Oleh Marolop Simatupang
Merespon dan menanggapi kritik bukanlah perkara gampang. Setiap orang pernah mendapat kritik, entah itu yang destruktif atau konstruktif. Namun yang paling sering kita terima adalah kritik yang bisa membuat merah telinga. Kritik pedas yang kadang membangkitkan emosi.
Seseorang, ketika mendapat kritik, bisa merasa hancur, down, atau terbentuk semakin matang tergantung pada kemampuannya dalam menanggapi kritik itu. Kepribadian seseorang bisa berubah menjadi negatif atau positif tergantung bagaimana ia meresponnya.
Menangani kritik dengan manis perlu dipelajari. Tak bisa dielak bahwa di saat-saat tertentu kita akan menerima kritik. Atau sebaliknya, kita yang mengkritik. Memberi dan menerima kritik adalah wajar selama itu didukung oleh fakta autentik.
Masalahnya, kerapkali kita bereaksi berlebihan dan emosi terhadap suatu koreksi meski kritik itu didukung olek fakta, terlebih lagi tanpa fakta sama sekali, atau kritik yang tidak adil. Yang seperti ini biasanya berasal dari orang lebih suka melihat kekurangan orang lain, tidak melihat kepada diri sendiri. Selumbar di mata orang nampak, balok di mata sendiri tak dilihat. Bahkan tidak sedikit orang yang terlalu kriti(ku)s sampai-sampai mereka tidak bisa menikmati hidup. Satu-satunya kritik yang dibuat untuk diri sendiri adalah bahwa ia belum cukup kritis terhadap orang lain.
Kita perlu belajar merespon kritik dengan manis. Aristoteles berkata, “Kritik adalah sesuatu yang bisa Anda hindari dengan mudah dengan tidak mengatakan apa pun, tidak melakukan apa pun, dan tidak menjadi apa pun.” Tapi kita ingin menjadi seseorang, somebody, melakukan sesuatu yang berguna bagi khalayak. Efek dominonya, kritik akan datang. Lalu bagaimana menanganinya?
Pahami perbedaan antara kritik destruktif dan konstruktif. Kita perlu menafsirkan apakah kritik itu positif –untuk membina agar meningkat atau negatif –untuk merenggut semangat dan antusiasme kita. Perbedaan antara kritik membangun dan menghancurkan sangat tipis. Maka perlu ditelaah dalam semangat apa kritik itu diberikan. Kata-kata dan motifnya mungkin harus mencermati.
Kritik membangun biasanya diawali dengan pujian yang murni, tulus, ucapan terima kasih, walaupun diakhir kritik itu disisipkan kritik bernada “negatif” namun dibungkus dengan kata-kata yang memotivasi, membangun. Sementara kritik destruktif cenderung ditunjukkan dengan sikap mengadili, sedikit arogansi. Mencari selumbar di mata orang.
Agar perbedaannya makin jelas, kita bertanya, kapan kritik itu diberikan? Bila itu dilontarkan di depan umum, maka kita tahu maksudnya kurang baik. Destruktif. Kritik yang elok umumnya dingkapkan secara pribadi, secara privat, bukan untuk konsumsi publik. Kritik yang dilontarkan di depan umum cenderung hanya untuk menonjolkan diri, bahkan mencela.
Kemudian, mengapa kritik itu diberikan? Ini ada hubungannya dengan sikap pengkritik itu. Ia mengkritik karena rasa sakit hati, iri atau demi keuntungan pribadi? Kritik yang cenderung meninggikan diri sendiri dan merendahkan orang lain merupakan bentuk pemuasan ego yang paling rendah. Kritik sampah! Orang seperti ini biasanya punya kesulitan dalam berasosiasi dengan orang lain, berpandangan negatif akan orang lain sehingga dia akan bergaul dan berkomunikasi dengan cara yang tak elok dan penuh kritik pula.
Tidak semua orang suka dikritik. Namun bila mendapat kritik, hadapi dengan rileks, jangan terlalu serius. Bukan berarti apatis. Ini untuk membantu mengembangkan kemampuan dalam melihat kekurangan diri sendiri. Menertawai kecerobohan itu perlu. Orang yang bisa menertawai kekurangannya biasanya dapat kembali ke jalur jauh lebih cepat ketimbang orang perfeksionistis, yang membiarkan dirinya merasa bersalah. Maka berbahagialah orang yang bisa melihat dan menertawai kekurangannya. Kita bukan orang yang sempurna, namun berusaha menuju ke sana.
