Jumat, 25 Desember 2009

Menyimpannya di Dalam Persimpanannya


Tentang Persembahan ...
Oleh Leroy Brownlow

Banyak orang Kristen yang belum tahu tentang persembahan beserta hal-hal yang melekat di dalamnya. Menyimpan di dalam persimpanannya atau memberi persembahan merupakan salah satu dari tanggung jawab positif dalam kehidupan orang Kristen.

Di setiap zaman atau dispensasi, manusia telah diajar untuk memberi atau mempersembahkan korban kepada Allah; sebab itu, memberi persembahan yang tepat telah menjadi suatu hal yang penting bagi-Nya.

Pada zaman kitab Kejadian disebutkan, “Habel juga mempersembahkan korban persembahan dari anak sulung kambing dombanya, yakni lemak-lemaknya; maka TUHAN mengindahkan Habel dan korban persembahannya itu, tetapi Kain dan korban persembahannya tidak diindahkan-Nya. Lalu hati Kain menjadi sangat panas, dan mukanya muram.” (Kej. 4:4, 5). Allah tidak langsung menerima apa saja yang dipersembahkan, demikian juga dengan sekarang. Ini harusnya mendorong kita untuk berpikir tentang persembahan yang akan kita persembahkan.

Kristus memerhatikan bagaimana orang memberi. “Pada suatu kali Yesus duduk menghadapi peti persembahan dan memerhatikan bagaimana orang banyak memasukkan uang ke dalam peti itu. Banyak orang kaya memberi jumlah yang besar.” (Markus 12:41). Yesus memerhatikan apa yang mereka berikan; Ia memerhatikan apa dan berapa yang kita berikan.

Tuhan memerhatikan saat Ananias dan Safira memberikan persembahan mereka (Kis. 5:1-11). Dalam usaha yang sia-sia untuk mendapat pujian dari manusia, mereka berdusta tentang pemberian mereka. Akibatnya? Mereka dibinasakan saat itu juga. Ingat pernyataan Kitab Suci berikut ini: “Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya.” (Gal. 6:7).

Allah memerhatikan persembahan kita; apa, bagaimana, sudah proporsionalkah atau belum, Ia tahu. Selalu mengingat fakta ini akan mendorong kita agar senantiasa memberikan persembahan yang terbaik kepada-Nya.

1 Korintus 16:2
Berhubungan dengan persembahan, ada beberapa pertanyaan yang perlu kita selidiki, dan jawabannya yang terdapat dalam 1 Kor. 16:2 harus direnungkan. “Pada hari pertama dari tiap-tiap minggu hendaklah kamu masing-masing--sesuai dengan apa yang kamu peroleh--menyisihkan sesuatu dan menyimpannya di rumah, supaya jangan pengumpulan itu baru diadakan, kalau aku datang.”

Pertanyaan Pertama: Kapan? “Pada hari pertama dari tiap-tiap minggu.”
Pengaturan masalah waktu atau hari ini sangat perlu diperhatikan. Allah mengkhususkan hari pertama dalam minggu. Karena hari ini selalu ada setiap minggu, maka kita harus selalu memberi dengan teratur dan sistematis. Ini juga secara tidak langsung mewajibkan setiap orang Kristen menghadiri perhimpuan ibadah setiap hari pertama dalam minggu – Hari Minggu – agar dia dapat memberikan persembahannya. (Ibr. 20:25).
Pertayaan Kedua: Siapa? “Hendaklah kamu masing-masing.”
Paulus menulis surat itu kepada orang Kristen, anggota gereja; sebab itu, setiap orang Kristen diperintahkan untuk memberi sesuatu sesuai dengan berkat yang ia peroleh. Perintah ini berlaku baik kepada laki-laki maupun perempuan, tua-muda.

Berikutnya: Apa? “Menyisihkan sesuatu dan menyimpannya di rumah.”
Ini mengatakan kepada kita apa yang harus dilakukan, dan setiap orang Kristen harus memberi dengan kerelaan, direncanakan. “Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita.” (2 Kor. 9:7)

Memberi persembahan harus dengan kerelaan, bukan tanpa dipikirkan sama sekali. Bukan mencari Kerajaan Allah lebih dahulu namanya kalau kita menghabiskan waktu selama seminggu dan datang beribadah pada hari Minggu lalu memberikan persembahan kepada Allah beberapa rupiah yang tersisa. Persembahan itu harus kita berikan dengan kerelaan, dan direncanakan dengan baik, sehingga kita sudah siap untuk memberi jika waktunya telah tiba.

Ini juga mengajarkan agar setiap orang Kristen membuat perencanaan keuangan-persembahan kepada Allah dengan saksama, cermat dan berpatokan pada firman-Nya. Mempersembahkan beberapa receh rupiah yang tersisa, atau tidak tahu berapa yang akan dipersembahkan saat pengumpulan uang tiba bukanlah karakter orang Kristen sejati.

Seperti yang disebutkan di atas, kita harus memberi tapi “jangan dengan sedih hati atau karena paksaan.” “Dengan sedih” artinya memberi dengan enggan. Janganlah kita bersedih dengan pemberian kita atau bersungut-sungut dalam memberi. Juga jangan bersungut-sungut atas khotbah-pelajaran yang berbicara tentang persembahan.

Persembahan yang diberikan karena paksaan, tekanan, atau dengan motif agar mendapat pujian dari manusia tidak akan bermanfaat kepada si pemberi. Faedah pemberian itu hilang dari si pemberi. “Pemberian tanpa si pemberi adalah kosong.” ---James Russel Lowell.

Selanjutnya: Berapa Banyak? “Sesuai dengan apa yang kamu peroleh.”
Inilah pemberian yang sebanding, sepadan. Jumlah persembahan kita harus sebanding dengan jumlah berkat yang kita peroleh. Kita melihat keadilan Allah dalam perintah ini. Perintah ini dibuat sedemikian rupa supaya setiap orang, entah ia mendapat banyak atau sedikit, bisa menaatinya. “Sebab jika kamu rela untuk memberi, maka pemberianmu akan diterima, kalau pemberianmu itu berdasarkan apa yang ada padamu, bukan berdasarkan apa yang tidak ada padamu.” (2 Kor. 8:12).

Bagaimana dengan persembahan perpuluhan?
Hukum perpuluhan diberikan di bawah zaman Bapa-bapa dan Yahudi. Ini persembahan yang sepadan dan jumlahnya adalah sepersepuluh. Abraham memberikan perpuluhan kepada Malkisedek, Imam Allah Yang Mahatinggi. (Kej. 14:17-20). Yakub bernazar kepada Allah, “Dan batu yang kudirikan sebagai tugu ini akan menjadi rumah Allah. Dari segala sesuatu yang Engkau berikan kepadaku akan selalu kupersembahkan sepersepuluh kepada-Mu.” (Kej. 28:22)

Perpuluhan diberikan kepada orang Ibrani, di bawah hukum Musa, dan menjadi standar hukum persembahan mereka. “Demikian juga segala persembahan persepuluhan dari tanah, baik dari hasil benih di tanah maupun dari buah pohon-pohonan, adalah milik TUHAN; itulah persembahan kudus bagi TUHAN ... Mengenai segala persembahan persepuluhan dari lembu sapi atau kambing domba, maka dari segala yang lewat dari bawah tongkat gembala waktu dihitung, setiap yang kesepuluh harus menjadi persembahan kudus bagi TUHAN.” (Imamat 28:30-32)

Namun perhatikan, hukum perpuluhan tidak dapat dijadikan sebagai patokan atau pegangan dalam memberi persembahan sekarang sebab kita tidak berada di bawah hukum Musa. Artinya, di zaman kekristenan, kini, kita, dalam hal memberi persembahan, tidak diatur oleh hukum Musa, hukum Perpuluhan, tapi hukum Kristus, Perjanjian Baru.

Pertanyaan Terakhir: Mengapa? “Supaya jangan pengumpulan itu baru diadakan, kalau aku datang.”
Dalam berbagai kesempatan tidak perlu diadakan pengumpulan uang khusus kalau setiap orang Kristen memberi sesuai dengan berkat yang ia peroleh, secara teratur dan setiap hari minggu.

Memberi Persembahan, Suatu Anugerah yang Perlu Dikembangkan
Memberi persembahan, memberi yang terbaik, yang sesuai dengan kaidah hukum-Nya adalah suatu anugerah yang perlu ditumbuh-kembangkan. “Maka sekarang, sama seperti kamu kaya dalam segala sesuatu, --dalam iman, dalam perkataan, dalam pengetahuan, dalam kesungguhan untuk membantu, dan dalam kasihmu terhadap kami--demikianlah juga hendaknya kamu kaya dalam pelayanan kasih ini.” (2 Kor. 8:7).

Sukacita yang Sesungguhnya

Hidup sukacita adalah dambaan semua orang. Setiap orang mempunyai keyakinan tersendiri tentang apa yang bisa membuatnya bahagia dan bersukacita. Namun terkadang apa yang diyakini bisa membuatnya bahagia dan bersukacita itu justru malah menjeratnya ke dalam kemurungan dan kehampaan arti-hidup.

Pandangan umum tentang hal-hal yang bisa membuat manusia mendapatkan sukacita adalah uang, karir yang bagus, relasi yang banyak, keinginan selalu terpenuhi, dan lain-lain. Tapi kadang, walaupun kelihatannya semua hal yang disebutkan di atas terpenuhi, namun hidup masih tetap murung. Tak ada sukacita.

Di manakah sukacita sejati itu sesungguhnya terletak? Mungkinkah kita memiliki dan mendapatkan sukacita dan kebahagiaan yang sejati? Jawabannya: Ya!

Bila kita menempatkan rasa aman dan harapan kita pada Tuhan, maka kita akan mendapatkan sukacita itu. Di sinilah letak sukacita yang sesungguhnya.

Ketika seseorang menaruh harapan pada harta, pangkat atau status sosialnya, maka ia sedang berada di tepi jurang kemurungan. Bukan bermaksud mengatakan jika harta, pangkat atau status sosial tinggi itu tidak penting sama sekali. Akan tetapi, menaruh harapan pada sesuatu yang pasti akan binasa, hilang atau berubah sama de-ngan menaruh diri di ambang kemalangan. Mari kita camkan apa yang pernah di-firmankan Yesus, “Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu.” (Lukas 12:15).

Bilamana harapan kita gantungkan dan tetapkan pada Tuhan, kita akan bersukacita. Sebab, Tuhan itu kekal dan tidak berubah (Maleakhi 3:6; Ibr. 13:8). Sukacita akan tetap bersama kita. Hubungan yang harmonis dengan Tuhan adalah sumber utama sukacita yang sesungguhnya.

Sukacita sejati yang menjadi tujuan dan sasaran hidup kita harus berdasarkan kebenaran Firman Tuhan. Alkitab mengatakan apa yang harus kita prioritaskan atau cari dahulu dalam hidup ini. Yesus berfirman, “Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.” (Mat. 6:33).

Seseorang yang sasaran utama hidupnya adalah harta duniawi, kehormatan dari manusia ataupun hal-hal yang bersifat duniawi, maka ia tidak akan pernah mendapatkan sukacita yang sebenarnya. Jika tidak waspada bisa-bisa ia menjadi hamba pada hartanya.

Namun, kalau sasaran hidup kita adalah melayani Tuhan, maka sukacita akan tetap bersama kita. Berkat Tuhan akan berlimpah dalam hidup kita. Hati kita akan selalu bersukacita karena kita menjadi hamba pada Tuhan, pada kebenaran, bukan pada dunia.

Pola pikir yang benar membuat sukacita mengalir dalam hidup kita. Perasaan manusia bukanlah akibat dari kebetulan yang ada tetapi ditentukan oleh cara atau pola pikirnya.

Perspektif kita akan mempengaruhi perasaan kita. Kecenderungan berpikir negatif akan membuat perasaan dan hidup semakin buram. Tidak ada semangat. Akan tetapi, bila kita selalu memiliki pola pikir yang benar maka hidup kita akan selalu bergairah, berseri-seri. Kemampuan berpikir positif akan menolong dalam menjalin hu-bungan dengan orang lain.

Firman Tuhan melalui rasul Paulus berkata, “Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikir-kanlah semuanya itu.” (Pilp. 4:8).

Hidup sukacita adalah dambaan semua orang. Sumber sukacita yang sejati tidak jauh dari kita. Tuhan adalah sumber sukacita yang sebenarnya. Tuhan akan menolong setiap orang yang ingin mendapatkan sukacita dari-Nya. (*)

Rencana Allah Untuk Pernikahan


Tentang Pernikahan ...

Oleh Leroy Brownlow

Usia pernikahan dalam sejarah manusia hampir seusia dengan peradaban manusia itu sendiri. Pernikahan ditetapkan oleh Allah sendiri. Merupakan kehendak Allah bahwa seorang laki-laki dan seorang perempuan menjadi satu dalam perkawinan. Tidak ada ketetapan yang dibuat untuk poligami atau perceraian. Pernikahan itu dimaksudkan untuk berlangsung seumur hidup (Kej. 1:26-28; 2:18-25; Rom. 7:1-3; 1 Kor. 7:39).

Setelah manusia jatuh ke dalam dosa, poligami (beristri lebih dari satu orang) pun mulai (Kej. 4:19). Ketika hukum Musa diberikan, oleh karena kekerasan hati bangsa Israel, mereka diperbolehkan bercerai tapi itu dalam situasi dan kondisi tertentu (Ulg. 24:1-4). Dan ingat, ketetapan itu hanya diberikan kepada orang Israel dan juga karena kedegilan hati mereka. Meski sebenarnya Allah tidak berkenan dengan perceraian. Allah berfirman, “Sebab Aku membenci perceraian...” (Maleakhi 2:16).

Yesus Kristus datang ke dunia dan memberikan hukum baru, Perjanjian Baru, kepada semua bangsa, namun Ia tidak memberi hukum baru tentang pernikahan.

Sebaliknya, Ia menghendaki agar semua manusia kembali kepada rencana semula, hukum Allah yang asli, yang diberikan kepada bangsa Israel (Mat. 19:3-12). Firman yang berbunyi, ”...apa yang telah dipersatukan Allah, janganlah diceraikan manusia...” masih merupakan kehendak Allah kepada kita sekarang ini.

Tuhan, dalam Perjanjian Baru, hanya menyatakan satu-satunya alasan perceraian, yaitu apabila salah satu pasangan itu berzinah. Suami atau istri berhak menceraikan pasangannya yang berzinah. Dan seseorang yang menikah dengan orang yang telah diceraikan oleh sebab zinah itu ia juga berzinah (Mat. 19:9). Jadi tidak ada perceraian hanya karena beda pendapat, atau karena merasa tidak cocok lagi.

Orang-orang yang berzinah tidak akan mewarisi kerajaan surga (1 Kor. 6:9,10; Ibr. 13:4). Mereka yang berzinah harus bertobat, berhenti berbuat zinah dan kembali kepada Allah untuk mendapatkan pengampunan.

Rumah Tangga adalah fundasi utama dalam masyarakat. Rumah Tangga berfungsi menyediakan persahabatan, pemenuhan kebutuhan pokok manusia, membesarkan dan mendidik anak. Masyarakat, gereja dan bangsa hanya bisa kuat bila Rumah Tangga dan keluarga juga kuat.

Banyak hal sekarang ini yang berusaha menghancurkan keharmonisan rumah tangga. Seperti hukum perceraian yang begitu mudah, tindakan-tindakan amoral dan pandangan yang salah tentang peranan kaum wanita dalam masyarakat. Namun, yang paling dominan adalah kegagalan manusia menaati hukum Allah tentang hukum pernikahan dan segala hal yang melekat di dalamnya seperti yang terdapat dalam Alkitab.

Umat Allah hendaknya jangan memutar-balikkan hukum dan kehendak Allah, khususnya tentang pernikahan. Kita tidak memiliki hak untuk merubah ketetapan Allah. Walaupun mayoritas masyarakat telah mengubah arti pernikahan dan perceraian, tetapi kita sebagai umat-Nya harus tetap berdiri pada kebenaran firman Tuhan.

