Senin, 07 September 2009

Menulis – Sebuah Pelayanan Dengan Kasih*

Oleh Marolop Simatupang

Berbicara tentang pelayanan dalam lingkup kekristenan biasanya sebagian orang berpendapat hanya orang-orang tertentu saja, seperti mereka yang mempunyai gelar teologis di depan atau di belakang namanya yang “boleh” melayani. Namun, bila disinggung tentang kasih, semua pasti setuju bahwa orang Kristen harus mengasihi Tuhan dan sesama.

Sebenarnya, apa makna yang dikandung dalam kata “Mengasihi dan Melayani” Tuhan? Apakah aplikasi kedua kata tersebut terpisah? Terbatas kepada sebagian kalangan saja? Mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa dan akal budi serta mengasihi sesama adalah tanggung jawab orang Kristen (Mat. 22:37-39). Untuk itu semua orang Kristen harus berperan aktif “melakukannya dengan sukacita” (Rom. 12:6-8).

Wujud nyata kasih kita kepada-Nya adalah dengan melayani Dia melalui berbagai sarana dan media. Dalam konteks melayani Tuhan, orang Kristen harus menunjukkan paling tidak tiga hal kepada dunia: (1) Orang Kristen adalah media itu sendiri, “yang dapat dibaca sesama” (2 Kor. 3:2-3); (2) Menyebarkan firman-Nya lewat media lain, dan (3) Mengajar orang lain tentang cara-cara memperoleh keselamatan.

Untuk menyebarkan Kabar Baik itu tersedia cukup banyak media yang dapat digunakan. Salah satu di antaranya adalah media cetak. Dalam hal ini, media cetak yang dimaksud sifatnya umum, bisa mencakup seperti koran, tabloid, majalah, jurnal bulanan atau triwulan, traktat dan buletin mingguan gereja, dan sebagainya. Media elektronik juga bisa dimanfaatkan. Media elektronik yang paling umum, mudah diakses serta gampang dioperasikan adalah internet, seperti situs website, ngebloging, atau dengan menyampaikan pesan-prinsip-alkitabiah lewat situs pertemanan di jejaring sosial yang lagi tren, friendster, facebook.

Menggali dan menulis kembali pesan-pesan Ilahi dalam berita yang termuat dalam lembaran tercetak merupakan suatu pelayanan dengan kasih kepada Tuhan dan sesama. Firman Tuhan yang diberitakan dengan sarana media cetak sangat besar manfaatnya dalam menjangkau jiwa-jiwa yang haus akan kebenaran karena ia dapat pergi ke mana-mana tanpa dilihat atau dicurigai sebagai “orang” asing. Tulisan bisa menjumpai manusia tanpa batas.

Pada dasarnya setiap orang adalah penulis. Orang yang mampu berbicara dengan baik dan melek huruf pasti bisa menulis. Dalam arti tidak sekadar menggoreskan huruf, tapi menyusun kata-kata menjadi kalimat dan alinea yang baik yang pada akhirnya menjadi tulisan yang utuh. Hanya ketakutan (menulis) itu yang dapat mencegah siapa saja menulis.

Alasan Menulis
Sabda Ilahi itu untuk semua orang. Maka dari itu perlu diberitakan melalui berbagai sarana. Memberitakan pesan-pesan Sang Khalik itu merupakan bagian dari pelayanan dan pengabdian manusia sebagai mahkluk ciptaan-Nya. Pesan surgawi yang dimuat dalam lembaran tercetak sangat ampuh menyadarkan manusia dari kesalahannya serta memberi motivasi untuk berbuat baik. Sebab dalam tulisan itu diungkapkan gagasan dan fakta-fakta alkitabiah dengan maksud untuk meyakinkan, mendidik, menghibur serta memberi instruksi. Pesan-pesan ilahi itu akan mengisi kekosongan hati manusia sekaligus menjadi penyejuk jiwa yang haus akan informasi teologis.

Menulis juga bisa menjadi sarana untuk berefleksi, melihat kembali apa yang dipelajari, diolah kemudian dituangkan dalam tulisan. Pada saat menulis pikiran bekerja, mengeksplorasi visi, hasrat dan menorehkannya di atas kertas. Sebenarnya, seorang penulis, saat menulis sedang berbicara kepada diri sendiri, dalam hati. Ia harus mendengar pesan itu sebelum dituangkan melalui pena. Dengan demikian, ia terlebih dahulu “mesti” menguasai materi yang ditulisnya sekaligus membawa dia ke arah pertumbuhan pengetahuan.

Tentu, aktivitas menulis akan memacu si penulis untuk menggali informasi tentang subjek yang akan ditulis lebih dulu. Dengan demikian wawasan penulis dan pembaca pun bertumbuh, semakin dewasa, serta (mudah-mudahan) akan diterapkan dalam hidup sehari-hari yang mewarnai tulisan itu. Tulisan itu menjadi koreksi diri (self-correction) dan sesama.

Landasan Menulis
Dalam Kitab Suci, terdapat landasan alkitabiah dalam menulis. Allah berfirman, dalam kitab Kel. 34:1 dan 27 agar Musa menuliskan firman-Nya pada loh batu. Nabi Habakuk mendapat perintah untuk menulis penglihatan itu agar orang sambil lalu dapat membacanya (Hab. 2:2). Tabib Lukas melakukan investigasi (hunting news) agar memperoleh informasi yang akurat, kemudian menuliskannya dalam bentuk buku (Kitab Lukas dan Kisah Para Rasul).

