Oleh Marolop Simatupang
Orang Kristen adalah umat yang terpisah dari dunia kegelapan dan berada dalam kerajaan
Anak-Nya. Terpisah bukan berarti mengisolasikan diri dari dunia sosial dan masyarakat. Namun dalam cara hidup karakter yang berdasarkan firman Allah. Orang Kristen harus terlibat aktif dalam sosial masyarakat.
Dalam setiap sendi kehidupan sosial masyarakat, rumah tangga dan bisnis diperlukan komunikasi yang baik. Komunikasi yang baik dalam kehidupan sehari-hari dengan sesama dan dalam organisasi seperti sel darah merah yang mengalir di dalam pembuluh darah kita, yang membuat kita tetap hidup. Jika aliran darah bermasalah, maka tentu kesehatan kita akan terganggu. Demikan pun dalam komunikasi verbal kita sehari-hari.
Maka sepantasnya orang Kristen harus memahami metode komunikasi yang baik. Hal ini bermanfaat bagi orang lain dan diri sendiri. Dalam teori komunikasi dikatakan semakin banyak kita bertanya dan mendengarkan, semakin banyak pula kita didengarkan. Dan semakin banyak kita bicara (saja) semakin sedikit kita didengarkan. Komunikasi adalah keterampilan penting dalam hidup. Apa saja yang perlu kita perhatikan dalam berkomunikasi dengan orang lain?
Jadilah Pendengar yang Baik
Pendengar yang baik berarti mendengar dengan saksama orang yang sedang berbicara dan memahami apa yang dibicarakan. Steven R. Covey menyebutnya mendengarkan dengan empatik. Yaitu mendengar dengan maksud untuk mengerti. Hal ini menunjukkan kita menghargai orang yang sedang berbicara. Sangat menjengkelkan bagi siapa pun bila dicuekin pada saat ia berbicara. Jika orang sedang berbicara, perhatikan dengan saksama. Berbicaralah, atau beri tanggapan positif setelah yang lain selesai berbicara jika harus menanggapi.
Intisari dari pendengar yang baik bukanlah kita harus setuju dengan seseorang itu, tapi secara mendalam, sepenuhnya kita mengerti orang itu, secara emosional dan intelektual. Mendengar dengan mati hati, bukan hanya dengan telinga. Artinya kita berhubungan dengan realitas yang dibicarakan orang itu, atentif, untuk kita mengerti.
Dalam komunikasi ada interaksi dua arah. Sebelum memberi respon, tunggu sampai yang lain selesai bicara. Metode ini dipraktekkan oleh Ayub dan teman-temannya ketika mereka sedang bersoal jawab tentang masalah yang dihadapi Ayub (Baca Kitab Ayub ). Penulis kitab Amsal mengatakan, “Jika seseorang memberi jawab sebelum mendengar, itulah kebodohan dan kecelaannya.” (Amsal 18:13)
Lambat Berkata-kata, Pikirkan Terlebih Dahulu, Jangan Terburu-buru!
Dalam berkomunikasi, seringkali pertengkaran terjadi setelah kata-kata keluar dari mulut. Penyebabnya? Karena kata-kata itu melukai si pendengar. Untuk menghindarinya, hendaknya jangan terburu-buru memberi respon. Lebih baik dipikirkan dulu sebelum mengatakan sesuatu. Hal ini membantu kita untuk menimbang-nimbang kata-kata yang hendak diucapkan, apakah bermanfaat atau justru melukai perasaan pendengar “Seseorang bersukacitakarena jawaban yang diberikannya, dan alangkah baiknya perkataan yang diucapkan tepat pada waktunya! (Amsal 15:23)
Kematangan pribadi dan karakter seseorang tercermin dari setiap kata yang keluar dari mulutnya. Hal ini menuntut kita untuk mendiagnosa atau memahami apa yang dikatakan seseorang itu sehingga kita bisa memilih kata-kata yang tepat dalam memberi tanggapan. Inilah kunci komunikasi antarpribadi yang efektif.
Kita bisa menghindari kesukaran dan pertengkaran bila kita bisa memelihara mulut dan lidah kita. “Siapa memelihara mulut dan lidahnya, memelihara diri dari pada kesukaran.” (Amsal 21:23)
Hindari Emosi Negatif, Tanggapi Dengan Lemah Lembut dan Ramah!