Patokan kita adalah kebenaran firman-Nya, bukan pendapat manusia. Adalah sangat penting untuk kita pahami bahwa pernikahan itu adalah seumur hidup dan perceraian adalah dosa, kecuali oleb sebab zinah.

Karena itu jangan kita melupakan nasehat ilahi, ”Hendaklah kamu semua penuh hormat terhadap perkawinan dan janganlah kamu mencemarkan tempat tidur, sebab orang-orang sundal dan pezinah akan dihakimi Allah.” (Ibr. 13:4). Rencana Allah terhadap pernikahan adalah masih tetap: “satu laki-laki, satu istri, seumur hidup.”

Kemurtadan Besar

Penyimpangan Besar yang Dimotori Oleh Sekelompok Orang ...

Judul Asli: The Great Apostasy

“Tetapi Roh dengan tegas mengatakan bahwa di waktu-waktu kemudian, ada orang yang akan murtad lalu mengikuti roh-roh penyesat dan ajaran setan-setan, oleh tipu daya pendusta-pendusta yang hati nuraninya memakai cap mereka. Mereka itu melarang orang kawin, melarang orang makan makanan yang diciptakan Allah supaya dengan pengucapan syukur dimakan oleh orang yang percaya dan yang telah mengenal kebenarana.” (1 Tim. 4:1-3)

Yesus mendirikan lembaga kerohanian terbesar, yaitu Gereja-Perjanjian Baru, dan menghendaki agar gereja-Nya dikelola menurut hukum yang Ia tetapkan. Setelah para rasul meninggal, penyimpangan pun mulai terjadi. Perubahan yang sedikit demi sedikit itu mengakibatkan institusi tersebut makin jauh dari kebenaran. F.W. Mattox dan E.M. Borden menyebutkan, perubahan-perubahan kecil seperti para penatua memilih kepala penatua atau bishop terjadi sekitar tahun 150 M.

Perubahan sedikit demi sedikit yang terjadi pada awal abad ke -3 M telah merubah iman dan persekutuan jemaat yang mula-mula ke dalam federasi episkopal keuskupan, yang dikepalai oleh para bishop yang mengklaim mendapat otoritas langsung dari rasul-rasul.

Secara berangsur-angsur, khususnya pada abad ke-4 M, bishop Roma menetapkan dirinya menjadi bishop kepala di antara para bishop. E.M Borden menyebutkan, pada tahun 606 ditahbiskanlah paus pertama yaitu Boniface III. Episkopal kepausan yang sama sekali tidak pernah disebutkan dalam organisasi Gereja Perjanjian Baru itu pun eksis. Tata cara ibadah dibentuk dan sakramen-sakaramen ditetapkan. Sekelompok orang yang murtad ini mengatakan semuanya itu dibutuhkan untuk mendapatkan keselamatan, dan itu hanya bisa dilaksanakan oleh para imam yang kepadanya diberikan kuasa dan otoritas.

Lalu, pada tahun 325 M, diterbitkanlah kredo-kredo untuk memimpin semua umat Kristiani, yang dikenal dengan Kredo Nicean, yang berawal dari pertemuan Dewan Bishop di Necia–Bithania, dekat kota Konstantinopel itu diprakasai oleh pemimpin Romawi, Kaisar Constantine. Kredo-kredo itu mereka terima secara aklamasi dan berkembang hingga keseluruh wilayah kekuasaan kaisar Roma. Setiap orang “Kristen” yang tidak mau menerima kredo tersebut dicap bida’ah (sesat, menyimpang).

Sangat mengherankan betapa cepat dan jauhnya kelompok yang murtad itu menyimpang dari pola Gereja Perjanjiaan Baru yang benar. Mereka tidak membutuhkan lagi otoritas Kitab Suci untuk mengajarkan dan mengamalkan apa yang mereka mau; pengekangan pun merajalela. Penyimpangan demi penyimpangan dari Kitab Suci bermunculan. Beberapa di antaranya bisa Anda perhatikan dalam daftar berikut ini:

  1. Perbedaan dan jarak di antara para penatua, dibuat.
  2. Doa-doa bagi orang mati, dimulai kira-kira tahun 300 M.
  3. Tanda salib, (dari dahi-ke dada terus ke kiri dan ke kanan) sebelum dan sesudah berdoa dipraktekkan sejak tahun 300 M.
  4. Penyalaan lilin sebagai bagian dari ritual tata-cara ibadah, sekitar tahun 320 M.
  5. Pemujaan malaikat, orang-orang kudus yang telah mati, serta penggunaan patung-patungnya, dimulai sekitar tahun 375 M.
  6. Misa ditambahkan sebagai perayaan sehari-hari, tahun 394 M.
  7. Pengagungan dan Pemujaan terhadap Maria dimulai, dengan gelar “Bunda Allah” dikenakan kepadanya, oleh Dewa Efesus pada tahun 431 M.
  8. Para imam mulai mengenakan pakaian yang berbeda (jubah) dari orang awam, tahun 500 M.
  9. “Pengurapan minyak suci” (untuk orang yang sedang sekarat), diperkenalkan sekitar tahun 526 M.
  10. Doktrin Purgatori (Api Penyucian), ditetapkan oleh Gregory I tahun 593 M.
  11. Pemakaian Bahasa Latin dalam doa dan ibadah ditetapkan oleh Gregory I, tahun 600 M.
  12. Doa ditujukan langsung kepada Maria, orang-orang suci yang telah mati, dan malaikat-malaikat, diperkenalkan sekitar tahun 600 M.
  13. Gelar “Paus” atau Bishop Universal diberikan kepada Baniface III oleh kaisar Pochas tahun 607 M.
  14. Instrumental musik ditambahkan ke dalam ibadah oleh paus Vitalia pada tahun 657 M, tapi karena banyaknya kemarahan dan penolakan, alat musik itu disingkirkan; namun beberapa tahun kemudiaan ditambahkan lagi.
  15. Mencium kaki paus dimulai ketika Paus Constatine bertakhta tahun 709 M.
  16. Kuasa para paus atas dunia, diberikan oleh Pepin, raja Franks, tahun 750 M.
  17. Penyembahan terhadap salib, patung-patung dan benda-benda keramat, diresmikan tahun 786 M.
  18. Air suci, yang dicampur dengan sejumput garam dan diberkati oleh imam, mulai dipraktekkan tahun 850 M.
  19. Pemujaan Santo Yosef, diperkenalkan tahun 890 M.
  20. Lembaga para kardinal, didirikan tahun 927 M.
  21. Baptisan lonceng, ditetapkan oleh Paus Yohanes XIII tahun 965 M.
  22. Kanonisasi orang-orang suci yang meninggal pertama kali dipraktekkan oleh Paus Yohanes XV tahun 995 M.
  23. Puasa setiap hari Jumat selama bulan puasa Saum, dimulai sekitar tahun 998 M.
  24. Menghadiri Misa, menjadi suatu korban persembahan, ditetapkan menjadi sebuah kewajiban pada abad XI.
  25. Selibasi (Pembujangan) para imam dan kardinal, dideklarasikan oleh Paus Gregory VII (Hildebrand) tahun 1079.
  26. Rosario, yang berisi butiran-butiran tasbih dipakai ketika berdoa, diciptakan tahun 1190.
  27. Penjualan surat pengampunan dosa dimulai sekitar tahun 1190.
  28. Transubstantiasi (dalam perjamuan, roti dan anggur saat dimakan dan diminum berubah menjadi tubuh dan darah Yesus yang sesungguhnya) diumumkan oleh Paus Innocent III tahun 1215.
  29. Pengakuan dosa kepada imam (bukan kepada Allah) juga ditetapkan oleh Paus Innocent III di hadapan Dewan Lateran tahun 1215.
  30. Pemujaan roti wafer (roti tipis yang dipakai saat ritual misa) didekritkan oleh Paus Honorius III tahun 1220.
  31. Alkitab terlarang bagi kaum awam dan ditempatkan dalam Indeks Kitab-kitab Terlarang oleh Dewan Valencia tahun 1229.
  32. Scapular, kain berbentuk syal yang dikenakan di atas bahu para biarawan, ditetapkan oleh Simon Stock, seorang biarawan Inggris, tahun 1251.
  33. Cawan Perjamuan terlarang bagi umat biasa, oleh Dewan Constance, tahun 1414.
  34. Purgatori (Api Penyucian) dinyatakan sebagai dogma oleh dewan Florence, tahun 1439.
  35. Doktrin Tujuh Sakramen, disahkan tahun 1439.
  36. Golongan para imam Jesuit, didirikan oleh Loyola tahun 1534.
  37. Tradisi dinyatakan setara otoritasnya dengan Alkitab, oleh Dewan Trent tahun 1545.
  38. Kitab-kitab Apokripa ditambahkan ke dalam Alkitab, oleh Dewan Trent tahun 1446.
  39. Kredo Paus Pius IV ditetapkan sebagai kredo resmi dan sah tahun 1560.
  40. Silabus atau Ikhtisar kesalahan-kesalahan diproklamirkan oleh Paus Pius IX dan disahkan oleh Dewan Vatican – mengecam kebebasan beragama, suara hati, pidato, surat kabar dan penemuaan-penemuan ilmiah yang tidak disetujui oleh gereja Roma (Katolik). Dokumen yang sama, yang diterima tahun 1864, menegaskan otoritas yang dimiliki paus di dunia atas seluruh pemimpin sipil.
  41. Keadaan paus tak dapat berbuat kesalahan dalam hal iman dan moral diumumkan oleh Dewan Vatikan tahun 1870.
  42. Sekolah umum dikecam oleh Paus Pius XI tahun 1930.
  43. Doktrin kenaikan Maria (tubuhnya terangkat langsung ke surga setelah mati) diajarkan oleh Paus Pius XII tahun 1950.
  44. Maria dinyatakan sebagai ibu gereja oleh paus Paulus VI, tahun 1965.

Doktrin-doktrin dan tata-cara ibadah pada daftar di atas benar-benar menyimpang jauh dari pengajaran Gereja-Perjanjian Baru yang didirikan Yesus tahun 33 M. Penyimpangan-penyimpangan tersebut diperkenalkan oleh gereja Roma, nyata sekali bertolak belakang dengan Kitab Suci.

Itu adalah institusi buatan manusia yang tidak mengamalkan kebenaran. Fakta ini bukannya tak diperhatikan oleh orang. Di bawah permukaan gereja yang kuasanya atas kehidupan dan pikiran orang-orang nampak absolut dan tak dapat diganggu-gugat itu terdapat pemberontakan bawah-tanah dan ketidaksepakatan. Kadangkala suara-suara pemberani akan menemukan caranya untuk menerobos ke atas dan berkata dengan tegas menentang penyimpangan-penyimpangan tersebut.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
© Copyright, Truth For Today, 2002.
http://www.biblecourses.com
Dialih-bahasakan oleh Marolop Simatupang
(dengan penyesuaian tata bahasa seperlunya)

Mengapa Perempuan Tak Diizinkan Memimpin Kebaktian Umum

Oleh : Clem Thurman

Yesus Kristus tentunya tidak berprasangka buruk terhadap kaum perempuan, tidak juga menganggap remeh kemampuan mereka. Demikian juga para rasul yang dipimpin oleh Roh Kudus yang Ia utus untuk memimpin mereka ke dalam seluruh kebenaran (Yoh. 16:13). Kitab Suci sangat menghargai kaum Hawa dan menempatkan mereka pada posisi terhormat

Yesus berdoa kepada Allah Bapa, “Kuduskanlah mereka dalam kebenaran; firman-Mu adalah kebenaran.” (Yoh. 17:17). .

Firman Allah menyatakan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh mereka yang akan melayani sebagai “penatua-penatua ... diaken-diaken dan ... gembala-gembala.” (Ef. 4:11;1 Pet. 5:1-3; 1 Tim. 3:1-7; Tit. 1:5-11). Salah satu syarat-nya adalah “suami dari satu isteri.” (1 Tim. 3:2; Tit. 1:6). Itu yang dikatakan Firman Tuhan. Apakah kita akan mengabaikan hal itu?

Menempatkan atau mengangkat seseorang yang tidak memenuhi syarat dalam sebuah tugas atau pekerjaan bukanlah suatu sikap menunjukkan hormat. Saya tidak pernah ditunjuk menjadi Sekretaris Negara atau duduk di kursi Makamah Agung. Saya juga tidak pernah diangkat menjadi kepala dokter bedah di sebuah rumah sakit ternama. Namun itu bukan berarti saya tidak dihargai sama sekali, tapi karena saya tidak memenuhi syarat untuk melakukan pekerjaan tersebut.

Itu juga tidak lantas membuat saya inferior dibandingkan dengan mereka yang memenuhi syarat pada pekerjaan tersebut. Itu hanya mengindikasikan bahwa kita melayani sesama di bidang yang berbeda. Akankah kondisinya lebih baik bila standar-standarnya direndahkan supaya penginjil seperti saya bisa mengoperasi pasien yang dalam kondisi sekarat? Itu bukan hanya suatu penghinaan bagi profesi kedokteran sebab saya tidak memenuhi syarat melakukan pekerjaan seperti itu.

Demikian juga, mencoba meninggikan seseorang dengan merubah peraturan yang telah ditetapkan oleh Allah merupakan suatu sikap tidak hormat pada gereja dan Tuhan yang telah membuat peraturan tersebut, yang mendirikan dan memerintah gereja melalui Firman-Nya. Dan salah satu peraturan yang disebutkan dalam Kitab Suci adalah bahwa perempuan tidak diizinkan memimpin dalam ibadah atau kebaktian umum.

Akan tetapi perlu diperhatikan meski dilarang oleh Kitab Suci, kaum perempuan bukanlah “anggota kelas dua” dalam Gereja yang didirikan oleh Yesus. Rasul yang diilhami itu dengan jelas menulis, “Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus.” (Gal. 3:28).

Namun setara bukan berarti semua punya tugas dan pekerjaan yang sama. “Karena tubuh juga tidak terdiri dari satu anggota, tetapi atas banyak anggota … Tetapi Allah telah memberikan kepada anggota, masing-masing secara khusus, suatu tempat pada tubuh, seperti yang dikehendaki-Nya … Memang ada banyak anggota, tetapi hanya satu tubuh … Adakah mereka semua rasul, atau nabi, atau pengajar? Adakah mereka semua mendapat karunia untuk mengadakan mujizat.” (1 Kor. 12:14, 18, 20, 29).

Tidak semua anggota jemaat memenuhi syarat pada semua kategori pekerjaan-pekerjaan gereja, namun hal itu tidak lantas membuat mereka menjadi “anggota kelas dua.” Masing-masing adalah anggota dalam tubuh seperti yang ditetapkan oleh Yesus.

Ada tugas dan pekerjaan yang harus dikerjakan dan masing-masing telah diberkati dengan karunia-karunia yang berbeda-beda agar tugas itu dapat dilaksanakan. Dalam hal ini, karena tiap-tiap anggota memiliki karunia-karunia yang berbeda, apakah itu berarti Allah memandang rupa?

Alkitab dengan jelas mengatakan bahwa Allah telah memberikan Yesus Kristus kepada Jemaat “... sebagai Kepala dari segala yang ada, Jemaat yang adalah tubuh-Nya…” (Ef. 1:22-23) Atas dasar itu, Yesus berfirman, “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi.” (Mat. 28:18)

Yesus yang sama juga berfirman, “Aku akan mendirikan JemaatKu.” (Mat. 16:18). Ia mendirikan gereja-Nya, lalu mengajarkan segala rencana-Nya dan peraturan dalam Firman-Nya. Ia menetapkan bagaimana peraturan-peraturan itu diajarkan dan juga tentang pemerintahan dalam gereja-Nya. Tuhan tidak pernah bertanya kapada manusia apa yang disukai oleh manusia itu, demikian pun hingga saat ini.