Di Pulau Patmos, Yohanes mendapat penglihatan. Kemudian ia diperintahkan supaya menulis penglihatan itu dalam kitab serta mengirimkannya kepada ketujuh jemaat di Asia Minor, (Wahyu 1:10-11). Dari tersebut nampak jelas kalau menulis bukanlah semata-mata gagasan manusia. Sang Pencipta sendiri menghendaki agar pesan-pesan-Nya ditulis. Dan Alkitab adalah karya tulis Maha Agung-Nya (2 Tim. 3:16).

Menulis dan Evangelisme
Menulis pesan-pesan Sang Khalik di media cetak dan elektronik termasuk dalam pelayan literatur. Kesempatan untuk melayani-Nya terbentang luas. Peluang itu harus dipergunakan sebaik dan semaksimal mungkin. Kesempatan emas itu mesti diraih. Ladang informasi itu harus direbut demi kemuliaan-Nya.

Sebenarnya, komunikasi media cetak adalah unsur yang tak terpisahkan dari dunia penginjilan. Sejak semula, isi Alkitab dipublikasikan untuk menyebarkan benih ilahi itu. Kalau dulu ditulis di daun lontar, di kulit kayu papirus, kulit binatang atau batu (prasasti), dan gampang punah, kini, dengan dukungan teknologi canggih yang semakin berkembang pesat kita harus melakukan hal yang sama, berbicara langsung ke hati setiap orang tentang Kristus, melalui literatur. Spirit mempublikasikan pesan ilahi itu mestinya harus lebih menggebu-gebu sekarang karena sarana dan prasarana lebih mudah dan tersedia banyak fasilitas.

Program penginjilan bisa dipromosikan lewat media cetak dan elektronik. Kalau media itu bisa dan cukup efektif dipakai sebagai media promosi penginjilan, berarti ia juga bisa dipakai sebagai alat penginjilan itu sendiri. Sebab, lewat artikel atau tulisan rohani seorang penulis dapat menjangkau khalayak luas yang mungkin belum ia kenal sama sekali. Rangkaian kata-kata tersebut dibaca, dipahami dengan baik, dan satu kalimat bisa terpatri di benak pembaca yang akan memengaruhi pola hidupnya kelak. Sebab kata-kata yang tercetak merupakan representasi dari kata-kata berbunyi, yang memberi kita kekuatan intelektual dan emosional.

Kekuatan Tulisan
“Bila saja Anda memberi 26 serdadu, maka saya akan menaklukkan dunia,” kata Benyamin Franklin. Ketika ditanya apa yang dimaksud dengan 26 serdadu, ia menjawab, ”Huruf A sampai Z.”

Tulisan memiliki kekuatan –tanpa batas– dan bertahan lebih lama dibandingkan dengan senjata api sekalipun. Ia tak lekang dimakan zaman, tetap hidup di hati pembaca yang jujur dan berpikiran terbuka. Dunia juga mengakui bahwa informasi memiliki kekuatan dahsyat. Seperti yang kerap diucapkan para pakar komunikasi dan penggiat media jika ingin menguasai dunia, kuasailah informasi dan media, entah itu cetak atau elektronik.

Media cetak adalah ladang emas yang harus digarap dengan serius. Dengan pertolongan Tuhan, para penulis Kristen punya peluang emas untuk membuka jalan dan hati manusia kepada firman-Nya. Melayani pembaca firman yang ditulis adalah melayani Dia yang empunya firman. Kabar Baik itu harus diberitakan oleh umat Tuhan itu sendiri. Jika Tuhan yang membuka jalan, siapa yang dapat menutupnya?

-------------------------------------------------------------------------------------------------
*Telah dimuat di Majalah NARWASTU Pembaruan
Edisi September No. 70/2009
Dengan judul: “Kekuatan Tulisan dalam Penginjilan.”

Ada Apa Dalam Sebuah Nama

Oleh: Mac Layton

“Tetapi, jika ia menderita sebagai orang Kristen, maka janganlah ia malu, melainkan hendaklah ia memuliakan Allah dalam nama Kristus itu.” (1 Petrus 4:16)

Ada Apa Dalam Sebuah Nama?
Ya, dalam sebuah nama terdapat makna!
“Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat d-selamatkan.” (Kisah Para Rasul 4:12)

Dari ayat di atas kita belajar bahwa keselamatan hanya terdapat di dalam nama Yesus. Dan juga segala sesuatu yang kita lakukan baik dalam perbuatan maupun perkataan harus dilakukan di dalam nama Yesus, (Kolose 3:17). Bahwa nama Kristus lebih tinggi dari semua nama adalah benar, (Filipi 2:9; Ibrani 1:4).

Pada surat-surat berharga seperti cek, akte lahir, identitas pribadi, seperti KTP, SIM, Pasport, dll., penulisan nama yang tepat dan benar sangat penting. Tidak boleh ditambah atau pun dikurang. Hal yang sama berlaku dalam konteks kerohanian. Sebagai manusia yang cerdas mestinya kita tahu bahwa Ia telah memberikan nama yang alkitabiah kepada manusia yang menandakan bahwa manusia adalah milik-Nya.