Dalam komunikasi yang baik terdapat interaksi. Akan jauh lebih baik bila interaksi positif. Namun terkadang timbul masalah karena emosi yang tidak terkontrol. Karena itu, dalam berkomunikasi atau memberi respon mestinya kita mampu mengontrol emosi dengan baik. Adalah tidak baik bila kita berbicara sambil marah-marah atau emosi meluap-luap.
Sikap positif ini jauh lebih baik daripada terperangkap dalam masalah, emosi dan kesalahpahaman. Untuk menghindari emosi negatif, kesabaran diperlukan. Keramah-tamahan telah menjadi barang langka saat ini. Mayoritas kita disibukkan dengan urusan pribadi sehingga tidak punya waktu untuk membangun minat pada orang lain, terlebih memberikan respon lemah lembut dalam interaksi komunikasi sehari-hari dengan sesama.
Alangkah baiknya bila kita berbicara dalam kesabaran, menanggapi dengan lemah lembut dan ramah. Penulis kitab Amsal mengatakan orang yang sabar besar pengertiannya, tetapi yang cepat marah membesarkan kebodohan, (Amsal 14:29).
“Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas nmembangkitkan marah.” (Amsal 15:1)
Ungkapkan Selalu Kebenaran Dengan Kasih, Jangan Melebih-lebihkan
Ada ungkapan, ”Semakin banyak bicara semakin banyak bohongnya.” Terkadang ungkapan tersebut benar. Tidak sedikit orang yang berkata bohong pada saat berbincang-bincang dengan temannya dengan maksud mendramatisir cerita atau topik pembicaraan.
Kita harus waspada akan setiap kata yang kita ucapkan. Prinsip yang mesti kita tanamkan dalam diri kita adalah selalu mengatakan kebenaran dengan kasih. Tidak perlu melebih-lebihkan atau menambah “bumbu” suatu cerita.
Memang bukan hal yang aneh bila banyak orang dalam memperbincangkan sesuatu sering melebih-lebihkan, dengan maksud tertentu. Jauh dari fakta yang sebenarnya. Kebiasaan buruk ini menjadi lumrah bagi sebagian orang dan diterima “menjadi” sebagai bagian dari cerita. Akan tetapi setiap orang pasti setuju dengan pernyataan berikut bahwa setiap ketidakbenaran akan selalu menjadi ketidakbenaran, kapan pun, di mana pun.
Sebab itu, dalam komunikasi kita sehari-hari kebenaran dan faktalah yang mesti dan selalu diungkapkan. Kitab Pengkhotbah mengatakan percakapan bodoh (bohong) disebabkan oleh banyak perkataan, (Pengkhotbah 5:2). Hati-hatilah!
Hindari Untuk Tidak Terjerat Dalam Pertengkaran!
Dalam komunikasi terkadang ada perbedaan pendapat. Itu wajar. Setiap orang mempunyai sesuatu yang tidak dimiliki oleh orang lain. Dan masing-masing menjelaskan sesuatu dari sudut pandangnya sendiri menurut pemikirannya. Cara inilah yang membuat masing-masing kita mempunyai cara tersendiri dalam menyelesaikan masalah.
Jika kita tidak bisa menerima perbedaan pendapat, atau pendapat orang lain, maka orang lain pun tidak akan menerima pendapat kita. Setiap pribadi mempunyai kemampuan yang tidak sama dalam mengkritisi sesuatu. Beda paradigma, lumrah.
Jika demikian adanya, mengapa kita kesal, marah dan terbawa emosi ketika seseorang yang memiliki gaya dan cara bertindak berbeda dengan kita? Menerima perbedaan tanpa pertengkaran, tanpa penghinaan jauh lebih efektif dalam interaksi komunikasi verbal sehari-hari daripada terjebak dalam pertengkaran karena beda pendapat. (Yusuf Luxory: Percaya Diri, 2001).
Perbedaan pendapat tidak harus selalu menimbulkan pertengkaran atau perdebatan sengit, emosi. Kalau memang harus beda pendapat, akan lebih elegan bila diungkapkan dengan sopan, dengan lemah lembut dan penuh kedewasaan, tanpa membohongi diri sendiri.