Biasanya, kalau kritik yang tidak adil kita respon dengan amat sangat serius, kita, secara pribadi, di dalam hati, remuk secara emosional, ingin balas dendam dan sakit hati meski di luar kita nampak menghargai kritik itu. Maka rilekslah, hadapi dengan manis. Kalau perlu tanggapi dengan humor segar.
Fokus pada orangnya serta melihat kritik itu melampaui isinya juga efektif dalam menangani kritik. Tanya, siapa dia? Siapa pengkritik itu? Mungkin perlu mempertimbangkan wataknya. Apakah orang ini, tak peduli di mana dan kapan, memang suka mengkritik? Jika ya, tanggapi dengan guyonan. Tak perlu menilai kritik itu dengan emosi dan terbenam makin dalam.
Menanggapi kritik dan orang yang negatif dengan emosional hanya akan membuat kita terbawa arus negatif. Tidak perlu defensif. Siapa tahu orang itu mengkritik hanya untuk mendapatkan perhatian. Namun kalau orangnya memang bijaksana, reputasinya bagus, penuh dengan asam-garam kehidupan positif, maka kritik dari orang yang demikian layak untuk diperhatikan. Sebuah kritik, walau sedikit bernada negatif, dari orang yang bijaksana lebih berguna daripada antusiasme hampa dari orang bodoh. Perhatikan apakah kritik itu benar-benar membantu.
Dalam menangani kritik, perhatikan sikap kita. Terkadang merespon kritik dengan emosi bisa lebih merusak daripada kritik itu sendiri. Jadi ini ada hubungannya dengan tingkat kedewasaan kita, sikap kita.
Kita Suci Perjanjian Baru memberikan cara bagaimana sikap kita seharusnya terhadap kritik. “Sebab untuk itulah kamu dipanggil, karena Kristuspun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejak-Nya. Ia tidak berbuat dosa, dan tipu tidak ada dalam mulut-Nya. Ketika Ia dicaci maki, Ia tidak membalas dengan mencaci maki; ketika Ia menderita, Ia tidak mengancam, tetapi Ia menyerahkannya kepada Dia, yang menghakimi dengan adil.” (1 Petrus 2:21-23).
Sikap buruk dan marah dalam menanggapi kritik hanya akan membuat suasana menjadi panas. Tak perlu emosi. Lakukan yang terbaik. Dan sadarilah bahwa orang yang baik dikritik. Eleanor Rosevelt berkata, “Lakukanlah yang baik walau untuk itu Anda dikritik. Anda akan dikritik jika melakukan sesuatu yang baik, juga akan dikritik jika tidak melakukan apa-apa.”
Sering kita lihat ketika seseorang itu melakukan yang baik, moral hidupnya lebih tinggi daripada standar dunia ia diserbu dengan berbagai kritik. Namun jangan menyerah, lakukan yang baik. Yesus melakukan yang terbaik bagi manusia dan dikritik. Jadi tidak perlu heran jika menghadapi hal yang sama. Itu kritik yang tidak adil. Namun ingatlah bahwa kritik yang tidak adil seringkali merupakan pujian yang tersembunyi, dan pengukuhan bahwa hidup kita bergerak (onward) ke arah yang lebih baik.
Dalam merespon kritik, lihat apakah ada orang banyak, bukan hanya pengkritik itu. Cakrawala pergaulan pribadi perlu diperluas. Sebab ada kemungkinan kita mendapat kritik yang sama dari beberapa orang. Kalau kasusnya demikian berarti kritik itu perlu dicermati. Evaluasi untuk melihat kekurangan dan progres sejauh ini. Itu artinya ada tantangan yang mesti kita hadapi.
Bahkan mungkin perlu melakukan perubahan yang signifikan untuk kemajuan yang lebih baik. Walau bernada negatif, namun kritik yang sama yang diterima dari beberapa orang bisa menyadarkan kita agar membuat suatu perubahan yang diperlukan. Sebab itu lihatlah melampaui pengkritik itu.
Untuk memperluas wawasan dan pergaulan, akan sangat baik bila kita bergaul dengan orang-orang positif. Melewatkan waktu bersama dengan mereka. Ini akan meminimalkan efek kritik negatif. Tidak perlu bertarung frontal dengan pengkritik negatif. Bila kita mengidentifikasi diri kita kecil seperti yang orang kritik dan berdebat panjang itu hanya akan membuang-buang waktu bermutu kita. Jika kita bergaul dengan orang-orang yang positif dan selalu menunjukkan teladan yang baik, maka kita akan punya pengaruh positif terhadap pengkritik, bukan karena sikap defensif tapi contoh positif tadi.