Dalam Perjanjian Lama
Sejak zaman penciptaan, dalam kitab Kejadian, nama selalu pen-ting, (Kejadian 2:19). Allah selalu menghendaki umat-Nya mengenakan nama yang berasal dari Dia saja. Kepada bangsa Israel, Ia berfirman bahwa Ia akan datang menemui mereka hanya jika mereka memakai nama yang Ia berikan kepada mereka, (Keluaran 20:24).

Ia tidak menghendaki kemuliaan-Nya diberikan kepada yang lain, (Yesaya 42:8). Ayub juga mengatakan hal yang sama bahwa ia tidak akan menyanjung-nyanjung siapa pun, (Ayub 31:21,22).

Nabi-nabi Tuhan, melalui wahyu dari-Nya, menunjuk suatu hari di mana Allah akan memberikan nama baru kepada umat-Nya, yang diucapkan oleh mulut Tuhan sendiri, dan nama itu kekal, (Yesaya 56:5-6; 62:2).

Nama Dalam Perjanjian Baru – Kristen
“Mereka tinggal bersama-sama dengan jemaat itu satu tahun lamanya, sambil mengajar banyak orang. Di Antiokhialah murid-murid itu untuk pertama kalinya disebut Kristen.” (Kisah Rasul 11:26). Murid-murid itu disebut dengan nama —tanpa embel-embel di belakangnya— Kristen.

Jelaslah! Karena Allah telah memberikan nama Kristen pada umat-Nya, maka nama itulah yang harus dikenakan, bukan nama pilihan dan buatan manusia. Juga janganlah ditambah-tambahi!

Yesus berbicara mengenai mereka yang memakai nama buatan manusia, “Aku datang dalam nama Bapa-Ku dan kamu tidak meneri-ma Aku; jikalau orang lain datang atas namanya sendiri, kamu akan menerima dia. Bagaimanakah kamu dapat percaya, kamu yang menerima hormat seorang dari yang lain dan yang tidak mencari hormat yang datang dari Allah yang Esa?” (Yohanes 5:43, 44).

Firman di atas sangat mengena dengan zaman sekarang ini sebab banyak orang menamai kelompok-kelompok tertentu, kelompok mereka, sesuai dengan kemauan mereka sendiri, mengindahkan na-ma mulia yang Ia berikan dalam Kitab Suci. Nama Kristus dikubur di bawah puing-puing egoisme dan ambisi negatif manusia!

Jadi, kita bukan saja harus menjadi umat-Nya, tapi juga harus mengenakan nama yang Ia berikan –Kristen. Tak seorang pun dapat mengabdi kepada dua tuan, (Matius 6:24). Memakai nama buatan manusia berarti menolak nama yang telah diberikan Tuhan.

Nama Itu Kekal dan Bersifat Ilahi
Mengapa kita harus mengenakan nama itu –Kristen?
Dalam nama itu Kristus dan Allah dimuliakan, dan dihormati.
“Tetapi, jika ia menderita sebagai orang Kristen, maka janganlah ia malu, melainkan hendaklah ia memuliakan Allah dalam nama Kristus itu.” (1 Petrus 4:16). Nama ciptaan manusia menghormati manusia dan organisasinya, nama Kristen menghormati Kristus.

2. Dalam nama itu terdapat kesatuan
Dengan memakai nama yang berbeda-beda, sekte-sekte, maka suatu jalan dan bibit perpecahan dan perselisihan di-mulai. Namun tak seorang pun pengikut Kristus yang ke-beratan dengan nama Kristen. Jadi mengapa tidak memakai nama itu saja? Mustahil bisa mencapai kesatuan yang harmonis bila memakai nama buatan manusia sebab masing-masing akan menonjolkan nama ciptaannya sendiri. Dalam nama Kristen terdapat kesatuan.

3. Nama Kristen adalah nama terhormat (Yakub 2:7)
Itu sebabnya rasul Paulus meyakinkan orang-orang agar menerima Injil dan menjadi orang Kristen, (Kisah Rasul 26:28). Gereja adalah pengantin perempuan Kristus (Efesus 5:26, 27), dan setiap pengantin perempuan senang menghormati nama pengantin prianya, suaminya, yaitu dengan memakai nama dia saja.

Agar Benar Dihadapan Allah – Harus Benar Dalam
Nama
Agar berkenan kepada-Nya, manusia harus memakai nama yang diotoritaskan saja. Dia tidak akan memberikan kemuliaan-Nya kepada yang lain. Gereja harus memakai nama Dia saja sebab Gereja adalah milik-Nya. Ia yang mendirikan Gereja-Nya, (Matius 16:18). Paulus berkata, “Salam kepada kamu dari semua jemaat Kristus.” (Roma 16:16).

Karena Kristus yang mendirikan Gereja Perjanjian Baru, Kepala Gereja, satu-satunya pintu menuju gereja-Nya, dan Ia fondasi gereja-Nya, maka Gereja itu tidak dapat disebut dengan nama lain selain dari nama Dia yang berhak, Kristus, yaitu sidang jemaat (Gereja milik) Kristus – The Church of Christ.

Namun nama saja tidak cukup, sebab masih ada ciri-ciri lain yang diberikan Allah – nama itu baru satu bagian yang penting. Nama bagi Allah sangat penting, sebab:
1. Nama itu memperkenalkan dirinya.
2. Nama itu menyatakan milik.
3. Nama itu juga menggambarkan sifat dasarnya.