Kalau memang tidak setuju, katakan, tetapi tentu dengan sikap positif dan ramah, tanpa ada pertengkaran. Terjebak dalam pertengkaran yang sia-sia, hanya karena beda pendapat bukanlah karakter manusia dewasa. Orang lain mungkin punya ide yang tidak persis sama dengan kita. Dan itu perlu dihargai, sebagimana orang lain menghargai pendapat kita. Beri ruang bagi hadirnya perbedaan pendapat. Perhatikan minat atau pendapat orang lain, (Filipi 2:2-4; Epesus 4:2)
“Memulai pertengkaran adalah seperti membuka jalan air, jadi undurlah sebelum perbantahan mulai.”(Amsal 17:14)
Jika Kita Salah, Akui!
Semua orang pernah dan kadang sering berbuat salah. Dalam berkomunikasi terkadang kita salah, entah salah ucap atau salah memahami. Jika itu terjadi, tindakan terbaik adalah mengakui dan minta maaf. Ini mengindikasikan kedewasaan.
Seringkali kita enggan mengaku salah dan minta maaf walau kita telah berbuat salah. Mengapa? Karena sombong. Mereka yang tinggi hati pada umumnya sulit mengaku salah dan minta maaf. Sebaliknya, yang rendah hati, berjiwa besar dan dewasa pikiran akan mengaku salah, kalau memang salah, dan meminta maaf.
Selama kita hidup, mengakui kesalahan, meminta dan memberi maaf akan selalu dibutuhkan. Maka dalam komunikasi (dan kehidupan sehari-hari) jika memang salah, mintalah maaf. (Kolose 3:13). Hanya mereka yang berjiwa besar yang mau minta maaf dan memaafkan dengan tulus. (Referensi: Steven R. Covey: Tujuh Kebiasaan Manusia Yang Sangat Efektif; Binarupa Aksara, Jakarta: 1997; Leroy Brownlow: Beberapa Hal yang Boleh dan Tidak Boleh Dilakukan bagi Orang Kristen; Gereja Sidang Jemaat Kristus; Kelapa Gading: 2008.)
Orang Kristen adalah umat yang terpisah dari dunia kegelapan dan berada dalam kerajaan
Anak-Nya. Terpisah bukan berarti mengisolasikan diri dari dunia sosial dan masyarakat. Namun dalam cara hidup karakter yang berdasarkan firman Allah. Orang Kristen harus terlibat aktif dalam sosial masyarakat.
Dalam setiap sendi kehidupan sosial masyarakat, rumah tangga dan bisnis diperlukan komunikasi yang baik. Komunikasi yang baik dalam kehidupan sehari-hari dengan sesama dan dalam organisasi seperti sel darah merah yang mengalir di dalam pembuluh darah kita, yang membuat kita tetap hidup. Jika aliran darah bermasalah, maka tentu kesehatan kita akan terganggu. Demikan pun dalam komunikasi verbal kita sehari-hari.
Maka sepantasnya orang Kristen harus memahami metode komunikasi yang baik. Hal ini bermanfaat bagi orang lain dan diri sendiri. Dalam teori komunikasi dikatakan semakin banyak kita bertanya dan mendengarkan, semakin banyak pula kita didengarkan. Dan semakin banyak kita bicara (saja) semakin sedikit kita didengarkan. Komunikasi adalah keterampilan penting dalam hidup. Apa saja yang perlu kita perhatikan dalam berkomunikasi dengan orang lain?
Jadilah Pendengar yang Baik
Pendengar yang baik berarti mendengar dengan saksama orang yang sedang berbicara dan memahami apa yang dibicarakan. Steven R. Covey menyebutnya mendengarkan dengan empatik. Yaitu mendengar dengan maksud untuk mengerti. Hal ini menunjukkan kita menghargai orang yang sedang berbicara. Sangat menjengkelkan bagi siapa pun bila dicuekin pada saat ia berbicara. Jika orang sedang berbicara, perhatikan dengan saksama. Berbicaralah, atau beri tanggapan positif setelah yang lain selesai berbicara jika harus menanggapi.