Untuk meminimalkan efek kritik negatif, fokuslah pada misi mulia kita. Ingat bahwa setiap orang tidak luput dari kekhilafan. Namun lari dari tugas ketika membuat suatu kesalahan bukanlah watak seorang manusia sejati. Lari dari tugas membuat kita tidak akan mencapai apa pun. Itu hanya akan menambah rasa frustasi.
Lihat kecerobohan itu dari sisi positifnya dan ambil pelajaran berharga darinya. Yang paling penting adalah memetik pelajaran dari kesalahan itu dan jalan terus untuk menggapai misi yang lebih besar. Pepatah Arab mengatakan kalau Anda berhenti setiap kali anjing menggonggong perjalanan Anda tidak akan pernah berakhir, tidak sampai di tujuan.
Orang mengkritik? Tidak perlu emosi. Sambil belajar dari kesalahan, tunggulah waktu yang tepat untuk membuktikan kekurangan kritik negatif itu. Seiring berjalannya waktu dan banyak peristiwa yang terungkap, kritik negatif dengan sendirinya akan tersingkir.
Fisik yang letih gampang bereaksi negatif terhadap sebuah kritik. Kelelahan kerap membuat kita kurang waspada pada suatu masalah, mudah emosi. Spiritual yang kering juga bisa menjadi titik kelemahan seseorang dalam merespon kritik. Tetap bugar secara fisik, spiritual, mental dan emosional agar tetap bisa waspada. Itulah dimensi kebutuhan manusia yang harus dipenuh dan dijaga dengan baik. Sehat secara fisik, spiritual, mental dan emosional akan memudahkan kita menangani kritik pedas dengan manis.
Menangani kritik dengan manis memang bukan perkara gampang. Namun kita bisa menanggapinya dengan cara yang elok, sikap dewasa. Di saat-saat tertentu, dan kadang tak terduga kita mendapat kritik, entah itu destruktif atau pun konstruktif. Jadi responlah kritik dengan manis. Tanggapilah dengan bahasa proaktif. Anda pasti bisa! (Sumber: John C. Maxwell: Be A People Person; Yusuf Luxori: Percaya Diri).
Merespon dan menanggapi kritik bukanlah perkara gampang. Setiap orang pernah mendapat kritik, entah itu yang destruktif atau konstruktif. Namun yang paling sering kita terima adalah kritik yang bisa membuat merah telinga. Kritik pedas yang kadang membangkitkan emosi.
Seseorang, ketika mendapat kritik, bisa merasa hancur, down, atau terbentuk semakin matang tergantung pada kemampuannya dalam menanggapi kritik itu. Kepribadian seseorang bisa berubah menjadi negatif atau positif tergantung bagaimana ia meresponnya.
Menangani kritik dengan manis perlu dipelajari. Tak bisa dielak bahwa di saat-saat tertentu kita akan menerima kritik. Atau sebaliknya, kita yang mengkritik. Memberi dan menerima kritik adalah wajar selama itu didukung oleh fakta autentik.
Masalahnya, kerapkali kita bereaksi berlebihan dan emosi terhadap suatu koreksi meski kritik itu didukung olek fakta, terlebih lagi tanpa fakta sama sekali, atau kritik yang tidak adil. Yang seperti ini biasanya berasal dari orang lebih suka melihat kekurangan orang lain, tidak melihat kepada diri sendiri. Selumbar di mata orang nampak, balok di mata sendiri tak dilihat. Bahkan tidak sedikit orang yang terlalu kriti(ku)s sampai-sampai mereka tidak bisa menikmati hidup. Satu-satunya kritik yang dibuat untuk diri sendiri adalah bahwa ia belum cukup kritis terhadap orang lain.
Kita perlu belajar merespon kritik dengan manis. Aristoteles berkata, “Kritik adalah sesuatu yang bisa Anda hindari dengan mudah dengan tidak mengatakan apa pun, tidak melakukan apa pun, dan tidak menjadi apa pun.” Tapi kita ingin menjadi seseorang, somebody, melakukan sesuatu yang berguna bagi khalayak. Efek dominonya, kritik akan datang. Lalu bagaimana menanganinya?
Pahami perbedaan antara kritik destruktif dan konstruktif. Kita perlu menafsirkan apakah kritik itu positif –untuk membina agar meningkat atau negatif –untuk merenggut semangat dan antusiasme kita. Perbedaan antara kritik membangun dan menghancurkan sangat tipis. Maka perlu ditelaah dalam semangat apa kritik itu diberikan. Kata-kata dan motifnya mungkin harus mencermati.
