Jumat, 24 Juli 2009

Mengapa Perempuan Tak Diizinkan Memimpin Kebaktian Umum

“Mengapa Perempuan Tak Diizinkan Memimpin Kebaktian Umum?”
Oleh: Clem Thurman

Yesus Kristus tentunya tidak berprasangka buruk terhadap kaum perempuan, demikian juga para rasul yang dipimpin oleh Roh Kudus yang Ia utus untuk memimpin mereka ke dalam seluruh kebenaran (Yoh. 16:13). Yesus berdoa kepada Allah Bapa, “Kuduskanlah mereka dalam kebenaran; firman-Mu adalah kebenaran.” (Yoh. 17:17).

Firman yang sama juga menyatakan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh mereka yang akan melayani sebagai “penatua-penatua ... diaken-diaken dan ... gembala-gembala.” (Ef. 4:11;1 Pet.5:1-3; 1 Tim. 3:1-7; Tit. 1:5-11). Salah satu syaratnya adalah “suami dari satu isteri.” (1 Tim. 3:2; Tit. 1:6). Itu yang dikatakan Firman Tuhan. Apakah kita akan mengabaikan hal itu?

Menempatkan atau mengangkat seseorang yang tidak memenuhi syarat dalam sebuah tugas atau pekerjaan bukanlah suatu sikap menunjukkan hormat. Saya tidak pernah ditunjuk untuk menjadi Sekretaris Negara atau duduk di kursi Makamah Agama. Saya juga tidak pernah diangkat menjadi kepala dokter bedah di sebuah rumah sakit ternama. Namun itu bukan berarti saya tidak dihargai sama sekali sebab saya tidak memenuhi syarat untuk melakukan pekerjaan pada posisi yang disebutkan di atas.

Itu juga tidak lantas membuat saya inferior dibandingkan dengan mereka yang memenuhi syarat pada pekerjaan tersebut. Itu hanya mengindikasikan bahwa kita melayani sesama di bidang yang berbeda. Akankah kondisinya lebih baik bila standar-standarnya direndahkan supaya penginjil seperti saya bisa mengoperasi pasien yang dalam kondisi sekarat? Itu bukan hanya suatu penghinaan bagi profesi kedokteran sebab saya tidak memenuhi syarat melakukan pekerjaan seperti itu.

Demikian juga, mencoba meninggikan seseorang dengan merubah peraturan yang telah ditetapkan oleh Allah merupakan suatu sikap tidak hormat pada gereja dan Tuhan yang telah membuat peraturan tersebut, yang mendirikan dan memerintah gereja melalui Firman-Nya. Dan salah satu peraturan yang disebutkan dalam Kitab Suci adalah bahwa perempuan tidak diizinkan memimpin dalam ibadah atau kebaktian umum.

Akan tetapi perlu diperhatikan meski dilarang oleh Kitab Suci, kaum perempuan bukanlah “anggota kelas dua” dalam Gereja yang didirikan oleh Yesus. Rasul yang diilhami itu dengan jelas menulis, “Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus.” (Gal. 3:28).

Namun setara bukan berarti semua punya tugas dan pekerjaan yang sama. “Karena tubuh juga tidak terdiri dari satu anggota, tetapi atas banyak anggota … Tetapi Allah telah memberikan kepada anggota, masing-masing secara khusus, suatu tempat pada tubuh, seperti yang dikehendaki-Nya … Memang ada banyak anggota, tetapi hanya satu tubuh … Adakah mereka semua rasul, atau nabi, atau pengajar? Adakah mereka semua mendapat karunia untuk mengadakan mujizat.” (1 Kor. 12:14, 18, 20, 29).

Tidak semua anggota jemaat memenuhi syarat pada semua kategori pekerjaan-pekerjaan gereja, namun hal itu tidak lantas membuat mereka menjadi “anggota kelas dua.” Masing-masing adalah anggota dalam tubuh seperti yang ditetapkan oleh Yesus. Ada tugas dan pekerjaan yang harus dikerjakan dan masing-masing telah diberkati dengan karunia-karunia yang berbeda-beda agar tugas itu dapat dilaksanakan. Dalam hal ini, karena tiap-tiap anggota memiliki karunia-karunia yang berbeda, apakah itu berarti Allah memandang rupa?

Alkitab dengan jelas mengatakan bahwa Allah telah memberikan Yesus Kristus kepada Jemaat “... sebagai Kepala dari segala yang ada, Jemaat yang adalah tubuh-Nya…” (Ef. 1:22-23) Atas dasar itu, Yesus berfirman, “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi.” (Mat. 28:18)

Yesus yang sama juga berfirman, “Aku akan mendirikan JemaatKu.” (Mat. 16:18). Ia mendirikan gereja-Nya, lalu mengajarkan segala rencana-Nya dan peraturan dalam Firman-Nya. Ia menetapkan bagaimana peraturan-peraturan itu diajarkan dan juga tentang pemerintahan dalam gereja-Nya. Tuhan tidak pernah bertanya kapada manusia apa yang disukai oleh manusia itu, demikian pun hingga saat ini.

