Senin, 07 September 2009

Menulis – Sebuah Pelayanan Dengan Kasih*

Oleh Marolop Simatupang

Berbicara tentang pelayanan dalam lingkup kekristenan biasanya sebagian orang berpendapat hanya orang-orang tertentu saja, seperti mereka yang mempunyai gelar teologis di depan atau di belakang namanya yang “boleh” melayani. Namun, bila disinggung tentang kasih, semua pasti setuju bahwa orang Kristen harus mengasihi Tuhan dan sesama.

Sebenarnya, apa makna yang dikandung dalam kata “Mengasihi dan Melayani” Tuhan? Apakah aplikasi kedua kata tersebut terpisah? Terbatas kepada sebagian kalangan saja? Mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa dan akal budi serta mengasihi sesama adalah tanggung jawab orang Kristen (Mat. 22:37-39). Untuk itu semua orang Kristen harus berperan aktif “melakukannya dengan sukacita” (Rom. 12:6-8).

Wujud nyata kasih kita kepada-Nya adalah dengan melayani Dia melalui berbagai sarana dan media. Dalam konteks melayani Tuhan, orang Kristen harus menunjukkan paling tidak tiga hal kepada dunia: (1) Orang Kristen adalah media itu sendiri, “yang dapat dibaca sesama” (2 Kor. 3:2-3); (2) Menyebarkan firman-Nya lewat media lain, dan (3) Mengajar orang lain tentang cara-cara memperoleh keselamatan.

Untuk menyebarkan Kabar Baik itu tersedia cukup banyak media yang dapat digunakan. Salah satu di antaranya adalah media cetak. Dalam hal ini, media cetak yang dimaksud sifatnya umum, bisa mencakup seperti koran, tabloid, majalah, jurnal bulanan atau triwulan, traktat dan buletin mingguan gereja, dan sebagainya. Media elektronik juga bisa dimanfaatkan. Media elektronik yang paling umum, mudah diakses serta gampang dioperasikan adalah internet, seperti situs website, ngebloging, atau dengan menyampaikan pesan-prinsip-alkitabiah lewat situs pertemanan di jejaring sosial yang lagi tren, friendster, facebook.

Menggali dan menulis kembali pesan-pesan Ilahi dalam berita yang termuat dalam lembaran tercetak merupakan suatu pelayanan dengan kasih kepada Tuhan dan sesama. Firman Tuhan yang diberitakan dengan sarana media cetak sangat besar manfaatnya dalam menjangkau jiwa-jiwa yang haus akan kebenaran karena ia dapat pergi ke mana-mana tanpa dilihat atau dicurigai sebagai “orang” asing. Tulisan bisa menjumpai manusia tanpa batas.

Pada dasarnya setiap orang adalah penulis. Orang yang mampu berbicara dengan baik dan melek huruf pasti bisa menulis. Dalam arti tidak sekadar menggoreskan huruf, tapi menyusun kata-kata menjadi kalimat dan alinea yang baik yang pada akhirnya menjadi tulisan yang utuh. Hanya ketakutan (menulis) itu yang dapat mencegah siapa saja menulis.

Alasan Menulis
Sabda Ilahi itu untuk semua orang. Maka dari itu perlu diberitakan melalui berbagai sarana. Memberitakan pesan-pesan Sang Khalik itu merupakan bagian dari pelayanan dan pengabdian manusia sebagai mahkluk ciptaan-Nya. Pesan surgawi yang dimuat dalam lembaran tercetak sangat ampuh menyadarkan manusia dari kesalahannya serta memberi motivasi untuk berbuat baik. Sebab dalam tulisan itu diungkapkan gagasan dan fakta-fakta alkitabiah dengan maksud untuk meyakinkan, mendidik, menghibur serta memberi instruksi. Pesan-pesan ilahi itu akan mengisi kekosongan hati manusia sekaligus menjadi penyejuk jiwa yang haus akan informasi teologis.

Menulis juga bisa menjadi sarana untuk berefleksi, melihat kembali apa yang dipelajari, diolah kemudian dituangkan dalam tulisan. Pada saat menulis pikiran bekerja, mengeksplorasi visi, hasrat dan menorehkannya di atas kertas. Sebenarnya, seorang penulis, saat menulis sedang berbicara kepada diri sendiri, dalam hati. Ia harus mendengar pesan itu sebelum dituangkan melalui pena. Dengan demikian, ia terlebih dahulu “mesti” menguasai materi yang ditulisnya sekaligus membawa dia ke arah pertumbuhan pengetahuan.