Intisari dari pendengar yang baik bukanlah kita harus setuju dengan seseorang itu, tapi secara mendalam, sepenuhnya kita mengerti orang itu, secara emosional dan intelektual. Mendengar dengan mati hati, bukan hanya dengan telinga. Artinya kita berhubungan dengan realitas yang dibicarakan orang itu, atentif, untuk kita mengerti.
Dalam komunikasi ada interaksi dua arah. Sebelum memberi respon, tunggu sampai yang lain selesai bicara. Metode ini dipraktekkan oleh Ayub dan teman-temannya ketika mereka sedang bersoal jawab tentang masalah yang dihadapi Ayub (Baca Kitab Ayub ). Penulis kitab Amsal mengatakan, “Jika seseorang memberi jawab sebelum mendengar, itulah kebodohan dan kecelaannya.” (Amsal 18:13)
Lambat Berkata-kata, Pikirkan Terlebih Dahulu, Jangan Terburu-buru!
Dalam berkomunikasi, seringkali pertengkaran terjadi setelah kata-kata keluar dari mulut. Penyebabnya? Karena kata-kata itu melukai si pendengar. Untuk menghindarinya, hendaknya jangan terburu-buru memberi respon. Lebih baik dipikirkan dulu sebelum mengatakan sesuatu. Hal ini membantu kita untuk menimbang-nimbang kata-kata yang hendak diucapkan, apakah bermanfaat atau justru melukai perasaan pendengar “Seseorang bersukacitakarena jawaban yang diberikannya, dan alangkah baiknya perkataan yang diucapkan tepat pada waktunya! (Amsal 15:23)
Kematangan pribadi dan karakter seseorang tercermin dari setiap kata yang keluar dari mulutnya. Hal ini menuntut kita untuk mendiagnosa atau memahami apa yang dikatakan seseorang itu sehingga kita bisa memilih kata-kata yang tepat dalam memberi tanggapan. Inilah kunci komunikasi antarpribadi yang efektif.
Kita bisa menghindari kesukaran dan pertengkaran bila kita bisa memelihara mulut dan lidah kita. “Siapa memelihara mulut dan lidahnya, memelihara diri dari pada kesukaran.” (Amsal 21:23)
Hindari Emosi Negatif, Tanggapi Dengan Lemah Lembut dan Ramah!
Dalam komunikasi yang baik terdapat interaksi. Akan jauh lebih baik bila interaksi positif. Namun terkadang timbul masalah karena emosi yang tidak terkontrol. Karena itu, dalam berkomunikasi atau memberi respon mestinya kita mampu mengontrol emosi dengan baik. Adalah tidak baik bila kita berbicara sambil marah-marah atau emosi meluap-luap.
Sikap positif ini jauh lebih baik daripada terperangkap dalam masalah, emosi dan kesalahpahaman. Untuk menghindari emosi negatif, kesabaran diperlukan. Keramah-tamahan telah menjadi barang langka saat ini. Mayoritas kita disibukkan dengan urusan pribadi sehingga tidak punya waktu untuk membangun minat pada orang lain, terlebih memberikan respon lemah lembut dalam interaksi komunikasi sehari-hari dengan sesama.
Alangkah baiknya bila kita berbicara dalam kesabaran, menanggapi dengan lemah lembut dan ramah. Penulis kitab Amsal mengatakan orang yang sabar besar pengertiannya, tetapi yang cepat marah membesarkan kebodohan, (Amsal 14:29).
“Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas nmembangkitkan marah.” (Amsal 15:1)
Ungkapkan Selalu Kebenaran Dengan Kasih, Jangan Melebih-lebihkan
Ada ungkapan, ”Semakin banyak bicara semakin banyak bohongnya.” Terkadang ungkapan tersebut benar. Tidak sedikit orang yang berkata bohong pada saat berbincang-bincang dengan temannya dengan maksud mendramatisir cerita atau topik pembicaraan.
Kita harus waspada akan setiap kata yang kita ucapkan. Prinsip yang mesti kita tanamkan dalam diri kita adalah selalu mengatakan kebenaran dengan kasih. Tidak perlu melebih-lebihkan atau menambah “bumbu” suatu cerita.
