Jumat, 30 Oktober 2009

Mencari Dia yang Telah Lahir

Oleh Marolop Simatupang

Popularitas, kekayaan, kebahagiaan semu! Kira-kira itulah yang dicari orang saat ini. Mencari Tuhan tidak lagi menjadi proritas utama kebanyakan orang sekarang. Mestinya manusia harus mencari Juruselamat. Di Atena, rasul Paulus berkata kepada orang banyak, “... Dialah yang memberikan hidup dan nafas dan segala sesuatu kepada semua orang supaya mereka mencari Dia ... Ia tidak jauh dari masing-masing. (Kis. 17:25-27).

Raja Daud berdoa, “Ya Allah, Engkaulah Allahku, aku mencari Engkau, jiwaku haus kepadaMu ...” (Mzm. 63:1). Musa mendorong bangsa Israel agar “... mencari Tuhan, Allahmu,” serta meyakinkan mereka bahwa mereka akan “menemukan-Nya, asal engkau menanyakan Dia dengan segenap hatimu dan segenap jiwamu.” (Ulg. 4:29).

Dalam kitab Matius 2:1-13, kita melihat beberapa orang mencari Dia yang baru lahir. Ki-sah ini sangat terkenal. Dari negeri nun jauh di Timur mereka berlelah datang ke Yerusa-lem agar bisa melihat Mesias yang baru lahir di palungan kandang domba itu. Pesan apa yang bisa kita pelajari dari pencarian mereka?

Mereka mencari Juruselamat
Siapa mereka? Kitab Suci menyebut orang-orang majus, yang pada saat itu berarti orang yang cerdik pandai dan mampu “melihat” sesuatu yang akan terjadi. Sekarang disebut orang bijak. Mereka berasal dari Timur, tapi kita tidak tahu tepatnya di mana. Beberapa sejarawan dan sarjana Kristen mengatakan mereka berasal dari jazirah Arab, yang lain berpendapat dari Persia, Babilon, Mesopotamia atau dari daerah timur lainnya. Memang tidak bisa pastikan, tepatnya, dari negara mana. Namun satu hal yang pasti bahwa mereka adalah non-Yahudi sebab mereka tidak berkata, “Raja kami,” tapi “Raja orang Yahudi.”

Meski informasi latar belakang orang-orang majus ini minim namun satu pelajaran positif dari mereka ialah bahwa mereka adalah para pencari Juruselamat yang tekun. Hikmat sejati mereka bukan terletak pada pengetahuan umum atau sekuler mereka, tapi dalam usaha mencari Dia yang baru lahir itu. Itulah hikmat sejati. Apakah Anda berpendidikan tinggi atau tidak, entahkah Anda kolongmerat atau bukan, namun jika Anda bersungguh-sungguh mencari Dia yang adalah “Raja di atas segala raja dan Tuan di atas segala tuan,“ (Why. 19-16), maka Anda adalah orang berhikmat, orang bijak.

Misi mereka ke Yerusalem bukan untuk berdagang, bukan juga untuk berwisata ke Laut Mediterania atau pelesiran ke Laut Mati yang kesohor itu, tapi untuk melihat Imanuel yang telah lahir itu. Setibanya di Yerusalem mereka bertanya,”Dimanakah Dia, Raja orang Yahudi itu?” Mereka tentu harus mengorbankan waktu, tenaga dan materi yang ti-dak sedikit agar bisa berjumpa dengan-Nya. Sebuah usaha yang layak diapresiasi.

Adakah komitmen dalam diri kita untuk mengorbankan waktu, tenaga dan materi demi Yesus? Allah telah mengarunikan kepada kita segala berkat rohani di dalam Kristus. (Ef. 1:3). Allah mendorong agar setiap orang mencari Juruselamat, dan Ia akan “memberi upah kepada orang yang sungguh mencari Dia.” (Ibr 11: 6).

Ingat juga bahwa dalam mencari Dia, jangan mengandalkan hikmat sendiri sebagaimana orang majus itu mengikuti petunjuk bintang-Nya yang mereka lihat di Timur. Jika kita ingin bertemu dan mendapatkan keselamatan dari Juruselamat, maka kita harus mengi-kuti petunjuk-Nya. Nabi Yeremia mengatakan, “Aku tahu, ya TUHAN, bahwa manusia tidak berkuasa untuk menentukan jalannya, dan orang yang berjalan tidak berkuasa untuk menetapkan langkahnya.” (Yer. 10:23).

Kita wajib mengikuti petunjuk, bimbingan dan arahan-Nya agar mendapatkan Dia, seper-ti orang-orang majus bertemu dengan Dia yang baru lahir itu.