Ia memerintahkan manusia, “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk.” (Mark. 16:15). Dalam surat kiriman Paulus, Tuhan berfirman, “Sama seperti dalam semua Jemaat orang-orang kudus, perempuan-perempuan harus berdiam diri dalam pertemuan-pertemuan Jemaat. Sebab mereka tidak diperbolehkan untuk berbicara. Mereka harus menundukkan diri, seperti yang dikatakan juga oleh hukum Taurat.” (1 Kor. 14 :34). Itulah keinginan dan pengajaran Allah yang terdapat dalam Firman-Nya yang telah Ia ilhamkan.

Setelah Paulus, di jemaat-jemaat lokal, mengajarkan bahwa setiap orang dapat berdoa (dan mengajar) kemudian ia menulis, “Seharusnyalah perempuan berdiam diri dan menerima ajaran dengan patuh. Aku tidak mengizinkan perempuan mengajar dan juga tidak mengizinkannya memerintah laki-laki; hendaklah ia berdiam diri.” (1 Tim. 2:11-12). Perhatikan kembali, itulah yang difirmankan Allah, itu bukan kata-kata manusia. Sebab apa yag ditulis Paulus bukan doktrin atau pengajaran manusia, tetapi “memang sungguh-sungguh demikian--sebagai firman Allah” (1 Tes. 2:13).

Frasa “memerintah atas laki-laki” mengandung arti berkuasa atas laki-laki, dan ketika perempuan mengambil alih kepemimpinan baik untuk mengajar (berkhotbah) atau pun menjadi pemimpin dalam pertemuan-pertemuan umum jemaat maka itu sudah menabrak batasan-batasan yang ditetapkan Kitab Suci.

Mengapa kaum perempuan tunduk di bawah kepemimpinan kaum Adam karena Kitab Suci menegaskan bahwa “Karena suami (laki-laki) adalah kepala istri (perempuan) sama seperti Kristus adalah Kepala jemaat...” (Ef. 5:23). *Note: Kata laki-laki dan perempuan dalam kurung hanya tambahan penulis dalam artikel ini).

Perlu digarisbawahi kaum perempuan diperintahkan untuk tidak berkhotbah atau mengambil alih kepimpinan dari laki-laki dalam pelayanan umum (ibadah) bukanlah suatu sikap radikal yang didukung oleh “gereja saya” (jika saya pemilik gereja!) tetapi itulah yang Tuhan kehendaki yang dituliskan rasul-Nya dalam Firman-Nya. Apakah kamu mau berdebat dengan Tuhan?

Gereja tidak pernah melarang perempuan berdoa dalam ibadah. Seluruh jemaat harus berdoa ketika seseorang memimpin mereka dalam doa. Namun, seperti yang dinyatakan ayat di atas, perempuan tidak diizinkan untuk memimpin da-lam ibadah umum.

Kaum perempuan masih tetap bisa berkarya dalam gereja-Nya, mengajar kaum perempuan dan sekolah minggu serta melakukan penginjilan. Ada contohnya dalam (Kis. 18:24-26). Priskila dan Akwila, ketika melihat Apolos mengajar namun apa yang diajarkannya itu tidak tepat, “mereka membawa dia ke rumah mereka dan dengan teliti menjelaskan kepadanya Jalan Allah.” Apolos me-ngajar di depan umum, dalam perkumpulan. Namun Priskila tidak mengajar-nya di depan umum itu, ia menunggu sampai Apolos selesai mengajar, lalu kemudian bersama suaminya mengajar Apolos secara pribadi.

Rasul Paulus menyebutkan nama dua orang perempuan, Euodika dan Sinthike, dan menasihatkan, “Bahkan, kuminta kepadamu juga, Sunsugos, temanku yang setia: tolonglah mereka. Karena mereka telah berjuang dengan aku dalam pekabaran Injil, bersama-sama dengan Klemens …” (Filp. 4:3).

Kedua pelayan yang saleh itu bukanlah “anggota kelas dua” dalam gereja-Nya. Kalau perempuan boleh memimpin dalam ibadah umum, maka Tuhan tentu tidak akan melarangnya. Namun dalam ayat-ayat kitab suci Tuhan maupun Rasul-Nya tidak pernah menempatkan perempuan untuk memimpin dalam ibadah umum gereja Perjanjian Baru. Kitab Suci dengan jelas berkata “tidak mengizinkan perempuan mengajar dan juga tidak mengajarkan memerintah laki-laki.” (© GOSPEL MINUTES, Vol. 41, No. 6, FEB. 7, 1992).
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Dialih-bahasakan oleh Marolop Simatupang
(dengan penyesuaian tata bahasa seperlunya)

Apakah Manusia Itu?


Raja Daud pernah bertanya, “Apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia sehingga Engkau mengindahkannya?” (Mzm. 8:5)

Dalam beberapa hal, secara umum, manusia memiliki kesamaan dengan hewan. Menghirup udara yang sama, makan makanan yang jenisnya hampir sama, dan memiliki kebutuhan yang persis sama. Namun, manusia berbeda dengan hewan.

Karena kita berbeda dengan hewan, maka kita perlu tahu mengapa kita ada di dunia ini? Apa tujuannya kita hidup di muka bumi ini? Karena kita berbeda dari hewan, maka kita perlu tahu ke mana kita akan pergi setelah kita mati? Kita tahu bahwa hidup di dunia ini hanya sementara. Masih ada kehidupan yang abadi setelah ini.

Ayub pernah berkata, ”Manusia yang lahir dari perempuan, singkat umurnya dan penuh kegelisahan. Seperti bunga ia berkembang, lalu layu, seperti bayang-bayang ia hilang lenyap dan tidak dapat bertahan.” (Ayub 14:1-2)

Apakah kita sama seperti hewan bila kita mati? Bagaimana kita dapat menemukan jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan di atas?

Pembaca yang dikasihi Tuhan, Allah telah menyediakan jawabannya untuk kita di dalam Alkitab. Allah telah mengatakan siapakah kita, mengapa kita ada di dunia ini dan ke mana kita akan pergi setelah hidup ini.

Apakah Manusia itu?
Apa yang membuat manusia itu berbeda dengan hewan? Rasul Paulus memberi jawabannya, ”Semoga Allah damai sejahtera me-nguduskan kamu seluruhnya dan semoga roh, jiwa dan tubuhmu terpelihara sempurna dengan tak bercacat pada kedatangan Yesus Kristus, Tuhan kita.” (1 Tes. 5:23)

Manusia memiliki tubuh jasmani dan rohani, sementara hewan hanya jasmani. Tubuh jasmani kita akan mati, membusuk dan kembali ke tanah (Kej. 3:9; 35:18) Namun tubuh roh kita akan kembali kepada Dia yang mengaruniakannya.

“Dan debu kembali menjadi tanah seperti semula dan roh kembali kepada Allah yang menga-runiakannya” (Pengk. 12:7)

Mengapa Kita Ada di Dunia Ini?
Hidup di bumi ini singkat. Kematian akan menjemput setiap orang. Sebab itu, tidaklah bijak bila kita hidup hanya untuk memuaskan keinginan tubuh kita. Tidaklah bijak juga apabila kita hanya memikirkan dan mementingkan kepentingan sendiri, tidak peduli pada lingkungan dan sesama.

Rasul Yohanes mengingatkan, ”Janganlah kamu mengasihi dunia dan apa yang ada di da-lamnya. Jikalau orang mengasihi dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada di dalam orang itu. Sebab se-mua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan da-ging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia. Dan dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya. (1 Yoh. 2:15-17)

Yesus berfirman,”Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya? (Mat. 16:26)

Tujuan kita hidup di muka bumi ini adalah untuk memuliakan Allah dan melakukan apa yang Ia kehendaki, sesuai dengan yang tertulis dalam Alkitab.

“Akhir kata dari segala yang didengar ialah: takutlah akan Allah dan berpeganglah pada perin-tah-perintah-Nya, karena ini adalah kewajiban se-tiap orang.” (Pengk. 12:13)

Ke mana Kita akan Pergi?
Ke mana roh kita pergi setelah kita mati? Apa yang akan kita hadapi setelah kita meninggalkan dunia yang penuh dengan kejahatan ini?

Setelah kehidupan ini usai, kita , setiap orang, akan menghadap takhta penghakiman Allah. Penulis Kitab Ibrani menegaskan, “Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu di-hakimi.” (Ibr. 9:27)

Rasul Paulus mengingatkan kita, “Demikianlah setiap orang di antara kita akan memberi pertanggungan jawab tentang dirinya sendiri kepada Allah.” (Rom. 14:12) Dan “...kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dila-kukannya dalam hidupnya ini, baik ataupun jahat.” (2 Kor. 5:10)

Setelah penghakiman, ada dua tempat yang disediakan sebagai upah bagi kita yaitu Surga atau Neraka. Kehidupan sekarang inilah yang menentukan di mana jiwa manusia itu kelak. Surga, tempat yang penuh dengan sukacita, hidup bersama Anak Allah, suatu tempat bagi orang yang percaya dan taat kepada Allah. (Yoh. 14:1-3; Pilp. 3:20; Why. 21:3-5) Neraka, adalah tempat penghukuman, penuh dengan ratap tangis, penderitaan selamanya bagi mereka yang menolak percaya dan tidak taat kepada-Nya. (Mat. 10:28; 25:41,46; 2 Tes. 1:7-10)

Saya Harus Memilih ...
Allah sangat mengasihi kita. Ia ingin kita selamat. “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan ber-oleh hidup yang kekal.” (Yoh. 3:16)

Namun, Ia tidak memaksa seorang pun. Ia mengundang dan menghendaki kita selamat. “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepada-mu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan.” (Mat. 11:28-29)

Keselamatan hanya ada dalam nama Yesus. (Yoh. 14:6; Kis. 4:12) Apa yang harus kita lakukan untuk mendapatkan keselamatan itu? Apa yang harus kita lakukan untuk menjawab undangan Yesus?

Senin, 16 November 2009

Mendesak, Reformasi di Tubuh Kepolisian dan Kejaksaan

Oleh Marolop Simatupang

Menyusul penahanan oleh kepolisian terhadap dua unsur pimpinan (non-aktif) Komisi Pemberantas [an] Korupsi (KPK) Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah (telah ditangguhkan) dan kontroversi seputar rekaman kriminalisasi KPK yang diduga melibatkan oknum petinggi Polri dan beberapa jaksa, berbagai elemen masyarakat, aktivis anti-korupsi, para mahasiswa serta sejumlah organisasi non-pemerintah meminta agar kepolisian dan kejaksaan direformasi segera.

Sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), antara lain Imparsial, Indonesia Police Watch, Transparency International Indonesia (TII), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, dan Elsam, pekan lalu, menyampaikan permintaan tersebut kepada pemerintah melalui Tim Independen Verifikasi dan Proses Hukum Pimpinan (non-aktif) KPK Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengambil tindakan tegas untuk menyelesaikan kasus yang melibatkan kepolisian dan kejaksaan serta melakukan reformasi menyeluruh di lembaga penegak hukum tersebut.

Permintaan sejumlah LSM tersebut tepat mewakili harapan masyarakat luas saat ini. Publik mengharapkan pemerintah, dalam hal ini Presiden SBY segera mengambil langkah-langkah signifikan terhadap penyelesaian kasus yang menyedot perhatian umum tersebut. Disamping itu, kasus yang melibatkan institusi yang kedudukannya berada di bawah Presiden ini harus menjadi momentum yang baik untuk melakukan reformasi di kedua institusi hamba wet tersebut. Sebab bukan kali ini saja lembaga penegak hukum, seperti kejaksaan, disibukkan oleh ulah tak elok oknumnya sendiri.

Masih segar diingatan publik bagaimana tertangkap-tangannya Urip Tri Gunawan, jaksa yang menangani kasus BLBI, beserta beberapa jaksa senior lainnya dalam kasus suap oleh Artalyta Suryani. Lalu ada jaksa yang terlibat kasus penyalahgunaan barang bukti narkoba. Dan yang terkini, kasus kriminalisasi dua unsur pimpinan non-aktif KPK yang diduga melibatkan beberapa jaksa senior di kejaksaan dan petinggi Polri.

Setali tiga uang dengan kepolisian. Tidak asing lagi membaca dan mendengar warta di media massa cetak dan elektronik betapa seringnya oknum kepolisian terlibat tindak kriminal, melakukan tindakan represif terhadap masyarakat-sipil, serta menginterogasi orang, yang diduga melakukan kejahatan, dengan kekerasan.

Bukan bermaksud menghakimi dan mengkriminalisasi lembaga penegak hukum ini serta menyimpulkan institusi tersebut sudah bobrok hanya karena “nila setitik” dan ulah negatif beberapa oknumnya. Namun, menelisik dan melihat apa yang telah dan sedang terjadi di sekitar lembaga hukum tersebut dari kacamata masyarakat umum, bahwa reformasi di tubuh kepolisian dan kejaksaan saat ini sangat mendesak, harus segera dilakukan. Bukan hanya di luarnya saja, apalagi sebatas wacana, tapi menyeluruh pada tingkat struktural, manajemen, jajaran personel serta pada tingkat kultur. Tidak cukup hanya reposisi atau mengganti pucuk pimpinan. Tapi juga harus menjatuhkan sanksi tegas kepada oknum yang menciderai hukum dan rasa keadilan.

Berbagai kalangan menilai, kondisi organisasi di tubuh kepolisian, terutama dalam konteks sifat dan perilaku masih bersifat militeristik, dan cenderung arogan. Sementara lembaga kejaksaan, alih-alih menjadi garda peradilan dan tempat masyarakat mencari keadilan, justru menjadi tempat terjadinya makelar kasus dan para mafia peradilan leluasa bergerak mempermainkan hukum.

Kini bukan rahasia lagi di khalayak umum bahwa betapa sulitnya mencari keadilan di negeri ini tanpa uang dan kongkalikong dengan orang berkuasa, dengan oknum penegak hukum. Pasal-pasal hukum kadang hanya berlaku kepada orang tak berpunya. Namun bagi orang berada dan punya “hubungan dekat” dengan “orang dalam” penegak hukum pasal-pasal tersebut dibuat ompong.

Reformasi total di tubuh kepolisian dan institusi kejaksaan serta tindakan tegas terhadap oknum-oknum yang melanggar hukum dan menyalahgunakan wewenang tidak boleh tidak harus segera dilakukan. Jika tidak, dikhawatirkan akan memunculkan ketidak-percayaan masyarakat (public distrust) pada fungsi lembaga negara dan institusi penegak hukum, dalam hal ini kepolisian dan kejaksaan yang sama-sama berwenang menegakkan hukum.

Saat ini, kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum seperti kejaksaan, terutama kepolisian, tipis. Hampir semua masyarakat pernah merasakan betapa jika berhadapan dengan aparat kepolisian pasti ujungnya duit. Bila kondisi ini tidak segera dipulihkan, dan diperbaiki, dikhawatirkan nanti semua elemen masyarakat kompak menjadikan lembaga kepolisian dan kejaksaan musuh bersama. Bila itu sampai terjadi, gawatlah kesehatan demokrasi di negeri tercinta ini.
====================================================================
Telah dimuat di situs KabarIndonesia,
dan Majalah Forum Keadilan Edisi November 2009

Jumat, 30 Oktober 2009

Setelah Gempa di Padang, Selanjutnya di Mana?*

Oleh Marolop Simatupang

Gempa bumi yang menguncang kota Padang dan beberapa wilayah Sumatera Barat, Rabu (30/9) pukul 17.16 WIB sangat mengejutkan. Gempa berskala 7,6 skala Richter itu meluluhlantakkan kota Padang dan sekitarnya. Gempa tektonis di Bumi Andalas yang getarannya terasa nyaris sampai jarak 500 kilometer hingga Singapura dan Malaysia itu menelan ratusan korban jiwa dan ribuan korban luka-luka.

Setelah Padang, gempa juga mengguncang Kota Jambi. Gempa yang tercatat dengan skala 7,0 SR itu menghancurkan ratusan bangunan. Gempa yang tergolong gempa kuat itu menelan banyak korban. Empat minggu sebelumnya Tasikmalaya, Jawa Barat, juga diguncang gempa besar yang getarannya sampai ke Jakarta.

Keingintahuan pun menyeruak. Apa yang akan terjadi selanjutnya? Setelah di Sumatera Barat dan Jambi, selanjutnya di mana? Akan adakah gempa susulan yang lebih besar?