Lebih jauh lagi, dalam nama itu kita berdoa dan dibaptiskan, maka nama itu yang harus dipakai, (Yohanes 14:13; Matius 28:18-20). Tidak ada yang begitu bodohnya membaptiskan orang dalam nama Yohanes Pempabtis, atau berdoa dalam nama Martin Luther, Maria, Calvin, Paulus, dll. Kalau begitu, mengapa memakai nama mereka?

Jika ada yang berkata tidak ada apa-apa dan tidak ada artinya dalam sebuah nama, dan jika yang mereka maksud adalah nama buatan manusia, mereka benar. Namun bila mengatakan tidak ada apa-apa dalam nama yang diberikan Tuhan, nama Ilahi, nama yang Ia berikan kepada umat-Nya tidak penting, mereka salah.

Sulit dipercaya melihat banyak orang berkumpul dan “berbakti” dalam nama manusia, dengan nama “gereja” yang sama sekali tidak pernah disebutkan dalam Alkitab!

Jika Anda dibaptiskan dalam nama Kristus, (Matius 28:19-20), mengenakan nama yang Ia berikan – Kristen, (Kisah Rasul 11:26; 26:28; 1 Petrus 4:16), berdoa dalam nama-Nya, (Yohanes 14:13), berkata dan berbuat dalam nama -Nya, (Kolose 3:17), berbakti dalam Gereja-Nya – Gereja Kristus, maka Anda bisa menghadap takhta Allah dengan yakin dan penuh sukacita. Muliakanlah Dia dalam nama, dengan cara, serta dalam otoritas yang Ia kehendaki.
-------------------
Alih bahasa dan adaptasi seperlunya oleh: Marolop Simatupang

Dosa yang Tidak Akan Diampuni

Oleh Perry B. Cotham

Salah satu topik sulit dan sedikit membingungkan bagi beberapa orang ketika mempelajari Kitab Suci adalah subjek yang disebut dengan “dosa yang tidak akan diampuni.” Meskipun pernyataan persis seperti itu tidak terdapat dalam Alkitab, namun banyak orang yang bertanya dan ingin penjelasan tentang hal itu.

Banyak orang yang khawatir jangan-jangan telah berbuat “dosa yang tidak akan diampuni,” atau “dosa yang melawan Roh Kudus.” Karena pernyataan Kitab Suci tentang subjek ini telah menimbulkan keingin-tahuan yang begitu besar bagi mereka yang berhati jujur dan berpikiran terbuka, maka pelajaran ini perlu ditelaah dengan saksama.

Pertanyaannya adalah, “Apakah Alkitab mengajarkan bahwa mungkin saja seseorang itu berada di luar jangkauan anugerah Allah?” Apakah “dosa yang tidak akan diampuni” itu?

Alkitab dengan jelas telah mengajarkan syarat-syarat agar selamat, di antaranya:
Titus 2:11: “Karena kasih karunia Allah yang menyelamatkan semua manusia sudah
nyata.”
Markus 16:15, 16: “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk. Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum.”

Jelas, Tuhan tak menghendaki seorang pun binasa. Ia menghendaki agar “semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran.” (1 Tim. 2:4).

Namun kemudian pertanyaan timbul, “Bukankah Yesus telah berkata bahwa ada dosa yang tidak akan diampuni? Jika benar, dosa apakah itu?” Yesus berkata bahwa “hujat terhadap Roh Kudus tidak akan diampuni.” (Mat. 12:31). Apa arti pernyataan tersebut?

Pembaca, mohon pelajari statemen tersebut sesuai dan dalam konteksnya. Yesus menyembuhkan seorang bisu dan buta yang kerasukan setan. “’Maka takjublah sekalian orang banyak itu, katanya: “Ia ini agaknya Anak Daud.”’ (Mat. 12:23). Orang Farisi tak dapat menyangkal bahwa Yesus baru saja melakukan sebuah tanda ajaib besar.
Namun anehnya, para penentang Yesus tersebut tak mau mengakui kalau mereka kagum melihat mujizat itu. Mereka malah marah dan mengeraskan hati setelah melihat itu semua. Mereka berkata, “Dengan Beelzebul, penghulu setan, Ia mengusir setan.” (Mat. 12:24). Mereka menuduh Yesus melakukan tanda ajaib dengan kuasa dari setan.

Ketika orang Farisi itu menolak apa yang telah dilakukan Yesus, dengan mengaitkannya pada roh Beelzebul, Yesus merespon tuduhan mereka dengan berkata setiap kerajaan yang terpecah-pecah pasti hancur; kalau Ia mengusir setan dengan kuasa setan, maka setan pasti melawan dirinya sendiri. Setan jelas tidak akan melawan dirinya sendiri.

Kemudian Yesus berkata, “Sebab itu Aku berkata kepadamu: Segala dosa dan hujat manusia akan diampuni, tetapi hujat terhadap Roh Kudus tidak akan diampuni. Apabila seorang mengucapkan sesuatu menentang Anak Manusia, ia akan diampuni, tetapi jika ia menentang Roh Kudus, ia tidak akan diampuni, di dunia ini tidak, dan di dunia yang akan datangpun tidak.” (Mat. 12:31, 32).

