Hidup sukacita adalah dambaan semua orang. Setiap orang mempunyai keyakinan tersendiri tentang apa yang bisa membuatnya bahagia dan bersukacita. Namun terkadang apa yang diyakini bisa membuatnya bahagia dan bersukacita itu justru malah menjeratnya ke dalam kemurungan dan kehampaan arti-hidup.
Pandangan umum tentang hal-hal yang bisa membuat manusia mendapatkan sukacita adalah uang, karir yang bagus, relasi yang banyak, keinginan selalu terpenuhi, dan lain-lain. Tapi kadang, walaupun kelihatannya semua hal yang disebutkan di atas terpenuhi, namun hidup masih tetap murung. Tak ada sukacita.
Di manakah sukacita sejati itu sesungguhnya terletak? Mungkinkah kita memiliki dan mendapatkan sukacita dan kebahagiaan yang sejati? Jawabannya: Ya!
Bila kita menempatkan rasa aman dan harapan kita pada Tuhan, maka kita akan mendapatkan sukacita itu. Di sinilah letak sukacita yang sesungguhnya.
Ketika seseorang menaruh harapan pada harta, pangkat atau status sosialnya, maka ia sedang berada di tepi jurang kemurungan. Bukan bermaksud mengatakan jika harta, pangkat atau status sosial tinggi itu tidak penting sama sekali. Akan tetapi, menaruh harapan pada sesuatu yang pasti akan binasa, hilang atau berubah sama de-ngan menaruh diri di ambang kemalangan. Mari kita camkan apa yang pernah di-firmankan Yesus, “Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu.” (Lukas 12:15).
Bilamana harapan kita gantungkan dan tetapkan pada Tuhan, kita akan bersukacita. Sebab, Tuhan itu kekal dan tidak berubah (Maleakhi 3:6; Ibr. 13:8). Sukacita akan tetap bersama kita. Hubungan yang harmonis dengan Tuhan adalah sumber utama sukacita yang sesungguhnya.
Sukacita sejati yang menjadi tujuan dan sasaran hidup kita harus berdasarkan kebenaran Firman Tuhan. Alkitab mengatakan apa yang harus kita prioritaskan atau cari dahulu dalam hidup ini. Yesus berfirman, “Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.” (Mat. 6:33).
Seseorang yang sasaran utama hidupnya adalah harta duniawi, kehormatan dari manusia ataupun hal-hal yang bersifat duniawi, maka ia tidak akan pernah mendapatkan sukacita yang sebenarnya. Jika tidak waspada bisa-bisa ia menjadi hamba pada hartanya.
Namun, kalau sasaran hidup kita adalah melayani Tuhan, maka sukacita akan tetap bersama kita. Berkat Tuhan akan berlimpah dalam hidup kita. Hati kita akan selalu bersukacita karena kita menjadi hamba pada Tuhan, pada kebenaran, bukan pada dunia.
Pola pikir yang benar membuat sukacita mengalir dalam hidup kita. Perasaan manusia bukanlah akibat dari kebetulan yang ada tetapi ditentukan oleh cara atau pola pikirnya.
Perspektif kita akan mempengaruhi perasaan kita. Kecenderungan berpikir negatif akan membuat perasaan dan hidup semakin buram. Tidak ada semangat. Akan tetapi, bila kita selalu memiliki pola pikir yang benar maka hidup kita akan selalu bergairah, berseri-seri. Kemampuan berpikir positif akan menolong dalam menjalin hu-bungan dengan orang lain.
Firman Tuhan melalui rasul Paulus berkata, “Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikir-kanlah semuanya itu.” (Pilp. 4:8).
Hidup sukacita adalah dambaan semua orang. Sumber sukacita yang sejati tidak jauh dari kita. Tuhan adalah sumber sukacita yang sebenarnya. Tuhan akan menolong setiap orang yang ingin mendapatkan sukacita dari-Nya. (*)
Pandangan umum tentang hal-hal yang bisa membuat manusia mendapatkan sukacita adalah uang, karir yang bagus, relasi yang banyak, keinginan selalu terpenuhi, dan lain-lain. Tapi kadang, walaupun kelihatannya semua hal yang disebutkan di atas terpenuhi, namun hidup masih tetap murung. Tak ada sukacita.
Di manakah sukacita sejati itu sesungguhnya terletak? Mungkinkah kita memiliki dan mendapatkan sukacita dan kebahagiaan yang sejati? Jawabannya: Ya!
Bila kita menempatkan rasa aman dan harapan kita pada Tuhan, maka kita akan mendapatkan sukacita itu. Di sinilah letak sukacita yang sesungguhnya.
Ketika seseorang menaruh harapan pada harta, pangkat atau status sosialnya, maka ia sedang berada di tepi jurang kemurungan. Bukan bermaksud mengatakan jika harta, pangkat atau status sosial tinggi itu tidak penting sama sekali. Akan tetapi, menaruh harapan pada sesuatu yang pasti akan binasa, hilang atau berubah sama de-ngan menaruh diri di ambang kemalangan. Mari kita camkan apa yang pernah di-firmankan Yesus, “Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu.” (Lukas 12:15).
Bilamana harapan kita gantungkan dan tetapkan pada Tuhan, kita akan bersukacita. Sebab, Tuhan itu kekal dan tidak berubah (Maleakhi 3:6; Ibr. 13:8). Sukacita akan tetap bersama kita. Hubungan yang harmonis dengan Tuhan adalah sumber utama sukacita yang sesungguhnya.
Sukacita sejati yang menjadi tujuan dan sasaran hidup kita harus berdasarkan kebenaran Firman Tuhan. Alkitab mengatakan apa yang harus kita prioritaskan atau cari dahulu dalam hidup ini. Yesus berfirman, “Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.” (Mat. 6:33).
Seseorang yang sasaran utama hidupnya adalah harta duniawi, kehormatan dari manusia ataupun hal-hal yang bersifat duniawi, maka ia tidak akan pernah mendapatkan sukacita yang sebenarnya. Jika tidak waspada bisa-bisa ia menjadi hamba pada hartanya.
Namun, kalau sasaran hidup kita adalah melayani Tuhan, maka sukacita akan tetap bersama kita. Berkat Tuhan akan berlimpah dalam hidup kita. Hati kita akan selalu bersukacita karena kita menjadi hamba pada Tuhan, pada kebenaran, bukan pada dunia.
Pola pikir yang benar membuat sukacita mengalir dalam hidup kita. Perasaan manusia bukanlah akibat dari kebetulan yang ada tetapi ditentukan oleh cara atau pola pikirnya.
Perspektif kita akan mempengaruhi perasaan kita. Kecenderungan berpikir negatif akan membuat perasaan dan hidup semakin buram. Tidak ada semangat. Akan tetapi, bila kita selalu memiliki pola pikir yang benar maka hidup kita akan selalu bergairah, berseri-seri. Kemampuan berpikir positif akan menolong dalam menjalin hu-bungan dengan orang lain.
Firman Tuhan melalui rasul Paulus berkata, “Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikir-kanlah semuanya itu.” (Pilp. 4:8).
Hidup sukacita adalah dambaan semua orang. Sumber sukacita yang sejati tidak jauh dari kita. Tuhan adalah sumber sukacita yang sebenarnya. Tuhan akan menolong setiap orang yang ingin mendapatkan sukacita dari-Nya. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan Beri Komentar atau Kritik Membangun