipercaya.

Dalam kitab Kejadian kita membaca kisah tentang air bah yang menutupi seluruh permukaan bumi serta menjadikan lautan yang tak bertepi. Fakta-fakta sederhana yang mengisahkan air bah tersebut telah diserang sejak saat itu, namun tak satu teori pun yang menyerang fakta-fakta itu bisa mengurangi kisah dan fakta-fakta air bah. Para ilmuwan yang menemukan kerang di atas gunung, yang hanya bisa hidup di dalam lautan, mungkin bisa dijadikan teori mengapa kerang-kerang itu ada di sana dan ilmuwan tersebut harus merubah teorinya sebelum ajal menjemputnya.

Alkitab mengatakan bahwa Yesus lahir dari seorang perawan dan fakta itu tetap ada meskipun diserang dengan kecaman tingkat tinggi. Teori-teori buatan manusia, yang telah menyangkal kelahiran-Nya dari seorang perawan dan dipakai juga untuk menyerang Yesus bahwa Dia hanyalah seorang yang baik. Jika fakta kelahiran dari seorang perawan adalah suatu kebohongan maka dunia telah menerima berkat-berkat yang agung melalui suatu kebohongan dan Yesus telah menjadi pembual terbesar.

Doktrin-doktrin dalam Perjanjian Baru juga dituliskan dalam statemen sederhana yang menjdi fakta-fakta. Yesus berfirman, ”Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum.” (Mark. 16:16). Yesus mengatakan fakta sederhana bahwa “Siapa yang percaya dan dibaptiskan akan diselamatkan.” Namun dunia keagamaan menyuguhkan teori yang mengatakan baptisan Perjanjian Baru tak ada sangkut pautnya dengan keselamatan manusia. Nah, di sini kita temukan lagi fakta versus teori. Sama seperti penganut paham modernis coba menyangkal keberadaan Allah dalam teori-teori buatan mengenai penciptaan, demikian juga dengan orang yang berusaha menyangkal otoritas Yesus dengan mengatakan apa yang kontradik dengan yang diajarkan Yesus.

“Topi dan sepatu” berarti topi plus sepatu. “Kapur tulis dan penghapus” berarti kapur tulis plus penghapus.” “Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan,” berarti siapa yang percaya plus dibaptiskan akan diselamatkan. Bila manusia membuat teori seperti ini “Siapa yang percaya dan tidak dibaptiskan akan diselamatkan” itu berarti dia telah menghilangkan tanda plus (+) dari firman Allah dan menggantinya dengan tanda minus (-); ia telah merubah kebenaran firman Allah dengan kebohongan. Ia tidak punya hak sama sekali untuk mengecam penganut paham modernis atau evolusi sebab dalam kenyataannya ia juga mengajarkan pengajaran yang bertentangan dengan fakta-fakta Perjanjian Baru.

Para penulis Perjanjian Baru dengan mudah menyebutkan nama, waktu dan tempat dengan kesederhanaan, tidak ada muslihat atau kecurangan, membiarkan fakta-fakta tersebut terbuka diserang oleh para pengkritik. Akan tetapi para pengkritik itu tidak bisa menjatuhkan satu fakta pun, dan semua akhirnya menerima satu fakta nyata yang terdapat dalam Kitab suci yang berbunyi: “Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi.” Juga dinyatakan dalam Kitab Suci bahwa Tuhan akan menghakimi apa yang tersembunyi dalam pikiran manusia, oleh Yesus Kritus, sesuai dengan Kitab Suci.

Kita akan berdiri menghadap kursi pengadilan Kristus, dan setiap orang akan menerima apa yang telah dilakukan pada saat ia hidup sesuai dengan segala perbuatannya. Saya sangat yakin bahwa itu semua suatu saat nanti pasti akan terjadi sebab nabi-nabi Allah tidak pernah berdusta dalam setiap nubuatan yang mereka nyatakan .

Bila saya membaca Kitab Suci yang mengatakn bahwa langit dan bumi akan berlalu tapi firman Allah akan kekal selamanya, dan bila saya baca bahwa bangsa-bangsa akan berdiri di hadapan seorang Hakim Agung, dan firman Allah akan menjadi landasan hukum untuk mengadili, saya tidak punya pilihan lain selain dari percaya dan menerimanya.

Para pembaca, Anda dihimbau untuk kembali ke Alkitab. Setiap nama dan kredo buatan manusia harus dibuang jauh-jauh. Segala sesuatu yang dipraktekkan dalam keagamaan yang tidak dinyatakan dalam firman Allah berarti itu teori buatan manusia, dan supaya kita tidak hanya “nyaris” namun benar-benar berkenan kepada-Nya, maka yang harus kita amalkan dalam kehidupan-ibadah kita haruslah selaras dengan apa yang tercatat dalam firman Allah.

Judul Asli: The Bible, A Book of Facts*
Dialihbahasakan oleh Marolop Simatupang
(dengan penyesuain tata bahasa seperlunya)