Memang tak ada yang bisa menetapkan secara presisi kapan dan di mana akan terjadi gempa. Hingga saat ini para ahli hanya dapat memperhitungkan kemungkinan akan terjadinya gempa, baik vulkanik maupun tektonis di suatu kawasan.

Kepulauan Nusantara, yang terlatak di cincin api (ring fire) memang tergolong rawan gempa bumi, khususnya pesisir bagian barat Pulau Sumatera. Palung (tanah yang berlekuk dalam dan berisi air) Sumatera kawasan barat yang merupakan zona penunjaman Lempeng Eurasia ke Lempeng Indo-Australia mengakibatkan Pulau Sumatera rawan diguncang gempa tektonis besar.

Beberapa ahli gempa sebenarnya telah memprediksi akan terjadi gempa di kawasan barat Pulau Sumatera. Prakiraan tersebut dibuat terutama setelah terjadi gempa bumi berskala 9,3 skala Richter yang mengakibatkan tsunami dahsyat di Aceh pada penghujung tahun 2004.

Dari pengamatan sejak tahun 2004 pasca-tsunami Aceh, terjadi beberapa gempa bumi yang cukup besar, seperti di Nias tahun 2005 bersakla 8,2 SR; di Padang pada tahun yang sama tercata 7,4 SR; di Bengkulu tahun 2007 tercatat 7,9 SR, lalu Padang dan Jambi tahun 2007 berskala 7,7 SR; di Bengkulu pada bulan Oktober 2007 berskala 7,0 SR; di Nanggroe Aceh Darussalam bulan Februari 2008 berskala 7,3 SR; Bengkulu dan Kepulauan Mentawai pada bulan Februari 2008 berskala 7,2 SR dan yang terkini di kota Padang dan Jambi.

Yusuf Surachman, Direktur Pusat Teknologi Inventarisasi Sumber Daya Mineral Badan Pengkajian danPenerapan teknologi (BPPT) mengatakan, energi di Padang memang sudah matang. Dan diperkirakan masih ada energi yang tersimpan. Pelepasan energi yang tidak sekaligus membuat gempa bumi tidak terlalu hebat namun dampaknya cukup mengerikan dan energi yang tersimpan dengan sendirinya akan berkurang.

Kalangan ahli gempa memerkirakan gempa di Sumatera Barat dan Jambi belum usai. Lempeng samudera dan lempeng benua akan terus bergerak melepaskan energi hingga mencapai posisi letak yang pas. Pergerakan inilah yang potensial akan menimbulkan gempa tektonis di sepanjang pesisir barat Pulau Sumatera.

Sri Widiayantoro, seorang guru besar dan ahli gempa dari ITB, seperti dikutip di sebuah media nasional mengatakan apakah pelepasan energi itu akan sering-sering tapi tidak terlalau besar atau akan dikeluarkan sekaligus besar tidak ada yang tahu. Para ahli gempa bumi tidak dapat memerkirakan kapan lagi terjadi pelepasan energi dan penunjaman lempeng samudra ke lempeng benua yang mengakibatkan gempa bumi tektonis.

Zona subduksi di kawasan Pulau Sumatera bagian barat yang panjangnya kurang lebih 1.200 kilometer membentang dari Aceh, Sumatera Utara, terus ke Padang, Bengkulu, Lampung bagian barat sampai ke Selat Sunda belum pecah semuanya. Artinya (mungkin) masih akan ada lagi gempa susulan di kawasan bagian barat Sumatera. Namun kapan, tak seorang pun tahu.

Inilah yang membuat masyarakat yang tinggal di pesisir Sumatera bagian barat dihantui kekwatiran dan harus terus waspada. Gempa yang mengguncang kota Padang dan Jambi bisa memicu gempa susulan di pesisir barat Pulau Sumatera, bahkan potensi skalanya bisa lebih besar. Artinya tidak tertutup kemungkinan gempa susulan mengguncang wilayah Kepulauan Mentawai hingga Lampung.

Hingga saat ini belum ada satu pun alat yang secara presisi dapat meramalkan kejadian gempa di bumi ini. Namun langkah antisipatif dapat dilakukan. Penataan ruang di wilayah rawan gempa harus segera diambil untuk menekan jumlah korban.

Masyarakat juga harus tahu mereka berada di wilayah yang tidak aman gempa sehingga mengerti konstruksi bangunan seperti apa yang layak digunakan dan apa yang harus mereka lakukan saat gempa terjadi. Pemerintah dan instansi terkait harus mengajarkan kepada masyarakat tentang cara-cara penyelamatan diri, ke mana harus pergi ketika bencana terjadi.
====================================================================
Telah dimuat di Majalah FORUM Keadilan
No. 24/12-18 Oktober 2009

Mencari Dia yang Telah Lahir

Oleh Marolop Simatupang

Popularitas, kekayaan, kebahagiaan semu! Kira-kira itulah yang dicari orang saat ini. Mencari Tuhan tidak lagi menjadi proritas utama kebanyakan orang sekarang. Mestinya manusia harus mencari Juruselamat. Di Atena, rasul Paulus berkata kepada orang banyak, “... Dialah yang memberikan hidup dan nafas dan segala sesuatu kepada semua orang supaya mereka mencari Dia ... Ia tidak jauh dari masing-masing. (Kis. 17:25-27).

Raja Daud berdoa, “Ya Allah, Engkaulah Allahku, aku mencari Engkau, jiwaku haus kepadaMu ...” (Mzm. 63:1). Musa mendorong bangsa Israel agar “... mencari Tuhan, Allahmu,” serta meyakinkan mereka bahwa mereka akan “menemukan-Nya, asal engkau menanyakan Dia dengan segenap hatimu dan segenap jiwamu.” (Ulg. 4:29).

Dalam kitab Matius 2:1-13, kita melihat beberapa orang mencari Dia yang baru lahir. Ki-sah ini sangat terkenal. Dari negeri nun jauh di Timur mereka berlelah datang ke Yerusa-lem agar bisa melihat Mesias yang baru lahir di palungan kandang domba itu. Pesan apa yang bisa kita pelajari dari pencarian mereka?

Mereka mencari Juruselamat
Siapa mereka? Kitab Suci menyebut orang-orang majus, yang pada saat itu berarti orang yang cerdik pandai dan mampu “melihat” sesuatu yang akan terjadi. Sekarang disebut orang bijak. Mereka berasal dari Timur, tapi kita tidak tahu tepatnya di mana. Beberapa sejarawan dan sarjana Kristen mengatakan mereka berasal dari jazirah Arab, yang lain berpendapat dari Persia, Babilon, Mesopotamia atau dari daerah timur lainnya. Memang tidak bisa pastikan, tepatnya, dari negara mana. Namun satu hal yang pasti bahwa mereka adalah non-Yahudi sebab mereka tidak berkata, “Raja kami,” tapi “Raja orang Yahudi.”

Meski informasi latar belakang orang-orang majus ini minim namun satu pelajaran positif dari mereka ialah bahwa mereka adalah para pencari Juruselamat yang tekun. Hikmat sejati mereka bukan terletak pada pengetahuan umum atau sekuler mereka, tapi dalam usaha mencari Dia yang baru lahir itu. Itulah hikmat sejati. Apakah Anda berpendidikan tinggi atau tidak, entahkah Anda kolongmerat atau bukan, namun jika Anda bersungguh-sungguh mencari Dia yang adalah “Raja di atas segala raja dan Tuan di atas segala tuan,“ (Why. 19-16), maka Anda adalah orang berhikmat, orang bijak.

Misi mereka ke Yerusalem bukan untuk berdagang, bukan juga untuk berwisata ke Laut Mediterania atau pelesiran ke Laut Mati yang kesohor itu, tapi untuk melihat Imanuel yang telah lahir itu. Setibanya di Yerusalem mereka bertanya,”Dimanakah Dia, Raja orang Yahudi itu?” Mereka tentu harus mengorbankan waktu, tenaga dan materi yang ti-dak sedikit agar bisa berjumpa dengan-Nya. Sebuah usaha yang layak diapresiasi.

Adakah komitmen dalam diri kita untuk mengorbankan waktu, tenaga dan materi demi Yesus? Allah telah mengarunikan kepada kita segala berkat rohani di dalam Kristus. (Ef. 1:3). Allah mendorong agar setiap orang mencari Juruselamat, dan Ia akan “memberi upah kepada orang yang sungguh mencari Dia.” (Ibr 11: 6).

Ingat juga bahwa dalam mencari Dia, jangan mengandalkan hikmat sendiri sebagaimana orang majus itu mengikuti petunjuk bintang-Nya yang mereka lihat di Timur. Jika kita ingin bertemu dan mendapatkan keselamatan dari Juruselamat, maka kita harus mengi-kuti petunjuk-Nya. Nabi Yeremia mengatakan, “Aku tahu, ya TUHAN, bahwa manusia tidak berkuasa untuk menentukan jalannya, dan orang yang berjalan tidak berkuasa untuk menetapkan langkahnya.” (Yer. 10:23).

Kita wajib mengikuti petunjuk, bimbingan dan arahan-Nya agar mendapatkan Dia, seper-ti orang-orang majus bertemu dengan Dia yang baru lahir itu.

Mereka bertemu dengan Dia
Bertahun-tahun sebelum Kristus lahir, Daud berkata kepada Salomo, anaknya, ”Jika eng-kau mencari Dia, maka Ia berkenan ditemui olehmu ...” (1 Taw 28 : 9). Orang-orang ma-jus itu mencari Juruselamat dengan sikap dan di jalan yang benar, dan dengan pertolong-an Allah, mereka bertemu dan “melihat Anak itu bersama Maria, ibu-Nya.” Kita bisa bayangkan betapa sukacitanya mereka saat melihat Dia yang mereka cari.

Pada zaman dahulu, orang Yunani, ketika menemukan apa yang mereka cari, mereka me-nunjukkan ekpresi sukacita dengan berkata “Eureka,” artinya “Saya menemukanya.” Kita tidak tahu apa yang mereka ucapkan pada saat melihat Dia, apakah mereka berteriak sukacita, atau meneteskan air mata bahagia. Tentunya mereka sangat bersukacita.

Jika mencari Tuhan dan keselamatan di jalan dan dengan sikap yang benar niscaya Allah pasti akan menolong kita. Dengan usaha yang sungguh-sungguh dan tekun di jalan-Nya, orang-orang yang mencari Dia akan menemukan-Nya dan dengan ekspresi sukacita bisa, seperti Filipus, mengatakan, ”Kami telah menemukan Dia yang disebut oleh Musa dan kitab Taurat dan oleh para nabi, yaitu Yesus, anak Yusuf dari Nazaret.” (Yoh. 1-45).

Seperti orang-orang majus itu, kita juga bisa berbahagia dengan sukacita yang mulia dan yang tidak terkatakan. (1 Pet. 1: 8).

Mereka sujud menyembah Dia
Setelah orang-orang majus itu melihat Dia bersama ibu-Nya, sujudlah mereka untuk me-nyembah Dia. Sikap yang layak untuk dicontoh! Mereka mencari Putra tunggal Bapa itu bukan untuk sensasi dan kesombongan, “Hey! Lihat, kami hebat! Kami telah melihat-Nya.” –tapi untuk menyembah-Nya. Mereka telah mengatakan komitmen ini sebelumnya. Mereka bertanya, “Di manakah Dia, raja orang Yahudi yang baru dilahirkan itu? Kami telah melihat bintang-Nya di Timur dan kami datang untuk menyembah Dia.” (Mat. 2:2).

Mereka tidak hanya sujud menyembah, tapi juga membuka tempat harta bendanya dan mempersembahkan kepada-Nya: emas, kemenyan, dan mur. Beberapa orang melihat gambaran dan lambang persembahan tersebut seperti ini: emas, persembahan yang diberi-kan kepada raja, benar bahwa Ia adalah Raja di atas segala raja, (Wah 19:16); kemenyan, salah satu dari wangi-wangian dalam persembahan ukupan yang kudus, persembahan yang diberikan kepada imam (Kel. 30:34-38); dan mur, minyak yang dibubuhi di tubuh Yesus, Juruselamat yang telah mati bagi dosa manusia itu sebelum dikuburkan. (Yoh 19 : 36). Bahwa Yesus adalah Raja, Imam dan Juruselamat!

Signifikansi yang sesungguhnya terletak bukan pada apa yang mereka persembahkan tapi pada sikap dan ekspresi hormat yang mereka tunjukkan kepada Raja mereka. Bahwa iba-dah yang sejati dan persembahan tidak dapat dipisahkan. Pada zaman Perjanjian Lama, umat-Nya mempersembahkan korban bakaran, saat ini orang Kristen harus memberikan persembahan yang lebih baik.

Jika Anda tak punya emas, kemenyan atau minyak mur, itu tak masalah. Persembahkan-lah yang terbaik yang Anda punya. Pertama, persembahkan dan berikan diri –komitmen total– Anda kepada-Nya, “Mereka memberikan lebih banyak dari pada yang kami harap-kan. Mereka memberikan diri mereka, pertama-tama kepada Allah ...” (2 Kor 8 : 5).

Tunjukanlah dedikasi sejati Anda kepada-Nya. “Karena itu, saudara-saudara, demi kemu-rahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.” (Rom. 12:1).

Orang-orang majus mencari Dia, Juruselamat manusia. Mereka mendapatkan-Nya serta mempersembahkan persembahan kepada-Nya. Semoga kita menjadi orang bijak, yang akan mencari dan mendapatkan Dia serta mempersembahkan persembahan terbaik kita kepada Mesias, Sang Penebus yang telah lahir itu.

Serafim dan Kerubium, Apakah Mereka Malaikat?


Apakah Dalam Alkitab Disebutkan Malaikat
Benar-benar Punya Sayap?

Oleh : Clem Thurman
Alih Bahasa : Marolop Simatupang
(dengan penyesuaian tata bahasa seperlunya)

“Serafim (berapi-api, yang terbakar): malaikat atau makhluk surgawi yang kerap diasosiasikan pada penglihatan nabi Yesaya, yang ‘melihat’ Bait Allah saat ia dipanggil untuk melayani dan bernubuat (Yes. 6:1-7). Hanya kitab inilah dalam Alkitab yang berbicara tentang makhluk misterius ini.” (Nelson’s Illustrated Bible Dictionary)

“Dalam tahun matinya raja Uzia aku melihat Tuhan duduk di atas takhta yang tinggi dan menjulang, dan ujung jubah-Nya memenuhi Bait Suci. Para Serafim berdiri di sebelah atas-Nya, masing-masing mempunyai enam sayap; dua sayap dipakai untuk menutupi muka mereka, dua sayap dipakai untuk menutupi kaki mereka dan dua sayap dipakai untuk melayang-layang. Dan mereka berseru seorang kepada seorang, katanya: "Kudus, kudus, kuduslah TUHAN semesta alam, seluruh bumi penuh kemuliaan-Nya!” (Yes. 6:1-3).

Yesaya mengatakan bahwa tiap serafim itu punya 6 sayap. Dan sangat jelas dalam ayat di atas (satu-satunya ayat yang menyebut nama serafim dalam Kitab Suci) dikatakan bahwa makhluk-makhluk itu malaikat. Mereka berada di hadapan takhta Allah, di hadapan-Nya.

“Kerubium (bentuk jamak dari kerub): malaikat bersayap, yang identik dan dihubungkan dengan puji-pujian dan penyembahan kepada Allah. Kitab Kej. 3:24 yang pertama kali menyebut kerubium. Ketika Allah menghalau Adam dan Hawa dari Taman Eden, Ia menempatkan beberapa Kerub di sebelah timur Taman Eden, ‘dengan pedang yang bernyala-nyala dan menyambar-nyambar, untuk menjaga jalan ke pohon kehidupan.’ Sesuai dengan para nabi, Kerubium termasuk dalam kategori malaikat-malaikat yang tidak jatuh; perlu diketahui, Lucifer dulunya merupakan salah satu dari malaikat Kerub; (Yeh. 28:14, 16), sebelum ia memberontak terhadap Allah.” (Nelson’s Illustrated Bible Dictionary)

“Ia menghalau manusia itu dan di sebelah timur taman Eden ditempatkan-Nyalah beberapa kerub dengan pedang yang bernyala-nyala dan menyambar-nyambar, untuk menjaga jalan ke pohon kehidupan.” (Kej. 3:24).