Tentu, aktivitas menulis akan memacu si penulis untuk menggali informasi tentang subjek yang akan ditulis lebih dulu. Dengan demikian wawasan penulis dan pembaca pun bertumbuh, semakin dewasa, serta (mudah-mudahan) akan diterapkan dalam hidup sehari-hari yang mewarnai tulisan itu. Tulisan itu menjadi koreksi diri (self-correction) dan sesama.

Landasan Menulis
Dalam Kitab Suci, terdapat landasan alkitabiah dalam menulis. Allah berfirman, dalam kitab Kel. 34:1 dan 27 agar Musa menuliskan firman-Nya pada loh batu. Nabi Habakuk mendapat perintah untuk menulis penglihatan itu agar orang sambil lalu dapat membacanya (Hab. 2:2). Tabib Lukas melakukan investigasi (hunting news) agar memperoleh informasi yang akurat, kemudian menuliskannya dalam bentuk buku (Kitab Lukas dan Kisah Para Rasul).

Di Pulau Patmos, Yohanes mendapat penglihatan. Kemudian ia diperintahkan supaya menulis penglihatan itu dalam kitab serta mengirimkannya kepada ketujuh jemaat di Asia Minor, (Wahyu 1:10-11). Dari tersebut nampak jelas kalau menulis bukanlah semata-mata gagasan manusia. Sang Pencipta sendiri menghendaki agar pesan-pesan-Nya ditulis. Dan Alkitab adalah karya tulis Maha Agung-Nya (2 Tim. 3:16).

Menulis dan Evangelisme
Menulis pesan-pesan Sang Khalik di media cetak dan elektronik termasuk dalam pelayan literatur. Kesempatan untuk melayani-Nya terbentang luas. Peluang itu harus dipergunakan sebaik dan semaksimal mungkin. Kesempatan emas itu mesti diraih. Ladang informasi itu harus direbut demi kemuliaan-Nya.

Sebenarnya, komunikasi media cetak adalah unsur yang tak terpisahkan dari dunia penginjilan. Sejak semula, isi Alkitab dipublikasikan untuk menyebarkan benih ilahi itu. Kalau dulu ditulis di daun lontar, di kulit kayu papirus, kulit binatang atau batu (prasasti), dan gampang punah, kini, dengan dukungan teknologi canggih yang semakin berkembang pesat kita harus melakukan hal yang sama, berbicara langsung ke hati setiap orang tentang Kristus, melalui literatur. Spirit mempublikasikan pesan ilahi itu mestinya harus lebih menggebu-gebu sekarang karena sarana dan prasarana lebih mudah dan tersedia banyak fasilitas.

Program penginjilan bisa dipromosikan lewat media cetak dan elektronik. Kalau media itu bisa dan cukup efektif dipakai sebagai media promosi penginjilan, berarti ia juga bisa dipakai sebagai alat penginjilan itu sendiri. Sebab, lewat artikel atau tulisan rohani seorang penulis dapat menjangkau khalayak luas yang mungkin belum ia kenal sama sekali. Rangkaian kata-kata tersebut dibaca, dipahami dengan baik, dan satu kalimat bisa terpatri di benak pembaca yang akan memengaruhi pola hidupnya kelak. Sebab kata-kata yang tercetak merupakan representasi dari kata-kata berbunyi, yang memberi kita kekuatan intelektual dan emosional.

Kekuatan Tulisan
“Bila saja Anda memberi 26 serdadu, maka saya akan menaklukkan dunia,” kata Benyamin Franklin. Ketika ditanya apa yang dimaksud dengan 26 serdadu, ia menjawab, ”Huruf A sampai Z.”

Tulisan memiliki kekuatan –tanpa batas– dan bertahan lebih lama dibandingkan dengan senjata api sekalipun. Ia tak lekang dimakan zaman, tetap hidup di hati pembaca yang jujur dan berpikiran terbuka. Dunia juga mengakui bahwa informasi memiliki kekuatan dahsyat. Seperti yang kerap diucapkan para pakar komunikasi dan penggiat media jika ingin menguasai dunia, kuasailah informasi dan media, entah itu cetak atau elektronik.

Media cetak adalah ladang emas yang harus digarap dengan serius. Dengan pertolongan Tuhan, para penulis Kristen punya peluang emas untuk membuka jalan dan hati manusia kepada firman-Nya. Melayani pembaca firman yang ditulis adalah melayani Dia yang empunya firman. Kabar Baik itu harus diberitakan oleh umat Tuhan itu sendiri. Jika Tuhan yang membuka jalan, siapa yang dapat menutupnya?

-------------------------------------------------------------------------------------------------
*Telah dimuat di Majalah NARWASTU Pembaruan
Edisi September No. 70/2009
Dengan judul: “Kekuatan Tulisan dalam Penginjilan.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan Beri Komentar atau Kritik Membangun