Kritik membangun biasanya diawali dengan pujian yang murni, tulus, ucapan terima kasih, walaupun diakhir kritik itu disisipkan kritik bernada “negatif” namun dibungkus dengan kata-kata yang memotivasi, membangun. Sementara kritik destruktif cenderung ditunjukkan dengan sikap mengadili, sedikit arogansi. Mencari selumbar di mata orang.
Agar perbedaannya makin jelas, kita bertanya, kapan kritik itu diberikan? Bila itu dilontarkan di depan umum, maka kita tahu maksudnya kurang baik. Destruktif. Kritik yang elok umumnya dingkapkan secara pribadi, secara privat, bukan untuk konsumsi publik. Kritik yang dilontarkan di depan umum cenderung hanya untuk menonjolkan diri, bahkan mencela.
Kemudian, mengapa kritik itu diberikan? Ini ada hubungannya dengan sikap pengkritik itu. Ia mengkritik karena rasa sakit hati, iri atau demi keuntungan pribadi? Kritik yang cenderung meninggikan diri sendiri dan merendahkan orang lain merupakan bentuk pemuasan ego yang paling rendah. Kritik sampah! Orang seperti ini biasanya punya kesulitan dalam berasosiasi dengan orang lain, berpandangan negatif akan orang lain sehingga dia akan bergaul dan berkomunikasi dengan cara yang tak elok dan penuh kritik pula.
Tidak semua orang suka dikritik. Namun bila mendapat kritik, hadapi dengan rileks, jangan terlalu serius. Bukan berarti apatis. Ini untuk membantu mengembangkan kemampuan dalam melihat kekurangan diri sendiri. Menertawai kecerobohan itu perlu. Orang yang bisa menertawai kekurangannya biasanya dapat kembali ke jalur jauh lebih cepat ketimbang orang perfeksionistis, yang membiarkan dirinya merasa bersalah. Maka berbahagialah orang yang bisa melihat dan menertawai kekurangannya. Kita bukan orang yang sempurna, namun berusaha menuju ke sana.
Biasanya, kalau kritik yang tidak adil kita respon dengan amat sangat serius, kita, secara pribadi, di dalam hati, remuk secara emosional, ingin balas dendam dan sakit hati meski di luar kita nampak menghargai kritik itu. Maka rilekslah, hadapi dengan manis. Kalau perlu tanggapi dengan humor segar.
Fokus pada orangnya serta melihat kritik itu melampaui isinya juga efektif dalam menangani kritik. Tanya, siapa dia? Siapa pengkritik itu? Mungkin perlu mempertimbangkan wataknya. Apakah orang ini, tak peduli di mana dan kapan, memang suka mengkritik? Jika ya, tanggapi dengan guyonan. Tak perlu menilai kritik itu dengan emosi dan terbenam makin dalam.
Menanggapi kritik dan orang yang negatif dengan emosional hanya akan membuat kita terbawa arus negatif. Tidak perlu defensif. Siapa tahu orang itu mengkritik hanya untuk mendapatkan perhatian. Namun kalau orangnya memang bijaksana, reputasinya bagus, penuh dengan asam-garam kehidupan positif, maka kritik dari orang yang demikian layak untuk diperhatikan. Sebuah kritik, walau sedikit bernada negatif, dari orang yang bijaksana lebih berguna daripada antusiasme hampa dari orang bodoh. Perhatikan apakah kritik itu benar-benar membantu.
Dalam menangani kritik, perhatikan sikap kita. Terkadang merespon kritik dengan emosi bisa lebih merusak daripada kritik itu sendiri. Jadi ini ada hubungannya dengan tingkat kedewasaan kita, sikap kita.
Kita Suci Perjanjian Baru memberikan cara bagaimana sikap kita seharusnya terhadap kritik. “Sebab untuk itulah kamu dipanggil, karena Kristuspun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejak-Nya. Ia tidak berbuat dosa, dan tipu tidak ada dalam mulut-Nya. Ketika Ia dicaci maki, Ia tidak membalas dengan mencaci maki; ketika Ia menderita, Ia tidak mengancam, tetapi Ia menyerahkannya kepada Dia, yang menghakimi dengan adil.” (1 Petrus 2:21-23).