“Kuberikan tempatmu dekat kerub yang berjaga, di gunung kudus Allah engkau berada dan berjalan-jalan di tengah batu-batu yang bercahaya-cahaya. Engkau tak bercela di dalam tingkah lakumu sejak hari penciptaanmu sampai terdapat kecurangan padamu. Dengan dagangmu yang besar engkau penuh dengan kekerasan dan engkau berbuat dosa. Maka Kubuangkan engkau dari gunung Allah dan kerub yang berjaga membinasakan engkau dari tengah batu-batu yang bercahaya..” (Yehez. 28:14-16).

“Wah, engkau sudah jatuh dari langit, hai Bintang Timur, putera Fajar, engkau sudah dipecahkan dan jatuh ke bumi, hai yang mengalahkan bangsa-bangsa! Engkau yang tadinya berkata dalam hatimu: Aku hendak naik ke langit, aku hendak mendirikan takhtaku mengatasi bintang-bintang Allah, dan aku hendak duduk di atas bukit pertemuan, jauh di sebelah utara. Aku hendak naik mengatasi ketinggian awan-awan, hendak menyamai Yang Mahatinggi! Sebaliknya, ke dalam dunia orang mati engkau diturunkan, ke tempat yang paling dalam di liang kubur.” (Yes. 14:12-15)

Dari catatan di atas jelas bahwa “seraf” dan “kerub” adalah malaikat. Mereka punya sayap. Contoh, reprensestasi Kerubium dibuat di Kemah Suci di padang belantara. Dua Kerub yang terbuat dari emas ditempatkan di kedua ujung Tutup Pendamaian, di atas tabut perjanjian, di dalam tempat yang maha suci. (Kel. 25:17-22; 1 Taw. 28:18; Ibr. 9:5).

Ketika Salamo membangun Bait Suci, dibuatnya dua kerub dari kayu minyak dan dilapisi dengan emas, masing-masing 10 hasta tingginya, dengan kedua sayap panjangnya 10 hasta (1 Raja-raja 6:23-28).

Jadi, serafim dan kerubium merupakan malaikat Allah, bersayap. Pertanyaannya, apakah semua malaikat punya sayap? Wah, kalau itu saya tidak tahu. Namun kedua jenis malaikat yang disebutkan di atas punya sayap. Seperti jenis-jenis malaikat lainnya (jika benar para malaikat itu punya spesifikasi masing-masing), Kitab Suci berkata, “Bukankah mereka semua adalah roh-roh yang melayani, yang diutus untuk melayani mereka yang harus memperoleh keselamatan?” (Ibr. 1:14). Poinnya, malalikat-malaikat Allah adalah pelayan-pelayan-Nya bagi orang Kristen, dan sanggup melakukan apa yang Allah kehendaki untuk mereka lakukan.

Beberapa malaikat punya sayap. Mungkin semuanya bersayap, kita tidak tahu, pastinya. Tergantung “pekerjaan” apa Allah berikan kepada mereka.

Contoh, meski banyak lukisan yang di dalamnya ada lukisan malaikat dengan wajah feminin plus beberapa ciri lainnya, seperti sayap, namun mayoritas malaikat yang disebutkan dalam Alkitab selalu berbentuk dalam rupa maskulin, serta tak ada indikasi punya sayap.

Ketika beberapa perempuan di Minggu pagi subuh datang menengok kubur Yesus, mereka dapati seorang malaikat telah menggulingkan batu penutup kubur itu, serta berkata kepada mereka, “Ia tidak ada di sini, sebab Ia telah bangkit.” (Mat. 28:1-5) Namun kitab Markus 16:1-6, malaikat ini disebut “seorang muda yang memakai jubah putih.” Mungkin rupanya saat itu kelihatan muda. Dengan kata lain, disimpulkan, malaikat-malaikat dapat mengambil rupa dalam berbagai bentuk –rupa– menurut apa yang Allah kehendaki.*)
-------------------------------------------------------------------------------------------------
(Copyright Gospel Minutes Vol. 53, No. 21, May 21, 2004.)

Perlukah Bayi Dibaptiskan?


Judul Asli: Should Babies Be Baptized?))
(diterjemahkan dengan penyesuaian tata bahasa seperlunya)

Apakah baptisan itu? Siapa yang harus dibaptiskan? Lalu, apa tujuan baptisan? Kira-kira itulah pertanyaan yang kerap diajukan oleh orang Kristen, dan sering pula menjadi bahan perdebatan dan tanya jawab hingga saat ini. Ada pula kelompok orang yang membaptiskan anak-anak, bahkan bayi–balita. Apakah ada jawaban yang bisa dipahami dengan mudah dan semua sependapat dengan jawaban itu? Allah telah menyediakan jawabannya –dalam Alkitab.

Baptisan –Definisi
Beragam cara dipakai kalangan orang Kristen membaptiskan orang sekarang. Ada dengan cara air dipercikkan ke kepala objek baptisan, yang lain dengan menuangkan air, ada juga dengan cara membenamkan (–membenamkan berarti menempatkan seseorang –seluruh tubuhnya– di dalam air untuk waktu yang singkat). Berbeda-beda. Lalu mana yang benar?

Kitab Suci mengatakan baptisan adalah suatu penguburan. “Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru.” (Rm. 6:4).


Jika Anda menguburkan jasad, tentu Anda tidak akan memercikkan tanah ke atas kepala tubuh yang telah mati itu, tidak juga hanya menyiram bagian kepala dengan tanah, tapi menutupi seluruhnya dengan tanah. Dikubur. Seperti itulah gambaran baptisan.

Baptisan, sesuai dengan Kitab Suci, adalah penguburan (pembenaman ke dalam air). Artinya, memercikkan air di atas kepala seseorang bukanlah baptisan yang benar. Seluruh tubuhnya harus dikuburkan –masuk– ke dalam air. “Akan tetapi Yohanespun membaptis juga di Ainon, dekat Salim, sebab di situ banyak air, dan orang-orang datang ke situ untuk dibaptis.” (Yoh. 3:23).
Yohanes Pembaptis memilih suatu tempat yag banyak airnya untk membaptiskan orang. Memercik atau menuang air hanya butuh sedikit air. Penguburan butuh banyak air. Yohanes Pembaptis tidak memercikkan air, tapi menguburkan ke dalam air.

“Lalu orang Etiopia itu menyuruh menghentikan kereta itu, dan keduanya turun ke dalam air, baik Filipus maupun sida-sida itu, dan Filipus membaptis dia. Dan setelah mereka keluar dari air, Roh Tuhan tiba-tiba melarikan Filipus dan sida-sida itu tidak melihatnya lagi. Ia meneruskan perjalanannya dengan sukacita.” (Kis. 8:38, 39).

Ketika Filipus membaptiskan sida-sida itu, keduanya turun ke dalam air. Setelah dibaptis, mereka keluar (dari air). Untuk memercikkan atau menuang air tidak perlu turun ke dalam air. Tapi membaptiskan seseorang ke dalam air –menguburkan– harus turun. Artinya, Filipus membaptiskan sida-sida dari Etiopia itu dengan cara menguburkannya ke dalam air, bukan dipercik.

Objek Baptisan
Alkitab mengajarkan bahwa ada beberapa hal penting yang mesti dilakukan objek baptisan. Pertama, harus percaya kepada Yesus Kristus. Firman-Nya, “Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum.” (Mark. 16:6). Percaya maksudnya beriman dalam kebenaran firman Yesus. Caranya? Mendengarkan firman Allah. Rasul Paulus berkata, “Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus.” (Rm. 10:17)

Maka sebelum dibaptiskan, objek baptisan harus beriman dulu, di dalam Yesus. Membaptiskan seseorang sebelum percaya kepada Yesus dan firman-Nya adalah melakukan sesuatu yang tidak berkenan kepada Allah –yang tidak diperintahkan dalam firman-Nya. Baptisan seperti itu tidak tepat.

Sekarang mari kita ajukan pertanyaan. “Dapatkah seorang bayi percaya dalam Yesus dan bahwa Ia adalah Anak Allah yang hidup?” Anda tahu jawabannya. Berarti bayi tidak perlu dibaptiskan. Tidak tepat apabila seorang bayi menjadi objek baptisan.

Sebelum dibaptis, objek baptisan itu juga harus mengaku imannya dalam Kristus lebih dulu. “Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan. Karena dengan hati orang percaya dan dibenarkan, dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan.” (Rm. 10:9, 10). Mustahil bayi bisa melakukannya.

Contoh terbaik tentang pengakuan iman terdapat dalam kitab Kisah Rasul 8. Filipus mengajar seorang Etiopia. Dia percaya. Kemudian –dalam perjalanan mereka– mereka tiba di suatu tempat yang banyak airnya. Orang Etiopia itu minta dibaptiskan. Namun sebelum dibaptiskan, ia mengaku imannya bahwa ia percaya Yesus Kristus adalah Anak Allah yang hidup. Kemudian ia dibaptiskan. Jelas sekali, baptisan mengikuti pengakuan.

Kita bertanya lagi. Dapatkah bayi mengaku imannya dalam Yesus? Maka dari itu bayi tidak siap untuk dan tidak perlu dibaptiskan. Bayi bukanlah objek yang tepat untuk baptisan yang tepat. Bayi belum tahu apa-apa tentang pengakuan iman. Sebab mengakui Yesus sebagai Putra-Nya harus dilakukan sebelum baptisan.

Objek baptisan juga harus bertobat dulu. Rasul Petrus dengan tegas menjawab, “Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus.” (Kis. 2:38).

Bertobat artinya merobah cara hidup dari ketidakbenaran, dari perbuatan jahat ke perbuatan yang baik, selalu melakukan apa yang benar, meninggalkan kejahatan. Merobah pola pikir, dari yang jahat ke yang baik. Selalu melakukan apa yang baik. Selalu melakukan apa yang dikehendaki Tuhan, tidak lagi menurut kehendak sendiri. Apakah bayi bisa dan tahu arti bertobat? Dapatkah dia merobah cara hidupnya? Maka bayi tidak perlu dibaptiskan, sebab praktek baptisan dilakukan sesudah pertobatan.

Lalu apa yang telah kita pelajari dalam traktat ini sejauh ini? Bahwa objek baptisan itu harus mendengarkan firman Allah dulu, beriman, percaya bahwa Yesus adalah Anak Allah yang hidup, mengaku imannya di hadapan manusia, bertobat baru dibaptiskan.

Dibaptiskan dulu baru percaya dan bertobat tidaklah tepat. Itu sebabnya bayi bukanlah objek yang tepat untuk dibaptis. Bayi tidak tahu apa arti dan tujuan mengaku iman dan ia tidak perlu bertobat. Alasannya, pertama, bayi tidak memiliki dosa. Kedua, bayi tidak kenal dosa.

Praktekkanlah apa yang diajarkan Kitab Suci. Kita bisa sependapat, tak perlu adu urat leher jika kita meletakkan ajaran firman Allah di atas ajaran manusia. Kitab Suci mencatat, “Tetapi sekarang mereka percaya kepada Filipus yang memberitakan Injil tentang Kerajaan Allah dan tentang nama Yesus Kristus, dan mereka memberi diri mereka dibaptis, baik laki-laki maupun perempuan.” (Kis. 8:12).

Harus Memberi Diri Dibaptis –Tujuan
Alkitab menyebutkan dasar dan tujuan baptisan. Pertama, jika ingin selamat, harus dibaptis. “Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum.” (Mark. 16:6). Rasul Petrus juga mengatakan, “Kamu diselamatkan oleh kiasannya, yaitu baptisan ...” (1 Pet. 3:21).

Kedua, jika ingin dosa-dosanya diampuni, maka harus dibaptiskan. Petrus berkata kepada orang banyak pada hari Pentakosta, “... bertobatlah, dan memberi diri dibaptiskan di dalam nama Yesus Kristus untuk keampunan dosa-dosa.” Kis. 2:38). Tidak ada cara lain di mana seseorang selamat saat ini, atau dosa-dosanya diampuni tanpa dibaptiskan (dikuburkan di dalam air) sesuai dengan Kitab Suci.

Tujuan lainnya, agar seseorang itu dimasukkan “ke dalam Kristus.” Menjadi orang Kristen. Anda belum menjadi orang Kristen jika belum masuk “ke dalam Kristus.” Bagaimana caranya? Rasul Paulus, dalam suratnya kepada jemaat Galatia, menjawab, “Karena kamu semua, yang dibaptis dalam Kristus, telah mengenakan Kristus.” (Gal. 3:27).

Anda masuk “ke dalam Kristus” melalui baptisan dan Anda pun menjadi orang Kristen. Itu juga menempatkan Anda ke dalam tubuh Kristus, yaitu Gereja-Nya. “Dan segala sesuatu telah diletakkan-Nya di bawah kaki Kristus dan Dia telah diberikan-Nya kepada jemaat sebagai Kepala dari segala yang ada. Jemaat yang adalah tubuh-Nya, yaitu kepenuhan Dia, yang memenuhi semua dan segala sesuatu.” (Ef. 1:22,23).

Gereja adalah orang yang telah diselamatkan dan ditambahkan ke dalam jemaat-Nya. Kristus adalah penyelamat dan penebus Gereja. Jika Anda ingin Kristus menjadi Juruselamat Anda, maka Anda harus berada di dalam Gereja-Nya. Jalan satu-satunya untuk menjadi orang Kristen dan masuk ke dalam Gereja-Nya adalah melalui baptisan yang benar.

Intisari
Apa kata Alkitab tentang dan cara baptisan? Baptisan adalah diselamkan, menempatkan objek baptisan sepenuhnya ke dalam air untuk sesaat. Mengapa harus dibaptiskan? Agar dosa-dosanya diampuni, dan selamat. Baptisan ini membuatnya menjadi bagian dari tubuh Kristus, yaitu Gereja.

Siapa yang harus dibaptis? Orang yang telah mendengar firman Allah, percaya, bertobat, mengaku imannya di hadapan manusia. Sangat sederhana, bukan? Jadi, bayi tidak perlu dan belum bisa dibaptiskan.

Apakah Anda telah memberi diri dibaptis menurut cara dan kententuan Kitab Suci? Jika ya, apakah Anda melakukannya setelah mempelajari firman-Nya, percaya, mengakui Yesus adalah Anak Allah yang hidup, lalu bertobat? Atau mungkin Anda belum dibaptis menurut cara Alkitab? (*)
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
© Truth for the World PO Box 751135
Memphis, TN 38175-1135 USA

Alkitab, Kitab yang Berisi Fakta-fakta


Oleh : Lloyd Frederick*

Dewasa ini, dalam dunia keagamaan, semakin banyak teori bermunculan. Saya tidak tertarik pada teori, saya hanya tertarik pada fakat-fakta Kekristenan Perjanjian Baru. Hanya ada dua bidang ilmu saat ini: Fakta dan Teori. Dalam sebuah fakta terdapat apa yang benar-benar ada, sementara dalam teori hanya berupa ide-ide yang belum terbukti kebenarannya, hanya ada dalam pikiran manusia, yang sewaktu-waktu bisa saja terbukti tidak tepat.

Sebuah fakta tidak dapat dirubah. Sia-sialah usaha manusia apabila mencoba merubah fakta-fakta. Sebaliknya, teori-teori dapat dirubah, sebab teori terdapat dalam pikiran manusia yang bisa berubah-ubah. Teori seseorang mungkin saja kelak terbukti menjadi sebuah fakta. Namun sebaliknya, ada juga kemungkinannya teori tersebut terbukti salah. Dalam keagamaan tidak ada tempat bagi teori, hanya bagi fakta-fakta yang tidak terbantahkan.