I. Yesus Tidak Mengatakan Menghujat Roh Kudus Berarti:
1. Menghujat Roh Kudus Bukan Berarti Membunuh
Orang-orang yang menyalibkan Yesus telah diampuni setelah mereka menaati syarat-syarat pengampunan (Kis. 2:36-41). Saat di atas kayu salib, Ia berdoa bagi mereka yang menyalibkan-Nya. Akan tetapi, Dia tidak bermaksud bahwa mereka akan atau dapat selamat tanpa menaati syarat-syarat yang telah ditentukan.

Rasul Paulus, sebelum bertobat, menganiaya orang Kristen, namun ia telah diampuni (Kis. 7:58-8:3; 9:1-18; 22:16). Dalam surat kirimannya ia berkata dulu ia seorang penghujat, penganiaya, dan yang menghancurkan jemaat. Namun kini ia telah mendapat anugerah pengampunan sebab semua itu ia lakukan tanpa pe-ngetahuan, yaitu di luar iman (1 Tim. 1:13-15). Jadi, “orang yang paling berdosa” pun masih bisa mendapat pengampunan.

2. Menghujat Roh Kudus Artinya Bukan Bunuh Diri
Beberapa orang menduga Yesus sedang berbicara tentang bunuh diri. Mereka sampai pada dugaan seperti itu sebab membunuh itu dosa, dan orang yang bunuh diri tak punya kesempatan untuk bertobat.

Memang Alkitab mengajarkan bahwa orang yang tidak bertobat dan belum diampuni, kemudian mati, tidak akan masuk surga. Namun bukan itu yang dimaksud Yesus ketika Ia berbicara tentang dosa yang tidak akan diampuni. Dalam konteks terlihat jelas bahwa orang yang melakukan “dosa yang tidak akan diampuni” itu bisa saja masih tetap hidup di dunia ini.

3. Menghujat Roh Kudus Artinya Bukan Mengucapkan Kata-kata Kotor
Jika itu yang dimaksud Yesus, maka rasul Petrus tidak akan dapat pengampunan. Ia mengutuk, bersumpah, namun ketika ia bertobat ia diampuni (Mat. 26:69-75; Yoh. 21).

4. Menghujat Roh Kudus Artinya Bukan Melakukan Tindakan Imoralitas
Yesus berkata kepada perempuan yang berbuat zinah, “Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi dari sekarang.” (Yoh. 8:11). Banyak orang Kristen di Korintus, sebelum bertobat, penuh dengan dosa imoralitas, namun mereka telah diampuni (1 Kor. 6:9-11; Kis. 18:8). Bahkan orang Kristen yang jatuh ke dalam dosa karena hal yang sama masih bisa mendapat pengampunan (1 Kor. 5:2; 2 Kor. 2:6-8).

5. Menghujat Roh Kudus Bukan Berarti Kembali Melakukan Perbuatan-perbuatan Dosa
Beberapa orang mengatakan hanya orang Kristen yang bisa jatuh ke dalam dosa yang tidak akan diampuni, sebab hanya orang Kristen yang punya (karunia) Roh Kudus; lalu disimpulkan, “dosa yang tidak akan diampuni” itu artinya kembali melakukan perbuatan-perbuatan tercela.

Dalam konteks, Yesus, saat mengatakan tentang dosa yang tidak akan diampuni, berbicara kepada orang Farisi dan ahli Taurat yang jahat itu, bukan kepada para pengikut-Nya. Alkitab mengatakan memang mungkin saja umat-Nya jatuh ke dalam dosa dan binasa. (Yoh. 15-1-16) Akan tetapi firman-Nya juga mengatakan tentang pemulihan, di mana orang yang jatuh ke dalam dosa masih bisa bertobat dan kembali ke jalan-Nya (Kis 8:22).

6. Menghujat Roh Kudus Bukan Berarti Menunda-nunda Menaati Injil Sampai Mati
Meskipun tidak mungkin lagi bisa menaati Injil setelah mati, namun orang yang tidak berbuat “dosa yang tidak bisa diampuni” dapat menaati Injil dan selamat sebelum ia mati. Yang dimaksud Yesus dalam teks adalah orang yang, setelah menghujat Roh Kudus, tak punya lagi pengharapan akan pengampunan. Karena itu “dosa yang tidak akan diampuni” bukanlah semata-mata karena melalaikan kewajiban.

II. Lalu Apa Yang Dimaksud Yesus Dengan “Menghujat Roh kudus?”
1. Menghujat Roh Kudus Artinya Mengucapkan Kata-kata Jahat Terhadap dan Melukai Perasaan Roh Kudus.
Menurut Standard Greek Lexicons, menghujat artinya “mengucapkan kata-kata jahat terhadap,” “menista” atau “mengucapkan penghinaan dengan sengaja kepada Allah atau terhadap hal-hal yang kudus.” Roh Kudus adalah pribadi dalam lem-baga keallahan, bukan sekadar pengaruh. (Mat. 28:19).

Karena itu, menghujat Roh Kudus berarti mengucapkan kata-kata jahat, menista, atau menghina (Roh Kudus) dengan sengaja. Menghujat merupakan suatu perbuatan nyata. Mengucapkan kata-kata jahat selalu melekat pada kata menghujat. Di bawah hukum Musa, orang yang menghujat dapat dihukum mati (Imm. 24:16).