Sikap buruk dan marah dalam menanggapi kritik hanya akan membuat suasana menjadi panas. Tak perlu emosi. Lakukan yang terbaik. Dan sadarilah bahwa orang yang baik dikritik. Eleanor Rosevelt berkata, “Lakukanlah yang baik walau untuk itu Anda dikritik. Anda akan dikritik jika melakukan sesuatu yang baik, juga akan dikritik jika tidak melakukan apa-apa.”
Sering kita lihat ketika seseorang itu melakukan yang baik, moral hidupnya lebih tinggi daripada standar dunia ia diserbu dengan berbagai kritik. Namun jangan menyerah, lakukan yang baik. Yesus melakukan yang terbaik bagi manusia dan dikritik. Jadi tidak perlu heran jika menghadapi hal yang sama. Itu kritik yang tidak adil. Namun ingatlah bahwa kritik yang tidak adil seringkali merupakan pujian yang tersembunyi, dan pengukuhan bahwa hidup kita bergerak (onward) ke arah yang lebih baik.
Dalam merespon kritik, lihat apakah ada orang banyak, bukan hanya pengkritik itu. Cakrawala pergaulan pribadi perlu diperluas. Sebab ada kemungkinan kita mendapat kritik yang sama dari beberapa orang. Kalau kasusnya demikian berarti kritik itu perlu dicermati. Evaluasi untuk melihat kekurangan dan progres sejauh ini. Itu artinya ada tantangan yang mesti kita hadapi.
Bahkan mungkin perlu melakukan perubahan yang signifikan untuk kemajuan yang lebih baik. Walau bernada negatif, namun kritik yang sama yang diterima dari beberapa orang bisa menyadarkan kita agar membuat suatu perubahan yang diperlukan. Sebab itu lihatlah melampaui pengkritik itu.
Untuk memperluas wawasan dan pergaulan, akan sangat baik bila kita bergaul dengan orang-orang positif. Melewatkan waktu bersama dengan mereka. Ini akan meminimalkan efek kritik negatif. Tidak perlu bertarung frontal dengan pengkritik negatif. Bila kita mengidentifikasi diri kita kecil seperti yang orang kritik dan berdebat panjang itu hanya akan membuang-buang waktu bermutu kita. Jika kita bergaul dengan orang-orang yang positif dan selalu menunjukkan teladan yang baik, maka kita akan punya pengaruh positif terhadap pengkritik, bukan karena sikap defensif tapi contoh positif tadi.
Untuk meminimalkan efek kritik negatif, fokuslah pada misi mulia kita. Ingat bahwa setiap orang tidak luput dari kekhilafan. Namun lari dari tugas ketika membuat suatu kesalahan bukanlah watak seorang manusia sejati. Lari dari tugas membuat kita tidak akan mencapai apa pun. Itu hanya akan menambah rasa frustasi.
Lihat kecerobohan itu dari sisi positifnya dan ambil pelajaran berharga darinya. Yang paling penting adalah memetik pelajaran dari kesalahan itu dan jalan terus untuk menggapai misi yang lebih besar. Pepatah Arab mengatakan kalau Anda berhenti setiap kali anjing menggonggong perjalanan Anda tidak akan pernah berakhir, tidak sampai di tujuan.
Orang mengkritik? Tidak perlu emosi. Sambil belajar dari kesalahan, tunggulah waktu yang tepat untuk membuktikan kekurangan kritik negatif itu. Seiring berjalannya waktu dan banyak peristiwa yang terungkap, kritik negatif dengan sendirinya akan tersingkir.
Fisik yang letih gampang bereaksi negatif terhadap sebuah kritik. Kelelahan kerap membuat kita kurang waspada pada suatu masalah, mudah emosi. Spiritual yang kering juga bisa menjadi titik kelemahan seseorang dalam merespon kritik. Tetap bugar secara fisik, spiritual, mental dan emosional agar tetap bisa waspada. Itulah dimensi kebutuhan manusia yang harus dipenuh dan dijaga dengan baik. Sehat secara fisik, spiritual, mental dan emosional akan memudahkan kita menangani kritik pedas dengan manis.
Menangani kritik dengan manis memang bukan perkara gampang. Namun kita bisa menanggapinya dengan cara yang elok, sikap dewasa. Di saat-saat tertentu, dan kadang tak terduga kita mendapat kritik, entah itu destruktif atau pun konstruktif. Jadi responlah kritik dengan manis. Tanggapilah dengan bahasa proaktif. Anda pasti bisa! (Sumber: John C. Maxwell: Be A People Person; Yusuf Luxori: Percaya Diri).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan Beri Komentar atau Kritik Membangun