Alkitab adalah sebuah kitab yang berisi fakta-fakta sederhana, yang dinyatakan dalam satu atau dua suku kata. Pengajaran yang disampaikan oleh para rasul, yang mereka dapatkan dari bimbingan dan pimpinan wahyu dari surga, adalah pengajaran yang sangat sederhana. Orang banyak dapat mengerti dengan baik. Alkitab adalah kitab yang sederhana. Kata-kata dalam Alkitab merupakan kata-kata yang dapat dimengerti oleh semua orang. Itu adalah kitab Anda dari Allah. Bacalah itu untuk meningkatkan pengetahuan Anda tentang Allah, dan juga tentang hubungan dan tanggungjawab Anda kepada-Nya.

Alkitab diawali dengan pernyataan akan sebuah fakta mengenai penciptaan. Sejak saat itu manusiapun mulai berteori. Setiap teori mengenai penciptaan yang berkembang tidak mengurangi kebenaran akan pernyataan sederhana dalam kitab Kejadian itu.

Dalam beberapa dekade terakhir ini, banyak ilmuwan telah membuang sama sekali semua teori evolusi sebagai sebuah fabrikasi yang tidak dapat dibuktikan tentang setiap fakta baru mengenai asal-usul kehidupan, hanya fantasi. Tahun berlalu, dan penemuan teori evolusi semakin lemah dan semakin lemah, dan fakta-fakta yang dicatat dalam Kejadian Pasal 1 makin kuat dan semakin kuat.

Berbagai teori bermunculan, tumbuh subur, lalu gugur; namun fakta bertahan selamanya. Fakta-fakta dalam firman Allah merupakan senjata ampuh yang dapat dipakai untuk menentang orang-orang yang keyakinannya hanya berdasarkan gelombang waktu dan “kecaman yang lebih tinggi,” telah tumbang sia-sia. Sains yang benar, dari pada menyangkal fakta-fakta yang terdapat dalam firman Allah, tanpa pengecualian, telah menjadi saksi yang dapat dipercaya.

Dalam kitab Kejadian kita membaca kisah tentang air bah yang menutupi seluruh permukaan bumi serta menjadikan lautan yang tak bertepi. Fakta-fakta sederhana yang mengisahkan air bah tersebut telah diserang sejak saat itu, namun tak satu teori pun yang menyerang fakta-fakta itu bisa mengurangi kisah dan fakta-fakta air bah. Para ilmuwan yang menemukan kerang di atas gunung, yang hanya bisa hidup di dalam lautan, mungkin bisa dijadikan teori mengapa kerang-kerang itu ada di sana dan ilmuwan tersebut harus merubah teorinya sebelum ajal menjemputnya.

Alkitab mengatakan bahwa Yesus lahir dari seorang perawan dan fakta itu tetap ada meskipun diserang dengan kecaman tingkat tinggi. Teori-teori buatan manusia, yang telah menyangkal kelahiran-Nya dari seorang perawan dan dipakai juga untuk menyerang Yesus bahwa Dia hanyalah seorang yang baik. Jika fakta kelahiran dari seorang perawan adalah suatu kebohongan maka dunia telah menerima berkat-berkat yang agung melalui suatu kebohongan dan Yesus telah menjadi pembual terbesar.

Doktrin-doktrin dalam Perjanjian Baru juga dituliskan dalam statemen sederhana yang menjdi fakta-fakta. Yesus berfirman, ”Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum.” (Mark. 16:16). Yesus mengatakan fakta sederhana bahwa “Siapa yang percaya dan dibaptiskan akan diselamatkan.” Namun dunia keagamaan menyuguhkan teori yang mengatakan baptisan Perjanjian Baru tak ada sangkut pautnya dengan keselamatan manusia. Nah, di sini kita temukan lagi fakta versus teori. Sama seperti penganut paham modernis coba menyangkal keberadaan Allah dalam teori-teori buatan mengenai penciptaan, demikian juga dengan orang yang berusaha menyangkal otoritas Yesus dengan mengatakan apa yang kontradik dengan yang diajarkan Yesus.

“Topi dan sepatu” berarti topi plus sepatu. “Kapur tulis dan penghapus” berarti kapur tulis plus penghapus.” “Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan,” berarti siapa yang percaya plus dibaptiskan akan diselamatkan. Bila manusia membuat teori seperti ini “Siapa yang percaya dan tidak dibaptiskan akan diselamatkan” itu berarti dia telah menghilangkan tanda plus (+) dari firman Allah dan menggantinya dengan tanda minus (-); ia telah merubah kebenaran firman Allah dengan kebohongan. Ia tidak punya hak sama sekali untuk mengecam penganut paham modernis atau evolusi sebab dalam kenyataannya ia juga mengajarkan pengajaran yang bertentangan dengan fakta-fakta Perjanjian Baru.

Para penulis Perjanjian Baru dengan mudah menyebutkan nama, waktu dan tempat dengan kesederhanaan, tidak ada muslihat atau kecurangan, membiarkan fakta-fakta tersebut terbuka diserang oleh para pengkritik. Akan tetapi para pengkritik itu tidak bisa menjatuhkan satu fakta pun, dan semua akhirnya menerima satu fakta nyata yang terdapat dalam Kitab suci yang berbunyi: “Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi.” Juga dinyatakan dalam Kitab Suci bahwa Tuhan akan menghakimi apa yang tersembunyi dalam pikiran manusia, oleh Yesus Kritus, sesuai dengan Kitab Suci.

Kita akan berdiri menghadap kursi pengadilan Kristus, dan setiap orang akan menerima apa yang telah dilakukan pada saat ia hidup sesuai dengan segala perbuatannya. Saya sangat yakin bahwa itu semua suatu saat nanti pasti akan terjadi sebab nabi-nabi Allah tidak pernah berdusta dalam setiap nubuatan yang mereka nyatakan .

Bila saya membaca Kitab Suci yang mengatakn bahwa langit dan bumi akan berlalu tapi firman Allah akan kekal selamanya, dan bila saya baca bahwa bangsa-bangsa akan berdiri di hadapan seorang Hakim Agung, dan firman Allah akan menjadi landasan hukum untuk mengadili, saya tidak punya pilihan lain selain dari percaya dan menerimanya.

Para pembaca, Anda dihimbau untuk kembali ke Alkitab. Setiap nama dan kredo buatan manusia harus dibuang jauh-jauh. Segala sesuatu yang dipraktekkan dalam keagamaan yang tidak dinyatakan dalam firman Allah berarti itu teori buatan manusia, dan supaya kita tidak hanya “nyaris” namun benar-benar berkenan kepada-Nya, maka yang harus kita amalkan dalam kehidupan-ibadah kita haruslah selaras dengan apa yang tercatat dalam firman Allah.

Judul Asli: The Bible, A Book of Facts*
Dialihbahasakan oleh Marolop Simatupang
(dengan penyesuain tata bahasa seperlunya)

Senin, 07 September 2009

Menulis – Sebuah Pelayanan Dengan Kasih*

Oleh Marolop Simatupang

Berbicara tentang pelayanan dalam lingkup kekristenan biasanya sebagian orang berpendapat hanya orang-orang tertentu saja, seperti mereka yang mempunyai gelar teologis di depan atau di belakang namanya yang “boleh” melayani. Namun, bila disinggung tentang kasih, semua pasti setuju bahwa orang Kristen harus mengasihi Tuhan dan sesama.

Sebenarnya, apa makna yang dikandung dalam kata “Mengasihi dan Melayani” Tuhan? Apakah aplikasi kedua kata tersebut terpisah? Terbatas kepada sebagian kalangan saja? Mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa dan akal budi serta mengasihi sesama adalah tanggung jawab orang Kristen (Mat. 22:37-39). Untuk itu semua orang Kristen harus berperan aktif “melakukannya dengan sukacita” (Rom. 12:6-8).

Wujud nyata kasih kita kepada-Nya adalah dengan melayani Dia melalui berbagai sarana dan media. Dalam konteks melayani Tuhan, orang Kristen harus menunjukkan paling tidak tiga hal kepada dunia: (1) Orang Kristen adalah media itu sendiri, “yang dapat dibaca sesama” (2 Kor. 3:2-3); (2) Menyebarkan firman-Nya lewat media lain, dan (3) Mengajar orang lain tentang cara-cara memperoleh keselamatan.

Untuk menyebarkan Kabar Baik itu tersedia cukup banyak media yang dapat digunakan. Salah satu di antaranya adalah media cetak. Dalam hal ini, media cetak yang dimaksud sifatnya umum, bisa mencakup seperti koran, tabloid, majalah, jurnal bulanan atau triwulan, traktat dan buletin mingguan gereja, dan sebagainya. Media elektronik juga bisa dimanfaatkan. Media elektronik yang paling umum, mudah diakses serta gampang dioperasikan adalah internet, seperti situs website, ngebloging, atau dengan menyampaikan pesan-prinsip-alkitabiah lewat situs pertemanan di jejaring sosial yang lagi tren, friendster, facebook.

Menggali dan menulis kembali pesan-pesan Ilahi dalam berita yang termuat dalam lembaran tercetak merupakan suatu pelayanan dengan kasih kepada Tuhan dan sesama. Firman Tuhan yang diberitakan dengan sarana media cetak sangat besar manfaatnya dalam menjangkau jiwa-jiwa yang haus akan kebenaran karena ia dapat pergi ke mana-mana tanpa dilihat atau dicurigai sebagai “orang” asing. Tulisan bisa menjumpai manusia tanpa batas.

Pada dasarnya setiap orang adalah penulis. Orang yang mampu berbicara dengan baik dan melek huruf pasti bisa menulis. Dalam arti tidak sekadar menggoreskan huruf, tapi menyusun kata-kata menjadi kalimat dan alinea yang baik yang pada akhirnya menjadi tulisan yang utuh. Hanya ketakutan (menulis) itu yang dapat mencegah siapa saja menulis.

Alasan Menulis
Sabda Ilahi itu untuk semua orang. Maka dari itu perlu diberitakan melalui berbagai sarana. Memberitakan pesan-pesan Sang Khalik itu merupakan bagian dari pelayanan dan pengabdian manusia sebagai mahkluk ciptaan-Nya. Pesan surgawi yang dimuat dalam lembaran tercetak sangat ampuh menyadarkan manusia dari kesalahannya serta memberi motivasi untuk berbuat baik. Sebab dalam tulisan itu diungkapkan gagasan dan fakta-fakta alkitabiah dengan maksud untuk meyakinkan, mendidik, menghibur serta memberi instruksi. Pesan-pesan ilahi itu akan mengisi kekosongan hati manusia sekaligus menjadi penyejuk jiwa yang haus akan informasi teologis.

Menulis juga bisa menjadi sarana untuk berefleksi, melihat kembali apa yang dipelajari, diolah kemudian dituangkan dalam tulisan. Pada saat menulis pikiran bekerja, mengeksplorasi visi, hasrat dan menorehkannya di atas kertas. Sebenarnya, seorang penulis, saat menulis sedang berbicara kepada diri sendiri, dalam hati. Ia harus mendengar pesan itu sebelum dituangkan melalui pena. Dengan demikian, ia terlebih dahulu “mesti” menguasai materi yang ditulisnya sekaligus membawa dia ke arah pertumbuhan pengetahuan.

Tentu, aktivitas menulis akan memacu si penulis untuk menggali informasi tentang subjek yang akan ditulis lebih dulu. Dengan demikian wawasan penulis dan pembaca pun bertumbuh, semakin dewasa, serta (mudah-mudahan) akan diterapkan dalam hidup sehari-hari yang mewarnai tulisan itu. Tulisan itu menjadi koreksi diri (self-correction) dan sesama.

Landasan Menulis
Dalam Kitab Suci, terdapat landasan alkitabiah dalam menulis. Allah berfirman, dalam kitab Kel. 34:1 dan 27 agar Musa menuliskan firman-Nya pada loh batu. Nabi Habakuk mendapat perintah untuk menulis penglihatan itu agar orang sambil lalu dapat membacanya (Hab. 2:2). Tabib Lukas melakukan investigasi (hunting news) agar memperoleh informasi yang akurat, kemudian menuliskannya dalam bentuk buku (Kitab Lukas dan Kisah Para Rasul).

Di Pulau Patmos, Yohanes mendapat penglihatan. Kemudian ia diperintahkan supaya menulis penglihatan itu dalam kitab serta mengirimkannya kepada ketujuh jemaat di Asia Minor, (Wahyu 1:10-11). Dari tersebut nampak jelas kalau menulis bukanlah semata-mata gagasan manusia. Sang Pencipta sendiri menghendaki agar pesan-pesan-Nya ditulis. Dan Alkitab adalah karya tulis Maha Agung-Nya (2 Tim. 3:16).

Menulis dan Evangelisme
Menulis pesan-pesan Sang Khalik di media cetak dan elektronik termasuk dalam pelayan literatur. Kesempatan untuk melayani-Nya terbentang luas. Peluang itu harus dipergunakan sebaik dan semaksimal mungkin. Kesempatan emas itu mesti diraih. Ladang informasi itu harus direbut demi kemuliaan-Nya.

Sebenarnya, komunikasi media cetak adalah unsur yang tak terpisahkan dari dunia penginjilan. Sejak semula, isi Alkitab dipublikasikan untuk menyebarkan benih ilahi itu. Kalau dulu ditulis di daun lontar, di kulit kayu papirus, kulit binatang atau batu (prasasti), dan gampang punah, kini, dengan dukungan teknologi canggih yang semakin berkembang pesat kita harus melakukan hal yang sama, berbicara langsung ke hati setiap orang tentang Kristus, melalui literatur. Spirit mempublikasikan pesan ilahi itu mestinya harus lebih menggebu-gebu sekarang karena sarana dan prasarana lebih mudah dan tersedia banyak fasilitas.

Program penginjilan bisa dipromosikan lewat media cetak dan elektronik. Kalau media itu bisa dan cukup efektif dipakai sebagai media promosi penginjilan, berarti ia juga bisa dipakai sebagai alat penginjilan itu sendiri. Sebab, lewat artikel atau tulisan rohani seorang penulis dapat menjangkau khalayak luas yang mungkin belum ia kenal sama sekali. Rangkaian kata-kata tersebut dibaca, dipahami dengan baik, dan satu kalimat bisa terpatri di benak pembaca yang akan memengaruhi pola hidupnya kelak. Sebab kata-kata yang tercetak merupakan representasi dari kata-kata berbunyi, yang memberi kita kekuatan intelektual dan emosional.

Kekuatan Tulisan
“Bila saja Anda memberi 26 serdadu, maka saya akan menaklukkan dunia,” kata Benyamin Franklin. Ketika ditanya apa yang dimaksud dengan 26 serdadu, ia menjawab, ”Huruf A sampai Z.”

Tulisan memiliki kekuatan –tanpa batas– dan bertahan lebih lama dibandingkan dengan senjata api sekalipun. Ia tak lekang dimakan zaman, tetap hidup di hati pembaca yang jujur dan berpikiran terbuka. Dunia juga mengakui bahwa informasi memiliki kekuatan dahsyat. Seperti yang kerap diucapkan para pakar komunikasi dan penggiat media jika ingin menguasai dunia, kuasailah informasi dan media, entah itu cetak atau elektronik.

Media cetak adalah ladang emas yang harus digarap dengan serius. Dengan pertolongan Tuhan, para penulis Kristen punya peluang emas untuk membuka jalan dan hati manusia kepada firman-Nya. Melayani pembaca firman yang ditulis adalah melayani Dia yang empunya firman. Kabar Baik itu harus diberitakan oleh umat Tuhan itu sendiri. Jika Tuhan yang membuka jalan, siapa yang dapat menutupnya?

-------------------------------------------------------------------------------------------------
*Telah dimuat di Majalah NARWASTU Pembaruan
Edisi September No. 70/2009
Dengan judul: “Kekuatan Tulisan dalam Penginjilan.”