Ia memerintahkan manusia, “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk.” (Mark. 16:15). Dalam surat kiriman Paulus, Allah berfirman, “Sama seperti dalam semua Jemaat orang-orang kudus, perempuan-perempuan harus berdiam diri dalam pertemuan-pertemuan Jemaat. Sebab mereka tidak diperbolehkan untuk berbicara. Mereka harus menundukkan diri, seperti yang dikatakan juga oleh hukum Taurat.” (1 Kor. 14 :34). Itulah keinginan dan pengajaran Allah yang terdapat dalam Firman-Nya yang telah Ia ilhamkan.

Setelah Paulus, di jemaat-jemaat lokal, mengajarkan bahwa setiap orang dapat berdoa (dan mengajar) kemudian ia menulis, “Seharusnyalah perempuan berdiam diri dan menerima ajaran dengan patuh. Aku tidak mengizinkan perempuan mengajar dan juga tidak mengizinkannya memerintah laki-laki; hendaklah ia berdiam diri.” (1 Tim. 2:11-12). Perhatikan kembali, itulah yang difirmankan Allah, itu bukan kata-kata manusia. Sebab apa yag ditulis Paulus bukan doktrin atau pengajaran manusia, tetapi “memang sungguh-sungguh demikian--sebagai firman Allah” (1 Tes. 2:13).

Frasa “memerintah atas laki-laki” mengandung arti berkuasa atas laki-laki, dan ketika perempuan mengambil alih kepemimpinan baik untuk mengajar (berkhotbah) atau pun menjadi pemimpin dalam pertemuan-pertemuan umum jemaat maka itu sudah menabrak batasan-batasan yang ditetapkan Kitab Suci.

Mengapa kaum perempuan tunduk di bawah kepemimpinan kaum Adam karena Kitab Suci menegaskan bahwa “Karena suami (laki-laki) adalah kepala istri (perempuan) sama seperti Kristus adalah Kepala jemaat...” (Ef. 5:23). *Note: Kata laki-laki dan perempuan dalam kurung hanya tambahan belaka).

Perlu digarisbawahi bahwa kaum perempuan diperintahkan untuk tidak berkhotbah atau mengambil alih pimpinan dari laki-laki dalam pelayanan umum (ibadah) bukanlah suatu sikap radikal yang didukung oleh “gereja saya” (jika saya pemilik gereja!) tetapi itulah yang Tuhan kehendaki yang dituliskan rasul-Nya dalam Firman-Nya. Apakah kamu mau berdebat dengan Tuhan?

Gereja tidak pernah melarang perempuan berdoa dalam ibadah. Seluruh jemaat harus berdoa ketika seseorang memimpi mereka dalam doa. Namun, seperti yang dinyatakan ayat di atas, perempuan tidak diizinkan untuk memimpin dalam ibadah umum.

Kaum perempuan masih tetap bisa berkarya dalam gereja-Nya, mengajar kaum perempuan dan sekolah minggu serta melakukan penginjilan. Ada contohnya dalam (Kis. 18:24-26). Priskila dan Akwila, ketika melihat Apolos mengajar namun apa yang diajarkannya itu tidak tepat, “mereka membawa dia ke rumah mereka dan dengan teliti menjelaskan kepadanya Jalan Allah.” Apolos mengajar di depan umum, dalam perkumpulan. Namun Priskila tidak mengajarnya di depan umum itu, ia menunggu sampai Apolos selesai mengajar, lalu kemudian bersama suaminya mengajar Apolos secara pribadi.

Rasul Paulus menyebutkan nama dua orang perempuan, Euodika dan Sinthike, dan menasihatkan, “Bahkan, kuminta kepadamu juga, Sunsugos, temanku yang setia: tolonglah mereka. Karena mereka telah berjuang dengan aku dalam pekabaran Injil, bersama-sama dengan Klemens …” (Filp. 4:3).

Kedua pelayan yang saleh itu bukanlah “anggota kelas dua” dalam gereja-Nya. Kalau perempuan boleh memimpin dalam ibadah umum, maka Tuhan tentu tidak akan melarangnya. Namun dalam ayat-ayat kitab suci Tuhan maupun Rasul-Nya tidak pernah menempatkan perempuan untuk memimpi dalam ibadah umum gereja. Kitab Suci dengan jelas berkata “tidak mengizinkan perempuan mengajar dan juga tidak mengajarkan memerintah laki-laki.” (© GOSPEL MINUTES, Vol. 41, No. 6, FEB. 7, 1992).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan Beri Komentar atau Kritik Membangun