Mereka bertemu dengan Dia
Bertahun-tahun sebelum Kristus lahir, Daud berkata kepada Salomo, anaknya, ”Jika eng-kau mencari Dia, maka Ia berkenan ditemui olehmu ...” (1 Taw 28 : 9). Orang-orang ma-jus itu mencari Juruselamat dengan sikap dan di jalan yang benar, dan dengan pertolong-an Allah, mereka bertemu dan “melihat Anak itu bersama Maria, ibu-Nya.” Kita bisa bayangkan betapa sukacitanya mereka saat melihat Dia yang mereka cari.

Pada zaman dahulu, orang Yunani, ketika menemukan apa yang mereka cari, mereka me-nunjukkan ekpresi sukacita dengan berkata “Eureka,” artinya “Saya menemukanya.” Kita tidak tahu apa yang mereka ucapkan pada saat melihat Dia, apakah mereka berteriak sukacita, atau meneteskan air mata bahagia. Tentunya mereka sangat bersukacita.

Jika mencari Tuhan dan keselamatan di jalan dan dengan sikap yang benar niscaya Allah pasti akan menolong kita. Dengan usaha yang sungguh-sungguh dan tekun di jalan-Nya, orang-orang yang mencari Dia akan menemukan-Nya dan dengan ekspresi sukacita bisa, seperti Filipus, mengatakan, ”Kami telah menemukan Dia yang disebut oleh Musa dan kitab Taurat dan oleh para nabi, yaitu Yesus, anak Yusuf dari Nazaret.” (Yoh. 1-45).

Seperti orang-orang majus itu, kita juga bisa berbahagia dengan sukacita yang mulia dan yang tidak terkatakan. (1 Pet. 1: 8).

Mereka sujud menyembah Dia
Setelah orang-orang majus itu melihat Dia bersama ibu-Nya, sujudlah mereka untuk me-nyembah Dia. Sikap yang layak untuk dicontoh! Mereka mencari Putra tunggal Bapa itu bukan untuk sensasi dan kesombongan, “Hey! Lihat, kami hebat! Kami telah melihat-Nya.” –tapi untuk menyembah-Nya. Mereka telah mengatakan komitmen ini sebelumnya. Mereka bertanya, “Di manakah Dia, raja orang Yahudi yang baru dilahirkan itu? Kami telah melihat bintang-Nya di Timur dan kami datang untuk menyembah Dia.” (Mat. 2:2).

Mereka tidak hanya sujud menyembah, tapi juga membuka tempat harta bendanya dan mempersembahkan kepada-Nya: emas, kemenyan, dan mur. Beberapa orang melihat gambaran dan lambang persembahan tersebut seperti ini: emas, persembahan yang diberi-kan kepada raja, benar bahwa Ia adalah Raja di atas segala raja, (Wah 19:16); kemenyan, salah satu dari wangi-wangian dalam persembahan ukupan yang kudus, persembahan yang diberikan kepada imam (Kel. 30:34-38); dan mur, minyak yang dibubuhi di tubuh Yesus, Juruselamat yang telah mati bagi dosa manusia itu sebelum dikuburkan. (Yoh 19 : 36). Bahwa Yesus adalah Raja, Imam dan Juruselamat!

Signifikansi yang sesungguhnya terletak bukan pada apa yang mereka persembahkan tapi pada sikap dan ekspresi hormat yang mereka tunjukkan kepada Raja mereka. Bahwa iba-dah yang sejati dan persembahan tidak dapat dipisahkan. Pada zaman Perjanjian Lama, umat-Nya mempersembahkan korban bakaran, saat ini orang Kristen harus memberikan persembahan yang lebih baik.

Jika Anda tak punya emas, kemenyan atau minyak mur, itu tak masalah. Persembahkan-lah yang terbaik yang Anda punya. Pertama, persembahkan dan berikan diri –komitmen total– Anda kepada-Nya, “Mereka memberikan lebih banyak dari pada yang kami harap-kan. Mereka memberikan diri mereka, pertama-tama kepada Allah ...” (2 Kor 8 : 5).

Tunjukanlah dedikasi sejati Anda kepada-Nya. “Karena itu, saudara-saudara, demi kemu-rahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.” (Rom. 12:1).

Orang-orang majus mencari Dia, Juruselamat manusia. Mereka mendapatkan-Nya serta mempersembahkan persembahan kepada-Nya. Semoga kita menjadi orang bijak, yang akan mencari dan mendapatkan Dia serta mempersembahkan persembahan terbaik kita kepada Mesias, Sang Penebus yang telah lahir itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan Beri Komentar atau Kritik Membangun