Ada Apa Dalam Sebuah Nama

Oleh: Mac Layton

“Tetapi, jika ia menderita sebagai orang Kristen, maka janganlah ia malu, melainkan hendaklah ia memuliakan Allah dalam nama Kristus itu.” (1 Petrus 4:16)

Ada Apa Dalam Sebuah Nama?
Ya, dalam sebuah nama terdapat makna!
“Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat d-selamatkan.” (Kisah Para Rasul 4:12)

Dari ayat di atas kita belajar bahwa keselamatan hanya terdapat di dalam nama Yesus. Dan juga segala sesuatu yang kita lakukan baik dalam perbuatan maupun perkataan harus dilakukan di dalam nama Yesus, (Kolose 3:17). Bahwa nama Kristus lebih tinggi dari semua nama adalah benar, (Filipi 2:9; Ibrani 1:4).

Pada surat-surat berharga seperti cek, akte lahir, identitas pribadi, seperti KTP, SIM, Pasport, dll., penulisan nama yang tepat dan benar sangat penting. Tidak boleh ditambah atau pun dikurang. Hal yang sama berlaku dalam konteks kerohanian. Sebagai manusia yang cerdas mestinya kita tahu bahwa Ia telah memberikan nama yang alkitabiah kepada manusia yang menandakan bahwa manusia adalah milik-Nya.

Dalam Perjanjian Lama
Sejak zaman penciptaan, dalam kitab Kejadian, nama selalu pen-ting, (Kejadian 2:19). Allah selalu menghendaki umat-Nya mengenakan nama yang berasal dari Dia saja. Kepada bangsa Israel, Ia berfirman bahwa Ia akan datang menemui mereka hanya jika mereka memakai nama yang Ia berikan kepada mereka, (Keluaran 20:24).

Ia tidak menghendaki kemuliaan-Nya diberikan kepada yang lain, (Yesaya 42:8). Ayub juga mengatakan hal yang sama bahwa ia tidak akan menyanjung-nyanjung siapa pun, (Ayub 31:21,22).

Nabi-nabi Tuhan, melalui wahyu dari-Nya, menunjuk suatu hari di mana Allah akan memberikan nama baru kepada umat-Nya, yang diucapkan oleh mulut Tuhan sendiri, dan nama itu kekal, (Yesaya 56:5-6; 62:2).

Nama Dalam Perjanjian Baru – Kristen
“Mereka tinggal bersama-sama dengan jemaat itu satu tahun lamanya, sambil mengajar banyak orang. Di Antiokhialah murid-murid itu untuk pertama kalinya disebut Kristen.” (Kisah Rasul 11:26). Murid-murid itu disebut dengan nama —tanpa embel-embel di belakangnya— Kristen.

Jelaslah! Karena Allah telah memberikan nama Kristen pada umat-Nya, maka nama itulah yang harus dikenakan, bukan nama pilihan dan buatan manusia. Juga janganlah ditambah-tambahi!

Yesus berbicara mengenai mereka yang memakai nama buatan manusia, “Aku datang dalam nama Bapa-Ku dan kamu tidak meneri-ma Aku; jikalau orang lain datang atas namanya sendiri, kamu akan menerima dia. Bagaimanakah kamu dapat percaya, kamu yang menerima hormat seorang dari yang lain dan yang tidak mencari hormat yang datang dari Allah yang Esa?” (Yohanes 5:43, 44).

Firman di atas sangat mengena dengan zaman sekarang ini sebab banyak orang menamai kelompok-kelompok tertentu, kelompok mereka, sesuai dengan kemauan mereka sendiri, mengindahkan na-ma mulia yang Ia berikan dalam Kitab Suci. Nama Kristus dikubur di bawah puing-puing egoisme dan ambisi negatif manusia!

Jadi, kita bukan saja harus menjadi umat-Nya, tapi juga harus mengenakan nama yang Ia berikan –Kristen. Tak seorang pun dapat mengabdi kepada dua tuan, (Matius 6:24). Memakai nama buatan manusia berarti menolak nama yang telah diberikan Tuhan.

Nama Itu Kekal dan Bersifat Ilahi
Mengapa kita harus mengenakan nama itu –Kristen?
Dalam nama itu Kristus dan Allah dimuliakan, dan dihormati.
“Tetapi, jika ia menderita sebagai orang Kristen, maka janganlah ia malu, melainkan hendaklah ia memuliakan Allah dalam nama Kristus itu.” (1 Petrus 4:16). Nama ciptaan manusia menghormati manusia dan organisasinya, nama Kristen menghormati Kristus.

2. Dalam nama itu terdapat kesatuan
Dengan memakai nama yang berbeda-beda, sekte-sekte, maka suatu jalan dan bibit perpecahan dan perselisihan di-mulai. Namun tak seorang pun pengikut Kristus yang ke-beratan dengan nama Kristen. Jadi mengapa tidak memakai nama itu saja? Mustahil bisa mencapai kesatuan yang harmonis bila memakai nama buatan manusia sebab masing-masing akan menonjolkan nama ciptaannya sendiri. Dalam nama Kristen terdapat kesatuan.

3. Nama Kristen adalah nama terhormat (Yakub 2:7)
Itu sebabnya rasul Paulus meyakinkan orang-orang agar menerima Injil dan menjadi orang Kristen, (Kisah Rasul 26:28). Gereja adalah pengantin perempuan Kristus (Efesus 5:26, 27), dan setiap pengantin perempuan senang menghormati nama pengantin prianya, suaminya, yaitu dengan memakai nama dia saja.

Agar Benar Dihadapan Allah – Harus Benar Dalam
Nama
Agar berkenan kepada-Nya, manusia harus memakai nama yang diotoritaskan saja. Dia tidak akan memberikan kemuliaan-Nya kepada yang lain. Gereja harus memakai nama Dia saja sebab Gereja adalah milik-Nya. Ia yang mendirikan Gereja-Nya, (Matius 16:18). Paulus berkata, “Salam kepada kamu dari semua jemaat Kristus.” (Roma 16:16).

Karena Kristus yang mendirikan Gereja Perjanjian Baru, Kepala Gereja, satu-satunya pintu menuju gereja-Nya, dan Ia fondasi gereja-Nya, maka Gereja itu tidak dapat disebut dengan nama lain selain dari nama Dia yang berhak, Kristus, yaitu sidang jemaat (Gereja milik) Kristus – The Church of Christ.

Namun nama saja tidak cukup, sebab masih ada ciri-ciri lain yang diberikan Allah – nama itu baru satu bagian yang penting. Nama bagi Allah sangat penting, sebab:
1. Nama itu memperkenalkan dirinya.
2. Nama itu menyatakan milik.
3. Nama itu juga menggambarkan sifat dasarnya.

Lebih jauh lagi, dalam nama itu kita berdoa dan dibaptiskan, maka nama itu yang harus dipakai, (Yohanes 14:13; Matius 28:18-20). Tidak ada yang begitu bodohnya membaptiskan orang dalam nama Yohanes Pempabtis, atau berdoa dalam nama Martin Luther, Maria, Calvin, Paulus, dll. Kalau begitu, mengapa memakai nama mereka?

Jika ada yang berkata tidak ada apa-apa dan tidak ada artinya dalam sebuah nama, dan jika yang mereka maksud adalah nama buatan manusia, mereka benar. Namun bila mengatakan tidak ada apa-apa dalam nama yang diberikan Tuhan, nama Ilahi, nama yang Ia berikan kepada umat-Nya tidak penting, mereka salah.

Sulit dipercaya melihat banyak orang berkumpul dan “berbakti” dalam nama manusia, dengan nama “gereja” yang sama sekali tidak pernah disebutkan dalam Alkitab!

Jika Anda dibaptiskan dalam nama Kristus, (Matius 28:19-20), mengenakan nama yang Ia berikan – Kristen, (Kisah Rasul 11:26; 26:28; 1 Petrus 4:16), berdoa dalam nama-Nya, (Yohanes 14:13), berkata dan berbuat dalam nama -Nya, (Kolose 3:17), berbakti dalam Gereja-Nya – Gereja Kristus, maka Anda bisa menghadap takhta Allah dengan yakin dan penuh sukacita. Muliakanlah Dia dalam nama, dengan cara, serta dalam otoritas yang Ia kehendaki.
-------------------
Alih bahasa dan adaptasi seperlunya oleh: Marolop Simatupang

Dosa yang Tidak Akan Diampuni

Oleh Perry B. Cotham

Salah satu topik sulit dan sedikit membingungkan bagi beberapa orang ketika mempelajari Kitab Suci adalah subjek yang disebut dengan “dosa yang tidak akan diampuni.” Meskipun pernyataan persis seperti itu tidak terdapat dalam Alkitab, namun banyak orang yang bertanya dan ingin penjelasan tentang hal itu.

Banyak orang yang khawatir jangan-jangan telah berbuat “dosa yang tidak akan diampuni,” atau “dosa yang melawan Roh Kudus.” Karena pernyataan Kitab Suci tentang subjek ini telah menimbulkan keingin-tahuan yang begitu besar bagi mereka yang berhati jujur dan berpikiran terbuka, maka pelajaran ini perlu ditelaah dengan saksama.

Pertanyaannya adalah, “Apakah Alkitab mengajarkan bahwa mungkin saja seseorang itu berada di luar jangkauan anugerah Allah?” Apakah “dosa yang tidak akan diampuni” itu?

Alkitab dengan jelas telah mengajarkan syarat-syarat agar selamat, di antaranya:
Titus 2:11: “Karena kasih karunia Allah yang menyelamatkan semua manusia sudah
nyata.”
Markus 16:15, 16: “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk. Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum.”

Jelas, Tuhan tak menghendaki seorang pun binasa. Ia menghendaki agar “semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran.” (1 Tim. 2:4).

Namun kemudian pertanyaan timbul, “Bukankah Yesus telah berkata bahwa ada dosa yang tidak akan diampuni? Jika benar, dosa apakah itu?” Yesus berkata bahwa “hujat terhadap Roh Kudus tidak akan diampuni.” (Mat. 12:31). Apa arti pernyataan tersebut?

Pembaca, mohon pelajari statemen tersebut sesuai dan dalam konteksnya. Yesus menyembuhkan seorang bisu dan buta yang kerasukan setan. “’Maka takjublah sekalian orang banyak itu, katanya: “Ia ini agaknya Anak Daud.”’ (Mat. 12:23). Orang Farisi tak dapat menyangkal bahwa Yesus baru saja melakukan sebuah tanda ajaib besar.
Namun anehnya, para penentang Yesus tersebut tak mau mengakui kalau mereka kagum melihat mujizat itu. Mereka malah marah dan mengeraskan hati setelah melihat itu semua. Mereka berkata, “Dengan Beelzebul, penghulu setan, Ia mengusir setan.” (Mat. 12:24). Mereka menuduh Yesus melakukan tanda ajaib dengan kuasa dari setan.

Ketika orang Farisi itu menolak apa yang telah dilakukan Yesus, dengan mengaitkannya pada roh Beelzebul, Yesus merespon tuduhan mereka dengan berkata setiap kerajaan yang terpecah-pecah pasti hancur; kalau Ia mengusir setan dengan kuasa setan, maka setan pasti melawan dirinya sendiri. Setan jelas tidak akan melawan dirinya sendiri.

Kemudian Yesus berkata, “Sebab itu Aku berkata kepadamu: Segala dosa dan hujat manusia akan diampuni, tetapi hujat terhadap Roh Kudus tidak akan diampuni. Apabila seorang mengucapkan sesuatu menentang Anak Manusia, ia akan diampuni, tetapi jika ia menentang Roh Kudus, ia tidak akan diampuni, di dunia ini tidak, dan di dunia yang akan datangpun tidak.” (Mat. 12:31, 32).

I. Yesus Tidak Mengatakan Menghujat Roh Kudus Berarti:
1. Menghujat Roh Kudus Bukan Berarti Membunuh
Orang-orang yang menyalibkan Yesus telah diampuni setelah mereka menaati syarat-syarat pengampunan (Kis. 2:36-41). Saat di atas kayu salib, Ia berdoa bagi mereka yang menyalibkan-Nya. Akan tetapi, Dia tidak bermaksud bahwa mereka akan atau dapat selamat tanpa menaati syarat-syarat yang telah ditentukan.

Rasul Paulus, sebelum bertobat, menganiaya orang Kristen, namun ia telah diampuni (Kis. 7:58-8:3; 9:1-18; 22:16). Dalam surat kirimannya ia berkata dulu ia seorang penghujat, penganiaya, dan yang menghancurkan jemaat. Namun kini ia telah mendapat anugerah pengampunan sebab semua itu ia lakukan tanpa pe-ngetahuan, yaitu di luar iman (1 Tim. 1:13-15). Jadi, “orang yang paling berdosa” pun masih bisa mendapat pengampunan.

2. Menghujat Roh Kudus Artinya Bukan Bunuh Diri
Beberapa orang menduga Yesus sedang berbicara tentang bunuh diri. Mereka sampai pada dugaan seperti itu sebab membunuh itu dosa, dan orang yang bunuh diri tak punya kesempatan untuk bertobat.

Memang Alkitab mengajarkan bahwa orang yang tidak bertobat dan belum diampuni, kemudian mati, tidak akan masuk surga. Namun bukan itu yang dimaksud Yesus ketika Ia berbicara tentang dosa yang tidak akan diampuni. Dalam konteks terlihat jelas bahwa orang yang melakukan “dosa yang tidak akan diampuni” itu bisa saja masih tetap hidup di dunia ini.

3. Menghujat Roh Kudus Artinya Bukan Mengucapkan Kata-kata Kotor
Jika itu yang dimaksud Yesus, maka rasul Petrus tidak akan dapat pengampunan. Ia mengutuk, bersumpah, namun ketika ia bertobat ia diampuni (Mat. 26:69-75; Yoh. 21).

4. Menghujat Roh Kudus Artinya Bukan Melakukan Tindakan Imoralitas
Yesus berkata kepada perempuan yang berbuat zinah, “Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi dari sekarang.” (Yoh. 8:11). Banyak orang Kristen di Korintus, sebelum bertobat, penuh dengan dosa imoralitas, namun mereka telah diampuni (1 Kor. 6:9-11; Kis. 18:8). Bahkan orang Kristen yang jatuh ke dalam dosa karena hal yang sama masih bisa mendapat pengampunan (1 Kor. 5:2; 2 Kor. 2:6-8).

5. Menghujat Roh Kudus Bukan Berarti Kembali Melakukan Perbuatan-perbuatan Dosa
Beberapa orang mengatakan hanya orang Kristen yang bisa jatuh ke dalam dosa yang tidak akan diampuni, sebab hanya orang Kristen yang punya (karunia) Roh Kudus; lalu disimpulkan, “dosa yang tidak akan diampuni” itu artinya kembali melakukan perbuatan-perbuatan tercela.

Dalam konteks, Yesus, saat mengatakan tentang dosa yang tidak akan diampuni, berbicara kepada orang Farisi dan ahli Taurat yang jahat itu, bukan kepada para pengikut-Nya. Alkitab mengatakan memang mungkin saja umat-Nya jatuh ke dalam dosa dan binasa. (Yoh. 15-1-16) Akan tetapi firman-Nya juga mengatakan tentang pemulihan, di mana orang yang jatuh ke dalam dosa masih bisa bertobat dan kembali ke jalan-Nya (Kis 8:22).

6. Menghujat Roh Kudus Bukan Berarti Menunda-nunda Menaati Injil Sampai Mati
Meskipun tidak mungkin lagi bisa menaati Injil setelah mati, namun orang yang tidak berbuat “dosa yang tidak bisa diampuni” dapat menaati Injil dan selamat sebelum ia mati. Yang dimaksud Yesus dalam teks adalah orang yang, setelah menghujat Roh Kudus, tak punya lagi pengharapan akan pengampunan. Karena itu “dosa yang tidak akan diampuni” bukanlah semata-mata karena melalaikan kewajiban.

II. Lalu Apa Yang Dimaksud Yesus Dengan “Menghujat Roh kudus?”
1. Menghujat Roh Kudus Artinya Mengucapkan Kata-kata Jahat Terhadap dan Melukai Perasaan Roh Kudus.
Menurut Standard Greek Lexicons, menghujat artinya “mengucapkan kata-kata jahat terhadap,” “menista” atau “mengucapkan penghinaan dengan sengaja kepada Allah atau terhadap hal-hal yang kudus.” Roh Kudus adalah pribadi dalam lem-baga keallahan, bukan sekadar pengaruh. (Mat. 28:19).

