Senin, 12 April 2010

Kekang Amarahmu

Oleh Marolop Simatupang
Rata Penuh
Banyak orang mudah naik darah dan bertemperamen panas, gampang marah. Banyak yang beralasan karena sudah sifatnyas seperti itu, tak bisa dirobah. Marah adalah salah satu dari sifat emosionil manusia. Lumrah bila manusia marah. Namun menjadi malapetaka bila amarah tak bisa dikekang. Amarah semacam ini bisa menggelembung dan berpusar tak terkendali.

Mereka yang membiarkan dirinya dikuasai oleh amarah menimbulkan masalah bagi diri sendiri dan orang lain. Di rumah, anggota keluarga yang tak bisa mengendalikan emosi amarahnya bisa menciptakan lingkaran setan bagi keluarga. Anak-anak yang dilahirkan dan dibesarkan di rumah semacam ini jadi diperbudak dalam pemikiran salah kaprah bahwa amarah tak terkendali adalah perilaku yang dapat diterima.

Mungkin orang yang tak bisa mengekang amarahnya merasa puas karena perilakunya bisa memberikan apa yang dia inginkan, walaupun hanya sementara. Juga merasa puas karena bisa menumpahkan seluruh emosinya dengan cara yang negatif.

Amarah – Perbuatan Daging
Menurut Kitab Suci, “amarah” adalah “perbuatan daging,” (Gal. 5:19-21), yang dikelompokkan bersama “percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, kepentingan diri sendiri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora, dan sebagainya ....”

Semua “perbuatan daging” adalah dosa. Bila dibiarkan, menghasilkan maut. Namun pemahaman sebagian orang tentang amarah, yang ditempatkan dalam kategori yang sama dengan pembunuhan, penyembahan berhala, dsb, adalah dosa tidak jelas, abu-abu. Kadang pemahaman amarah adalah dosa atau tidak diserahkan pada penentuan masing-masing. Ada yang membuat kategori amarah dosa dan amarah tidak dosa, mirip-mirip bohong putih dan bohong hitam. Tetapi kita yang percaya pada Kristus dengan sepenuh hati tahu bahwa dengan nama apa pun disebut, dosa tetaplah dosa di dalam Buku Ilahi.

Melatih Pengendalian Diri – Penting
Kita tahu bahwa kita bertanggung-jawab pada perilaku hidup kita masing-masing. Artinya kitalah yang pertama kali yang semestinya mengendalikan emosi kita. Adalah tidak elok bila kita bisanya hanya menyalahkan orang lain ketika kita naik darah, amarah meledak. Bagaimana pun kesal atau dongkolnya hati karena ulah orang lain, kitalah yang bertanggung-jawab pada emosi kita dan mengendalikannya.

Peperangan rohani dimainkan di panggung teater kehidupan sehari-hari di mana kata-kata dan tindakan mencerminkan karakter yang sesungguhnya. Setiap kali kita terlalu emosional akan seseuatu hal, setiap kali kita menyerah pada ledakan amarah, kita mengalami satu lagi kegagalan pertempuran rohani. Contohnya, ketika kita marah, otak kita macet dan mulut terbuka. Kata-kata menyakitkan berhamburan dari lidah kita.

Penulis Kitab Yakobus mengatakan, lida sesuatu “yang buas, yang tak terkuasai dan penuh racun yang mematikan ... dari mulut yang satu keluar berkat dan kutuk.” (Yak. 3:8-10). Mestinya dari mulut kita yang keluar adalah berkat, kata-kata yang menyejukkan. Untuk itulah kita perlu belajar mengendalikan organ tubuh “yang tak terkuasai” itu agar tidak mengeluarkan kata-kata yang menyakitkan. Dan pada saat yang sama kita pun belajar mengendalikan amarah kita.

Amarah yang dikendalikan akan berdampak positif luar biasa pada diri sendiri dan orang lain. Tidak ada lagi kata-kata menyakitkan meluncur dari lidah kita. Tak ada lagi perkakas dapur beterbangan dari tangan kita. Amarah yang dikekang bisa mengurangi kerugian moril dan materil.

Belajarlah mengendalikan amarah, dan lebih efektiflah mencegahnya agar tidak menggelembung dan berpusar tak terkendali. Kekang amarahmu!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan Beri Komentar atau Kritik Membangun