Senin, 12 April 2010

Keluarga Ideal Bukan Produk Instan

Oleh Marolop Simatupang

Persoalan keluarga, kini, makin kompleks. Banyak keluarga menghadapi berbagai persoalan. Pun keluarga Kristen, tidak terkecuali. Namun, hendaknya jangan putus harap untuk menggapai keluarga ideal. Keluarga panutan tidak jatuh dari langit, tidak terjadi dalam satu malam. Untuk mewujudkannya, semua anggota keluarga harus berperan aktif, terlebih kepala keluarga.

Dewasa ini, berbagai persoalan serius melanda keluarga-keluarga. Kasus perselingkuhan meningkat tajam. Kenakalan remaja dan kecanduan narkoba dianggap biasa. Remaja perempuan hamil di luar nikah bukan lagi aib. Tidak ada kepemimpinan yang kuat dalam keluarga, anak-anak kehilangan figur panutan dalam keluarga dianggap lumrah. Dan masih banyak lagi problem serius yang melanda keluarga.

Keluarga adalah pusat atensi Allah, demikian ditegaskan firman Tuhan. Institusi pertama yang ditetapkan Allah di muka bumi ini adalah keluarga – keluarga Adam dan Hawa. Mesias hadir di dunia ini secara personal melalui sebuah keluarga sakinah – keluarga Yusuf dan Maria. Yesus, dalam pelayanan-Nya, tanda ajaib pertama-Nya terjadi di tengah keluarga – di Kana. Istilah anak dan bapa, sapaan sehari-hari dalam komunikasi keluarga, dipakai dalam Alkitab. Lalu mengapa begitu jarang keluarga ideal di tengah masyarakat? Mengapa keluarga-keluarga, kini, justru terus didera masalah serius?

Setiap orang tentu ingin punya dan berada dalam keluarga ideal. Namun mewujudkan keluarga ideal ternyata tidak gampang. Untuk menggapainya, iman yang tangguh mutlak dibutuhkan. Keluarga, lembaga yang didirikan dan dibentuk oleh Allah; maka Ia harus selalu dilibatkan dalam keluarga. Artinya hal-hal yang rohani jangan diabaikan, tapi harus mewarnai hidup keluarga setiap saat. Dan yang terdepan dari keluarga dalam proses ini adalah ayah.

Ayah – Pemimpin Keluarga
Ayah, yang adalah kepala keluarga, memegang peranan kunci dalam hal ini. Perannya sangat krusial. Ia adalah “payung rohani” yang melindungi dan memayungi keluarga secara spiritual dari hujan “persoalan keluarga.” Kalau payung bocor, keluarga akan gampang diterjang “penyakit.”

Kepala keluarga juga harus menjadi imam dan pemimpin. Ia harus menjaga kesucian diri dan keluarga. Dalam membangun keluarga ideal, diperlukan fondasi yang kokoh, yaitu iman dan kesucian. Bila ini diabaikan, pemimpin dan keluarga akan mudah jatuh. Imam keluarga harus mendidik anak-anak dalam karakter kristiani serta menanamkan prinsip-prinsip hidup yang positif. Jika tidak, iblis akan mengambil-alih perannya.

Mungkin ada yang berkata, itu kalau ayah orang Kristen sejati. Bagaimana jika tidak? Mungkinkan ia menjalankan peran sebagai imam keluarga? Bila konteksnya demikian, fungsi imam bisa diserahkan pada ibu, atau anak, khususnya laki-laki yang sudah dewasa rohani.

Lalu bagaimana bila ayah dan ibu beda iman? Pluralitas keyakinan dalam keluarga memang bisa berdampak luas, karena nilai-nilai yang ditanamkan akan berbeda, dan ini kerap menciptakan split personality – kepribadian yang terbelah. Solusinya adalah ayah-ibu, bersama-sama menyepakati nilai-nilai tertinggi, yang harus dibangun dan menjadi patokan bersama.

Ibadah keluarga
Jika ayah berhasil menunjukkan tanggungjawabnya sebagai imam keluarga, maka sudah pasti ada ibadah keluarga (family devotion).

Ibadah keluarga adalah wujud komitmen keluarga terhadap Tuhan. Menciptakan ibadah keluarga sangat penting. Sebab melalui dan dalam ibadah, proses pembelajaran, komunikasi edukatif dan dorongan spiritual berlangsung. Dalam devosi singkat ini pujian, ucapan syukur dan doa dinaikkan.

Dampak positif ibadah keluarga, banyak. Untuk diri sendiri, imam, – ayah dapat merasakan bahwa dirinya adalah pribadi yang bertangggung jawab. Terhadap isteri dan anak, – mereka akan bangga punya pemimpin yang setia. Selain itu, kerukunan dalam keluarga tercipta – keluarga makin harmonis dan solid. Ibadah keluarga juga memperkuat iman, dan suasan nyaman dan menyejukkan tercipta dalam keluarga.

Perlu dicatat, ibadah keluarga yang dimaksud bukan artifisial dan ritualistik belaka, bukan rutinitas, tapi harus diamalkan. Sebab, ritual dan ibadah keluarga minus aplikasi nyata adalah kosong, tidak membawa sesuatu yang lebih baik.

Devosi keluarga ini juga berdampak sosial positif bagi keluarga dan masyarakat. Antara lain fondasi iman keluarga makin kuat, serta menjadi teladan bagi khalayak. Untuk tujuan inilah peran ayah sangat dominan. Ia bukan hanya menjadi tulang punggung keluarga – ekonomi keluarga – tapi juga untuk menanamkan nilai-nilai kristiani, sosial dan keutuhan keluarga, tentu bersama isteri. Nilai-nilai itu mutlak dan harus ada dalam keluarga. Sebab, keluarga tanpa nilai-nilai tersebut adalah keluarga tanpa fondasi, rapuh, dan akan terombang-ambing di tengah “lautan” hidup sosial.

Mengapa Keluarga Ideal?
Dalam pemahaman sosiologis, keluarga adalah ikatan kelompok utama antara laki-laki dan perempuan. Kemudian kelompok primer dalam tatanan masyarakat ini melahirkan proses reproduksi dan kulturasi, yaitu proses nilai-nilai untuk kepentingan sosialisasi keluarga tersebut.

Jika sebuah keluarga mengalami kehancuran, maka efek sosialnya sangat besar, karena nilai-nilai sosial pertama kali disampaikan dan ditanamkan kepada individu melalui keluarga. Apabila keluarga-keluarga hancur, masyarakat bisa ikut hancur, sebab keluarga merupakan bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat. Dan sebaliknya, jika makin banyak keluarga ideal tercipta, makin baik pula kualitas kehidupan sosial dan moralitas masyarakat; ketenteraman dan kedamaian negara pun tercipta dengan sendirinya.

Oleh sebab itu, menciptakan keluarga ideal harus menjadi tujuan utama keluarga. Keluarga Kristen harus menjadi pioner dan terdepan dalam hal ini. Butuh waktu, pengorbanan dan komitmen untuk mewujudkannya. Semua individu harus terlibat, terutama ayah. Keluarga ideal adalah keluarga standar ilahi. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan Beri Komentar atau Kritik Membangun