Karena itu, menghujat Roh Kudus berarti mengucapkan kata-kata jahat, menista, atau menghina (Roh Kudus) dengan sengaja. Menghujat merupakan suatu perbuatan nyata. Mengucapkan kata-kata jahat selalu melekat pada kata menghujat. Di bawah hukum Musa, orang yang menghujat dapat dihukum mati (Imm. 24:16).

Tentunya, sudah ada dosa sebelumnya di hati orang yang mengujat Roh Kudus sebelum ia menghujat. Sama halnya dengan orang yang baru berencana membunuh saja telah berdosa, sebab Tuhan tahu apa yang ada dalam hati setiap orang.

Akarnya adalah apa yang jahat yang sedang direncanakan adalah dosa juga, seperti kebencian, iri hati dan dengki. Ini bisa membawa orang pada tindakan pembunuhan. Kebencian dalam hati sama dengan membunuh dalam hati. (1Yoh 3:15).

Jadi, mengenai orang Farisi itu dikatakan, Yesus telah “mengetahui pikiran mereka,” (Mat 12:25) dan kata-kata yang mereka ucapkan merepresentasikan apa yang ada dalam hati mereka. Di kesempatan lain dikatakan Yesus “berdukacita karena kedegilan hati mereka” (Mark. 3:5).

Kata-kata mereka, yang menghujat Roh Kudus, seperti yang disebutkan dalam bahasan ini, berasal dari hati jahat mereka dan mengindikasikan hati yang jahat. Meskipun menghujat dan kedegilan hati tidak sinonim, namun menghujat yang dimaksud Yesus adalah berasal dari hati yang benar-benar degil. Itu sebabnya Yesus mengatakan tidak akan ada lagi pengampunan.

Jadi, dalam Mat 12:32, Yesus berbicara tentang jenis penghujatan tertentu. Ia menyampaikan hal yang mengerikan itu kepada orang Farisi sebab mereka mengatakan ”Ia kerasukan roh jahat.” Karena hati mereka degil, melawan pengajaran Allah, mereka benar-benar berada dalam bahaya. Hati mereka telah menjadi degil, tidak ada pengharapan, dan sama sekali tak mempan pengajaran Kristus, hati mereka dikelilingi oleh sikap prejudis kebencian.

2. Roh Kudus Memberikan Injil Demi Keselamatan Jiwa Manusia
Yohanes Pembaptis diutus Allah untuk mempersiapkan orang-orang bagi kedatangan Tuhan. (Yoh. 1:6; Luk. 1:17; 7:29-30). Pemberitaan Firman oleh Yohanes diikuti kemudian oleh pelayanan Yesus. Namun banyak yang menolak Yesus ... bahkan oleh kelompok yang sama, orang Farisi! Setelah pelayanan Yesus, pribadi ketiga dari lembaga keallahan diutus, yaitu Roh Kudus, untuk mengilhamkan para penulis Perjanjian Baru.

Yesus berjanji akan mengutus Roh Kudus untuk memimpin rasul-rasul kepada seluruh kebenaran. Roh kudus datang untuk memberi kesaksian tentang Yesus serta menyatakan syarat-syarat pengampuan. (Yoh 15:26 ; 16:7-13). Roh Kudus turun ke atas rasul-rasul pada hari pentakosta (Kis 2:1-4). Dalam kesempatan itu, Roh Kudus menawarkan pengampunan kepada orang-orang yang telah menolak Yesus, bahkan kepada mereka yang telah menyalibkan Dia (Kis 2:36-38). Namun pengampuan itu bersyarat, yaitu berdasarkan penerimaan mereka akan Kristus sebagai Anak Allah sebagai satu-satunya pengharapan pengampunan.

Mereka yang hidup pada masa pelayanan Kristus mungkin saja telah berdosa kemudian diselamatkan di bawah dipensasi Roh Kudus. Namun jika orang Farisi itu menolak penawaran terakhir dari kasih karunia itu dengan menghujat Roh Kudus, maka tidak ada lagi cara lain untuk menyelamatkan mereka; mereka tidak akan mendapat pengampunan dosa.

Jadi, pada saat itu Yesus berkata kepada orang Farisi itu bahwa orang boleh mengucapkan ”sesuatu menentang Anak Manusia” dan ia “akan diampuni, tetapi jika menentang Roh Kudus, ia tidak akan diampuni, di dunia ini tidak, dan di dunia yang akan datangpun tidak.” (Mat 12:32).

Maksudnya begini: “Kamu boleh menolak Firman Allah, namun jika kamu bertobat kamu akan diampuni; kamu boleh menolak-Ku dan menentang pelayanan-Ku, namun kamu akan diampuni jika bertobat; namun jika kamu menghujat dan menolak firman yang diajarkan Roh Kudus bila Ia datang dan berbicara melalui rasul-rasul-Ku maka tidak akan ada lagi pengampunan bagimu, di dunia ini tidak, dan di dunia yang akan datangpun tidak. Pesan dari Roh Kudus itu akan menjadi tawaran pengampunan terakhir bagimu; dan orang yang menghujat Roh Kudus tidak akan diampuni.”

3. Pengajaran Roh Kudus Mesti Ditaati.
Jika seseorang menolak Roh Kudus pada zaman kekristenan sekarang, maka tidak akan ada lagi pengampuan bagi dia sebab Roh Kudus-lah, dari lembaga ke-allahan, yang terakhir diutus untuk mentobatkan manusia dari dosa. Tidak ada lagi rencana keselamatan yang ditawarkan kepada dunia. Itulah yang terakhir.

Agar selamat, setiap orang harus menaati hukum pengampunan dari Roh Kudus, yaitu hukum yang telah diberitakan oleh para rasul dan ditaati oleh mereka yang pertobatannya dicatat dalam kitab Kisah Para Rasul, yaitu: harus mendengarkan Injil, percaya, bertobat, mengaku iman dalam Kristus dan dibaptiskan. (Mark. 16:15-16; Kis. 2:36-38; 22:16).

Namun jika seorang Kristen jatuh ke dalam dosa, ia harus bertobat, mengakui dosanya dan berdoa. (Kis. 8:13-24;Yak. 5:16;). Semua dosa, tanpa terkecuali, akan diampuni apabila orang yang berdosa itu bertobat dan menaati Firman-Nya. Allah selalu “sudi mengampuni” (Neh. 9:17).

Allah akan mengampuni orang berdosa yang mau bertobat dan melakukan kehendak-Nya, namun yang tidak bertobat, tidak. Ia “...memberitakan kepada ma-nusia, bahwa di mana-mana semua mereka harus bertobat.” (Kis. 17:30). Ia “... menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang ber-balik dan bertobat.” (2 Pet. 3:9). Yang tidak menaati Injil, binasa (2 Tes. 1:7-10).

Jadi, ketika Yesus berkata “segala dosa dan hujat manusia akan diampuni” kecuali dosa hujat terhadap Roh Kudus, Ia tidak bermaksud bahwa setiap dosa akan diampuni tanpa menaati ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan. Tentu saja, orang yang menghujat Roh Kudus adalah orang yang jahat dan tidak akan pernah mau menaati syarat-syarat pengampuan dosa. Allah tidak akan mengampuni dosa orang yang tidak mau bertobat. Sebab salah satu syarat pengampunan atau keselamatan adalah pertobatan (Luk. 13:3).

Lalu apakah “dosa menghujat Roh Kudus” itu? Itu adalah suatu watak-kekerasan hati yang membawa seseorang menghujat atau menista Roh Kudus. Ketika seseorang benar-benar tak mau menerima pengajaran Roh Kudus, dan malah menghujat-Nya, ia telah berbuat dosa yang tidak akan diampuni.

III. Mungkinkah Manusia Saat Ini Berbuat Dosa yang Tidak Akan Diampuni?
1. Seseorang Mungkin Saja Menentang Roh Kudus Saat Ini
Roh Kudus, sekarang, berbicara kepada manusia melalui Alkitab, firman yang diilhamkan. Stefanus mengatakan kepada orang yang menganiaya dirinya bahwa mereka menentang Roh Kudus saat mereka menolak firman yang ia beritakan (Kis. 7:51).

Bila manusia menolak apa yang diberitakan oleh para rasul yang diilhamkan, itu sama dengan ia telah menentang Roh Allah, karena Ia berbicara kepada manusia melalui hamba-hamba-Nya. Jadi, saat ini, jika seorang berdosa menolak menaati Injil, atau ketika seorang Kristen berdosa dan tidak mau bertobat, itu sama dengan ia telah menentang Roh Allah.

Manusia punya kebebasan untuk memilih, ia dapat menolak. Namun setiap kali ia menolak menaati Injil, ia mengeraskan hatinya dan makin jauh dari ketaatan. Karena tidak mau menaati Injil, akhirnya ia tidak akan mampu lagi menaati Kabar Baik itu. Ini akibat dari penolakan yang disengaja terhadap pengajaran Roh Kudus.

Kitab Suci dengan jelas mengajarkan bahwa seseorang yang mengeraskan hatinya akan makin sulit menaati kehendak-Nya. Walaupun kekerasan hati, tidak mau menerima Injil bukanlah menghujat Roh Kudus, akan tetapi akibatnya sama, yakni tidak ada pengampunan. Kira-kira seperti itulah keadaan hati yang dimaksud Yesus ketika Ia berbicara seperti yang dicatat dalam kitab Mat. 12:31-32, dan Ia berkata tidak akan ada pengampunan bagi orang yang menghujat seperti itu.

2. Ilustrasi
Contohnya, seseorang diikat dengan tali yang tipis di sebuah kursi. Tentu ia dapat memutuskan tali itu dengan mudah. Tapi coba orang itu diikat dengan tali yang berlapis-lapis, maka ia akan sulit melepaskan diri dari ikatan tali itu. Kira-kira seperti itulah dosa, yang mengikat setiap kali berbuat dosa yang akhirnya ikatan dosa itu makin banyak, berlapis-lapis, sampai akhirnya benar-benar terbelenggu.

Salomo berkata, “Orang fasik tertangkap dalam kejahatannya, dan terjerat dalam tali dosanya sendiri.” (Ams. 5:22). Mungkin ada yang bertanya, “Apakah Kristus tak dapat memerdekakan orang?” (Yoh. 8:31-36). Jawabannya tidak, jika orang tersebut sangat jahat dan akhlaknya buruk serta tidak mau bertobat.

Ilustrasi lainnya, seseorang meneteskan setetes cuka ke matanya setiap hari. Lama-lama sudah pasti penglihatannya akan rusak. Dokter pribadinya mungkin telah memperingatkan, kalau itu tetap dilakukan maka ia akan benar-benar buta. Namun ia tidak mengindahkan peringatan itu, sampai akhirnya ia benar-benar buta total. Melakukan seperti itu gambarannya sama dengan berbuat dosa yang tidak akan diampuni. Jika seseorang berbuat dosa, dengan sengaja menentang Roh Kudus, setiap hari, maka jiwanya pasti akan binasa.

IV. “Apakah Saya Telah Berbuat Dosa yang Tidak Akan Diampuni?”
Oleh karena menolak dan menghujat Roh Kudus merupakan dosa yang tidak akan diampuni, maka orang yang benar-benar memerhatikan subjek ini tidaklah berbuat dosa yang tidak akan diampuni. Namun orang yang berbuat “dosa yang tidak akan diampuni” tidak akan peduli dengan hal itu. Jika seseorang berbuat dosa seperti ini, maka itu menjadi pertanda bahwa ia tidak peduli pada keselamatan jiwanya. Ia sama sekali tidak punya rasa sesal dan tidak takut akan Allah.

“Dosa yang tidak akan diampuni,” bagaimanapun itu dilakukan, pada dasarnya adalah dosa yang dilakukan dengan kemauan sendiri, dan sengaja melawan firman Allah, yang bersumber dari kedegilan hati serta tidak mau bertobat. Namun orang yang mau bertobat, yang ditunjukkan dengan ketaatannya pada firman-Nya, tidak berbuat dosa yang tidak akan diampuni.

Pengharapan pengampunan itu hanya untuk orang yang mau bertobat. Kasih karunia Allah itu besar; Ia akan mengampuni setiap orang berdosa yang datang kepada-Nya, entah itu orang berdosa atau orang Kristen yang jatuh ke dalam dosa, yang mau bertobat dan menaati kehendak-Nya, (Luk. 15; 1 Kor. 5:5; Yak. 5:19,20).

1. “Dosa yang Tidak Akan Diampuni” itu Tidak Dilakukan Dengan Tiba-tiba
Artinya “dosa yang tidak akan diampuni” itu tidak terjadi seketika, atau hanya dalam tempo satu hari, tapi secara perlahan-lahan.

Memadamkan artinya memberangus, membredel, melumpuhkan. Bila Roh Kudus dilumpuhkan, itu sama dengan telah berbuat dosa yang dilakukan secara terus menerus, yang akhirnya sampai pada dosa yang tidak akan diampuni. Bila seseorang mendukakan dan menentang Roh Kudus, ia sedang mempersiapkan jalan yang akan membawanya sampai pada memadamkan Roh Kudus.

Setiap langkah yang menjauh dari Tuhan adalah sangat berbahaya; langkah yang akan membawanya pada pemisahan yang kekal dari Allah. Selalu menolak Injil akan berakibat fatal. Orang yang selalu menentang Roh Kudus dan tidak mau mendengar firman Tuhan akan semakin jauh dan sulit untuk “kembali kepada Tuhan.” (Yes. 55:7). Semakin sering himbauan agar datang kepada Tuhan ditolak semakin degillah hatinya. Hanya segelintir orang yang selalu menolak Injil namun akhirnya bertobat.

2. Orang Kristen Harus Berharap dan Berdoa Bagi Keselamatan Semua Orang (Rom. 10:1; 11:23)
Beberapa orang hidup tanpa pengharapan. Lalu hati mereka makin degil; akan tetapi karena tak ada yang tahu pasti akan hal ini, maka janganlah simpulkan mereka tak mungkin lagi bisa diselamatkan. Selama orang berdosa itu masih hidup, tetaplah beritakan firman kepadanya.

Jika orang tersebut mau bertobat, ia akan selamat. Jangan menyerah! Belum tentu orang itu berbuat dosa yang tidak akan diampuni. Kita harus mengerahkan segala daya-upaya membawa orang berdosa kembali kepada-Nya, melalui pertobatan yang murni menaati firman-Nya.

3. Hari Ini Adalah Hari Keselamatan Itu
Di atas tebing Air Terjun Niagara ada sebuah tanda berbunyi, “Titik Penyelamatan Terakhir.” Awak kapal yang berlayar tahu bahwa ia tidak boleh melewati tanda tersebut. Sebab di seberang sungai itu terdapat ngarai yang curam dengan arus yang sangat deras. Jika ia melewati tanda itu ia tidak dapat kembali lagi.

Kira-kira seperti itulah keadaan orang yang berbuat “dosa yang tidak akan diampuni” atau menunda-nunda menaati Injil sampai ajal menjemput. Ia telah sampai pada titik di mana tidak ada lagi penyelamatan atau penebusan. Tidak ada lagi kesempatan untuk berbalik (bertobat).

Tak seorang pun tahu berapa lama ia akan hidup atau kapan kematian itu datang. Namun ada satu hal yang dapat ia ketahui dan pastikan agar keselamatan itu diperoleh, yaitu ia harus menaati Tuhan, sekarang. “... Sesungguhnya, waktu ini adalah waktu perkenanan itu; sesungguhnya, hari ini adalah hari penyela-matan itu.” (2 Kor. 6:2).

Tidak ada kebodohan yang paling besar selain daripada berfoya-foya dalam duniawi sampai jiwanya benar-benar rusak oleh duniawi. Kita harus mencari Tuhan selagi kita masih dapat menyelamatkan diri dari cengkeraman maut; besok mungkin akan terlambat (Ams. 27:1; Yak. 4:13-17).
-----------------------------------------
Alih Bahasa dengan penyesuaian tata bahasa seperlunya oleh: Marolop Simatupang