Tentunya, sudah ada dosa sebelumnya di hati orang yang mengujat Roh Kudus sebelum ia menghujat. Sama halnya dengan orang yang baru berencana membunuh saja telah berdosa, sebab Tuhan tahu apa yang ada dalam hati setiap orang.

Akarnya adalah apa yang jahat yang sedang direncanakan adalah dosa juga, seperti kebencian, iri hati dan dengki. Ini bisa membawa orang pada tindakan pembunuhan. Kebencian dalam hati sama dengan membunuh dalam hati. (1Yoh 3:15).

Jadi, mengenai orang Farisi itu dikatakan, Yesus telah “mengetahui pikiran mereka,” (Mat 12:25) dan kata-kata yang mereka ucapkan merepresentasikan apa yang ada dalam hati mereka. Di kesempatan lain dikatakan Yesus “berdukacita karena kedegilan hati mereka” (Mark. 3:5).

Kata-kata mereka, yang menghujat Roh Kudus, seperti yang disebutkan dalam bahasan ini, berasal dari hati jahat mereka dan mengindikasikan hati yang jahat. Meskipun menghujat dan kedegilan hati tidak sinonim, namun menghujat yang dimaksud Yesus adalah berasal dari hati yang benar-benar degil. Itu sebabnya Yesus mengatakan tidak akan ada lagi pengampunan.

Jadi, dalam Mat 12:32, Yesus berbicara tentang jenis penghujatan tertentu. Ia menyampaikan hal yang mengerikan itu kepada orang Farisi sebab mereka mengatakan ”Ia kerasukan roh jahat.” Karena hati mereka degil, melawan pengajaran Allah, mereka benar-benar berada dalam bahaya. Hati mereka telah menjadi degil, tidak ada pengharapan, dan sama sekali tak mempan pengajaran Kristus, hati mereka dikelilingi oleh sikap prejudis kebencian.

2. Roh Kudus Memberikan Injil Demi Keselamatan Jiwa Manusia
Yohanes Pembaptis diutus Allah untuk mempersiapkan orang-orang bagi kedatangan Tuhan. (Yoh. 1:6; Luk. 1:17; 7:29-30). Pemberitaan Firman oleh Yohanes diikuti kemudian oleh pelayanan Yesus. Namun banyak yang menolak Yesus ... bahkan oleh kelompok yang sama, orang Farisi! Setelah pelayanan Yesus, pribadi ketiga dari lembaga keallahan diutus, yaitu Roh Kudus, untuk mengilhamkan para penulis Perjanjian Baru.

Yesus berjanji akan mengutus Roh Kudus untuk memimpin rasul-rasul kepada seluruh kebenaran. Roh kudus datang untuk memberi kesaksian tentang Yesus serta menyatakan syarat-syarat pengampuan. (Yoh 15:26 ; 16:7-13). Roh Kudus turun ke atas rasul-rasul pada hari pentakosta (Kis 2:1-4). Dalam kesempatan itu, Roh Kudus menawarkan pengampunan kepada orang-orang yang telah menolak Yesus, bahkan kepada mereka yang telah menyalibkan Dia (Kis 2:36-38). Namun pengampuan itu bersyarat, yaitu berdasarkan penerimaan mereka akan Kristus sebagai Anak Allah sebagai satu-satunya pengharapan pengampunan.

Mereka yang hidup pada masa pelayanan Kristus mungkin saja telah berdosa kemudian diselamatkan di bawah dipensasi Roh Kudus. Namun jika orang Farisi itu menolak penawaran terakhir dari kasih karunia itu dengan menghujat Roh Kudus, maka tidak ada lagi cara lain untuk menyelamatkan mereka; mereka tidak akan mendapat pengampunan dosa.

Jadi, pada saat itu Yesus berkata kepada orang Farisi itu bahwa orang boleh mengucapkan ”sesuatu menentang Anak Manusia” dan ia “akan diampuni, tetapi jika menentang Roh Kudus, ia tidak akan diampuni, di dunia ini tidak, dan di dunia yang akan datangpun tidak.” (Mat 12:32).

Maksudnya begini: “Kamu boleh menolak Firman Allah, namun jika kamu bertobat kamu akan diampuni; kamu boleh menolak-Ku dan menentang pelayanan-Ku, namun kamu akan diampuni jika bertobat; namun jika kamu menghujat dan menolak firman yang diajarkan Roh Kudus bila Ia datang dan berbicara melalui rasul-rasul-Ku maka tidak akan ada lagi pengampunan bagimu, di dunia ini tidak, dan di dunia yang akan datangpun tidak. Pesan dari Roh Kudus itu akan menjadi tawaran pengampunan terakhir bagimu; dan orang yang menghujat Roh Kudus tidak akan diampuni.”

3. Pengajaran Roh Kudus Mesti Ditaati.
Jika seseorang menolak Roh Kudus pada zaman kekristenan sekarang, maka tidak akan ada lagi pengampuan bagi dia sebab Roh Kudus-lah, dari lembaga ke-allahan, yang terakhir diutus untuk mentobatkan manusia dari dosa. Tidak ada lagi rencana keselamatan yang ditawarkan kepada dunia. Itulah yang terakhir.