Memang bukan hal yang aneh bila banyak orang dalam memperbincangkan sesuatu sering melebih-lebihkan, dengan maksud tertentu. Jauh dari fakta yang sebenarnya. Kebiasaan buruk ini menjadi lumrah bagi sebagian orang dan diterima “menjadi” sebagai bagian dari cerita. Akan tetapi setiap orang pasti setuju dengan pernyataan berikut bahwa setiap ketidakbenaran akan selalu menjadi ketidakbenaran, kapan pun, di mana pun.
Sebab itu, dalam komunikasi kita sehari-hari kebenaran dan faktalah yang mesti dan selalu diungkapkan. Kitab Pengkhotbah mengatakan percakapan bodoh (bohong) disebabkan oleh banyak perkataan, (Pengkhotbah 5:2). Hati-hatilah!
Hindari Untuk Tidak Terjerat Dalam Pertengkaran!
Dalam komunikasi terkadang ada perbedaan pendapat. Itu wajar. Setiap orang mempunyai sesuatu yang tidak dimiliki oleh orang lain. Dan masing-masing menjelaskan sesuatu dari sudut pandangnya sendiri menurut pemikirannya. Cara inilah yang membuat masing-masing kita mempunyai cara tersendiri dalam menyelesaikan masalah.
Jika kita tidak bisa menerima perbedaan pendapat, atau pendapat orang lain, maka orang lain pun tidak akan menerima pendapat kita. Setiap pribadi mempunyai kemampuan yang tidak sama dalam mengkritisi sesuatu. Beda paradigma, lumrah.
Jika demikian adanya, mengapa kita kesal, marah dan terbawa emosi ketika seseorang yang memiliki gaya dan cara bertindak berbeda dengan kita? Menerima perbedaan tanpa pertengkaran, tanpa penghinaan jauh lebih efektif dalam interaksi komunikasi verbal sehari-hari daripada terjebak dalam pertengkaran karena beda pendapat. (Yusuf Luxory: Percaya Diri, 2001).
Perbedaan pendapat tidak harus selalu menimbulkan pertengkaran atau perdebatan sengit, emosi. Kalau memang harus beda pendapat, akan lebih elegan bila diungkapkan dengan sopan, dengan lemah lembut dan penuh kedewasaan, tanpa membohongi diri sendiri.
Kalau memang tidak setuju, katakan, tetapi tentu dengan sikap positif dan ramah, tanpa ada pertengkaran. Terjebak dalam pertengkaran yang sia-sia, hanya karena beda pendapat bukanlah karakter manusia dewasa. Orang lain mungkin punya ide yang tidak persis sama dengan kita. Dan itu perlu dihargai, sebagimana orang lain menghargai pendapat kita. Beri ruang bagi hadirnya perbedaan pendapat. Perhatikan minat atau pendapat orang lain, (Filipi 2:2-4; Epesus 4:2)
“Memulai pertengkaran adalah seperti membuka jalan air, jadi undurlah sebelum perbantahan mulai.”(Amsal 17:14)
Jika Kita Salah, Akui!
Semua orang pernah dan kadang sering berbuat salah. Dalam berkomunikasi terkadang kita salah, entah salah ucap atau salah memahami. Jika itu terjadi, tindakan terbaik adalah mengakui dan minta maaf. Ini mengindikasikan kedewasaan.
Seringkali kita enggan mengaku salah dan minta maaf walau kita telah berbuat salah. Mengapa? Karena sombong. Mereka yang tinggi hati pada umumnya sulit mengaku salah dan minta maaf. Sebaliknya, yang rendah hati, berjiwa besar dan dewasa pikiran akan mengaku salah, kalau memang salah, dan meminta maaf.
Selama kita hidup, mengakui kesalahan, meminta dan memberi maaf akan selalu dibutuhkan. Maka dalam komunikasi (dan kehidupan sehari-hari) jika memang salah, mintalah maaf. (Kolose 3:13). Hanya mereka yang berjiwa besar yang mau minta maaf dan memaafkan dengan tulus. (Referensi: Steven R. Covey: Tujuh Kebiasaan Manusia Yang Sangat Efektif; Binarupa Aksara, Jakarta: 1997; Leroy Brownlow: Beberapa Hal yang Boleh dan Tidak Boleh Dilakukan bagi Orang Kristen; Gereja Sidang Jemaat Kristus; Kelapa Gading: 2008.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan Beri Komentar atau Kritik Membangun