Agar selamat, setiap orang harus menaati hukum pengampunan dari Roh Kudus, yaitu hukum yang telah diberitakan oleh para rasul dan ditaati oleh mereka yang pertobatannya dicatat dalam kitab Kisah Para Rasul, yaitu: harus mendengarkan Injil, percaya, bertobat, mengaku iman dalam Kristus dan dibaptiskan. (Mark. 16:15-16; Kis. 2:36-38; 22:16).

Namun jika seorang Kristen jatuh ke dalam dosa, ia harus bertobat, mengakui dosanya dan berdoa. (Kis. 8:13-24;Yak. 5:16;). Semua dosa, tanpa terkecuali, akan diampuni apabila orang yang berdosa itu bertobat dan menaati Firman-Nya. Allah selalu “sudi mengampuni” (Neh. 9:17).

Allah akan mengampuni orang berdosa yang mau bertobat dan melakukan kehendak-Nya, namun yang tidak bertobat, tidak. Ia “...memberitakan kepada ma-nusia, bahwa di mana-mana semua mereka harus bertobat.” (Kis. 17:30). Ia “... menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang ber-balik dan bertobat.” (2 Pet. 3:9). Yang tidak menaati Injil, binasa (2 Tes. 1:7-10).

Jadi, ketika Yesus berkata “segala dosa dan hujat manusia akan diampuni” kecuali dosa hujat terhadap Roh Kudus, Ia tidak bermaksud bahwa setiap dosa akan diampuni tanpa menaati ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan. Tentu saja, orang yang menghujat Roh Kudus adalah orang yang jahat dan tidak akan pernah mau menaati syarat-syarat pengampuan dosa. Allah tidak akan mengampuni dosa orang yang tidak mau bertobat. Sebab salah satu syarat pengampunan atau keselamatan adalah pertobatan (Luk. 13:3).

Lalu apakah “dosa menghujat Roh Kudus” itu? Itu adalah suatu watak-kekerasan hati yang membawa seseorang menghujat atau menista Roh Kudus. Ketika seseorang benar-benar tak mau menerima pengajaran Roh Kudus, dan malah menghujat-Nya, ia telah berbuat dosa yang tidak akan diampuni.

III. Mungkinkah Manusia Saat Ini Berbuat Dosa yang Tidak Akan Diampuni?
1. Seseorang Mungkin Saja Menentang Roh Kudus Saat Ini
Roh Kudus, sekarang, berbicara kepada manusia melalui Alkitab, firman yang diilhamkan. Stefanus mengatakan kepada orang yang menganiaya dirinya bahwa mereka menentang Roh Kudus saat mereka menolak firman yang ia beritakan (Kis. 7:51).

Bila manusia menolak apa yang diberitakan oleh para rasul yang diilhamkan, itu sama dengan ia telah menentang Roh Allah, karena Ia berbicara kepada manusia melalui hamba-hamba-Nya. Jadi, saat ini, jika seorang berdosa menolak menaati Injil, atau ketika seorang Kristen berdosa dan tidak mau bertobat, itu sama dengan ia telah menentang Roh Allah.

Manusia punya kebebasan untuk memilih, ia dapat menolak. Namun setiap kali ia menolak menaati Injil, ia mengeraskan hatinya dan makin jauh dari ketaatan. Karena tidak mau menaati Injil, akhirnya ia tidak akan mampu lagi menaati Kabar Baik itu. Ini akibat dari penolakan yang disengaja terhadap pengajaran Roh Kudus.

Kitab Suci dengan jelas mengajarkan bahwa seseorang yang mengeraskan hatinya akan makin sulit menaati kehendak-Nya. Walaupun kekerasan hati, tidak mau menerima Injil bukanlah menghujat Roh Kudus, akan tetapi akibatnya sama, yakni tidak ada pengampunan. Kira-kira seperti itulah keadaan hati yang dimaksud Yesus ketika Ia berbicara seperti yang dicatat dalam kitab Mat. 12:31-32, dan Ia berkata tidak akan ada pengampunan bagi orang yang menghujat seperti itu.

2. Ilustrasi
Contohnya, seseorang diikat dengan tali yang tipis di sebuah kursi. Tentu ia dapat memutuskan tali itu dengan mudah. Tapi coba orang itu diikat dengan tali yang berlapis-lapis, maka ia akan sulit melepaskan diri dari ikatan tali itu. Kira-kira seperti itulah dosa, yang mengikat setiap kali berbuat dosa yang akhirnya ikatan dosa itu makin banyak, berlapis-lapis, sampai akhirnya benar-benar terbelenggu.

Salomo berkata, “Orang fasik tertangkap dalam kejahatannya, dan terjerat dalam tali dosanya sendiri.” (Ams. 5:22). Mungkin ada yang bertanya, “Apakah Kristus tak dapat memerdekakan orang?” (Yoh. 8:31-36). Jawabannya tidak, jika orang tersebut sangat jahat dan akhlaknya buruk serta tidak mau bertobat.

Ilustrasi lainnya, seseorang meneteskan setetes cuka ke matanya setiap hari. Lama-lama sudah pasti penglihatannya akan rusak. Dokter pribadinya mungkin telah memperingatkan, kalau itu tetap dilakukan maka ia akan benar-benar buta. Namun ia tidak mengindahkan peringatan itu, sampai akhirnya ia benar-benar buta total. Melakukan seperti itu gambarannya sama dengan berbuat dosa yang tidak akan diampuni. Jika seseorang berbuat dosa, dengan sengaja menentang Roh Kudus, setiap hari, maka jiwanya pasti akan binasa.

IV. “Apakah Saya Telah Berbuat Dosa yang Tidak Akan Diampuni?”
Oleh karena menolak dan menghujat Roh Kudus merupakan dosa yang tidak akan diampuni, maka orang yang benar-benar memerhatikan subjek ini tidaklah berbuat dosa yang tidak akan diampuni. Namun orang yang berbuat “dosa yang tidak akan diampuni” tidak akan peduli dengan hal itu. Jika seseorang berbuat dosa seperti ini, maka itu menjadi pertanda bahwa ia tidak peduli pada keselamatan jiwanya. Ia sama sekali tidak punya rasa sesal dan tidak takut akan Allah.

“Dosa yang tidak akan diampuni,” bagaimanapun itu dilakukan, pada dasarnya adalah dosa yang dilakukan dengan kemauan sendiri, dan sengaja melawan firman Allah, yang bersumber dari kedegilan hati serta tidak mau bertobat. Namun orang yang mau bertobat, yang ditunjukkan dengan ketaatannya pada firman-Nya, tidak berbuat dosa yang tidak akan diampuni.

Pengharapan pengampunan itu hanya untuk orang yang mau bertobat. Kasih karunia Allah itu besar; Ia akan mengampuni setiap orang berdosa yang datang kepada-Nya, entah itu orang berdosa atau orang Kristen yang jatuh ke dalam dosa, yang mau bertobat dan menaati kehendak-Nya, (Luk. 15; 1 Kor. 5:5; Yak. 5:19,20).

1. “Dosa yang Tidak Akan Diampuni” itu Tidak Dilakukan Dengan Tiba-tiba
Artinya “dosa yang tidak akan diampuni” itu tidak terjadi seketika, atau hanya dalam tempo satu hari, tapi secara perlahan-lahan.

Memadamkan artinya memberangus, membredel, melumpuhkan. Bila Roh Kudus dilumpuhkan, itu sama dengan telah berbuat dosa yang dilakukan secara terus menerus, yang akhirnya sampai pada dosa yang tidak akan diampuni. Bila seseorang mendukakan dan menentang Roh Kudus, ia sedang mempersiapkan jalan yang akan membawanya sampai pada memadamkan Roh Kudus.

Setiap langkah yang menjauh dari Tuhan adalah sangat berbahaya; langkah yang akan membawanya pada pemisahan yang kekal dari Allah. Selalu menolak Injil akan berakibat fatal. Orang yang selalu menentang Roh Kudus dan tidak mau mendengar firman Tuhan akan semakin jauh dan sulit untuk “kembali kepada Tuhan.” (Yes. 55:7). Semakin sering himbauan agar datang kepada Tuhan ditolak semakin degillah hatinya. Hanya segelintir orang yang selalu menolak Injil namun akhirnya bertobat.

2. Orang Kristen Harus Berharap dan Berdoa Bagi Keselamatan Semua Orang (Rom. 10:1; 11:23)
Beberapa orang hidup tanpa pengharapan. Lalu hati mereka makin degil; akan tetapi karena tak ada yang tahu pasti akan hal ini, maka janganlah simpulkan mereka tak mungkin lagi bisa diselamatkan. Selama orang berdosa itu masih hidup, tetaplah beritakan firman kepadanya.

Jika orang tersebut mau bertobat, ia akan selamat. Jangan menyerah! Belum tentu orang itu berbuat dosa yang tidak akan diampuni. Kita harus mengerahkan segala daya-upaya membawa orang berdosa kembali kepada-Nya, melalui pertobatan yang murni menaati firman-Nya.

3. Hari Ini Adalah Hari Keselamatan Itu
Di atas tebing Air Terjun Niagara ada sebuah tanda berbunyi, “Titik Penyelamatan Terakhir.” Awak kapal yang berlayar tahu bahwa ia tidak boleh melewati tanda tersebut. Sebab di seberang sungai itu terdapat ngarai yang curam dengan arus yang sangat deras. Jika ia melewati tanda itu ia tidak dapat kembali lagi.

Kira-kira seperti itulah keadaan orang yang berbuat “dosa yang tidak akan diampuni” atau menunda-nunda menaati Injil sampai ajal menjemput. Ia telah sampai pada titik di mana tidak ada lagi penyelamatan atau penebusan. Tidak ada lagi kesempatan untuk berbalik (bertobat).

Tak seorang pun tahu berapa lama ia akan hidup atau kapan kematian itu datang. Namun ada satu hal yang dapat ia ketahui dan pastikan agar keselamatan itu diperoleh, yaitu ia harus menaati Tuhan, sekarang. “... Sesungguhnya, waktu ini adalah waktu perkenanan itu; sesungguhnya, hari ini adalah hari penyela-matan itu.” (2 Kor. 6:2).

Tidak ada kebodohan yang paling besar selain daripada berfoya-foya dalam duniawi sampai jiwanya benar-benar rusak oleh duniawi. Kita harus mencari Tuhan selagi kita masih dapat menyelamatkan diri dari cengkeraman maut; besok mungkin akan terlambat (Ams. 27:1; Yak. 4:13-17).
-----------------------------------------
Alih Bahasa dengan penyesuaian tata bahasa seperlunya oleh: Marolop Simatupang