Kamis, 02 April 2009

Hari Natal – Antara Dogma dan Paganism

Oleh Marolop Simatupang

PENDAHULUAN & DEFINISI

Pendahuluan

Di penghujung tahun, memasuki bulan Desember, biasanya umat Kristen akan sibuk mempersiapkan diri untuk menyambut suatu hari khusus, yang disebut dengan hari Natal, yang jatuh setiap tanggal 25 Desember. Banyak orang yakin tanggal ini sebagai tanggal lahir Yesus dan harus dirayakan setiap tahun.

Perayaan ini dirayakan dengan sungguh gemerlap, meriah. Pohon-pohon cemara, dengan berbagai hiasan, lampu yang kerlap-kerlip beserta beragam hadiah di bawahnya, menambah suasana semakin meriah. Banyak juga yang memanfaatkan momen ini untuk saling tukar kado.

Gedung tempat ibadah dan rumah dihias sedemikian indah dalam rangka memeriahkan hari spesial ini. Pusat-pusat perbelanjaan makin meriah oleh berbagai macam aksesoris Natal yang dijual dengan label diskon, mengincar masyarakat yang konsumtif.Acara-acara TV marak oleh nuansa Natal. Intinya, hari khusus ini dirayakan dengan meriah di berbagai pertemuan di tempat ibadah orang Kristen.

Begitu semaraknya perayaan ini, sampai-sampai membawa kesan kepada kita bahwa perayaan Natal pada setiap tanggal 25 Desember adalah sebuah ritual yang berlandaskan nilai kebenaran.

Kesan yang muncul, selain itu, adalah gengsi, simbol status sosial yang membanggakan bagi yang merayakannya. Sebaliknya, mereka yang tidak menyambutnya dengan antusias terkesan kurang prestisius.

Kontras dengan realitas perayaannya yang begitu meriah dan gemerlap, sejarah hari Natal 25 Desember cukup buram. Hanya segelintir orang yang mengetahui tentang sejarah hari Natal – mengapa itu dirayakan setiap tanggal 25 Desember.

Tidak adanya bukti yang otentik dan alkitabiah (sesuai dengan Alkitab) yang menjelaskan tentang hari Natal adalah salah satu penyebabnya. Akibatnya, timbul kontroversi mengenai perayaan Natal, dan itu sudah ada sejak dahulu hingga sekarang.

Mereka yang jujur dan berpikiran terbuka akan bertanya benarkah Mesias itu lahir pada tanggal 25 Desember? Apakah ada fakta dari Alkitab, yang merupakan standar utama iman kekristenan, mengatakan tentang tanggal lahir Yesus?

Penanggalan umum menempatkan tanggal 25 Desember sebagai hari Natal, hari libur spesial untuk merayakan hari kelahiran Yesus Kristus. Namun, perlu dikritisi, apakah benar Yesus lahir pada tanggal tersebut? Bila ya, dasar hukumnya apa? Jika tidak, bagaimana riwayat penetapan 25 Desember sebagai tanggal lahir Yesus, yang akhirnya diperingati secara universal sebagai hari Natal? Sejauh manakah kita mengenal dan dapat membuktikan tanggal yang dirayakan dengan meriah itu sebagai tanggal lahir Yesus?

Supaya mendapatkan pemahaman yang benar dan tahu bagaimana menyikapinya, kita perlu informasi yang komplit. Sebenarnya, Alkitab sendiri sudah penuh dengan informasi tentang Yesus (Yoh. 20:30-31), yang sekaligus “mematahkan” dogma 25 Desember itu.

Di sisi lain, kemajuan teknologi menolong kita untuk mendapatkan beragam informasi sejarah untuk menambah wawasan, khususnya dalam konteks sejarah hari Natal. Jadi, mana yang benar, apa yang Anda dapat ketika selesai membaca tulisan ini, bagaimana itu disimpulkan, diserahkan kepada Anda.

Definisi

Kata “Natal” berasal dari bahas Latin, “Nativitas”, yang berarti kelahiran. Secara istilah, Natal diartikan sebagai upacara (ibadah) yang dilakukan umat Kristen untuk memperingati dan merayakan hari kelahiran Yesus.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003) Edisi Ketiga mendefenisikan kata “Natal” dengan (1) hari kelahiran seseorang; (2) hari kelahiran Isa Almasih. Sementara “Hari Natal” diartikan dengan suatu hari raya untuk memperingati kelahiran Isa Almasih.

Banyak yang berpatokan pada definisi di atas sehingga mereka merayakan hari Natal sebagai hari kelahiran Kristus. Namun, beberapa orang bertanya-tanya dasar hukum penetapannya. Orang-orang yang bersandar dan berpatokan pada kebenaran Alkitab sangat hati-hati dalam hal ini. Sebab, mereka tidak menemukan fakta kebenaran yang mendukung dan berbicara tentang tanggal 25 Desember sebagai tanggal lahir Yesus. Di samping itu, tidak juga menemukan perintah (ayat Alkitab) agar umat Kristiani merayakan hari kelahiran Kristus.

Alkitab, yang adalah kitab suci orang Kristen seharusnya mendukung ajaran orang Kristen, khususnya mengenai hari Natal, tapi nyatanya, juga tidak bisa membuktikannya. Kerangka doktrin yang tertanam dalam pikitan mayoritas orang Kristen selama berabad-abad adalah Yesus lahir tanggal 25 Desember. Titik!

Banyak gembala gereja sadar dan mengakui bahwa perayaan “Nativitas” Yesus itu di luar konteks Kitab Suci. Ironisnya, mereka tetap mengajarkannya. Anggota gereja diindoktrinasi bahwa Yesus lahir tanggal 25 Desember.

Tanggal berapa Yesus lahir? Tak ada yang tahu pasti. Alkitab tidak mengatakan dengan spesifik. Yang jelas, kita percaya, sesuai dengan informasi kitab suci, Yesus telah lahir dari benih Roh Kudus yang dikandung oleh Maria, untuk menebus dosa umat manusia. Bagaimana sejarah hari Natal 25 Desember sebagai hari kelahiran Yesus?

***

SEJARAH 25 DESEMBER

Pada zaman Babilonia kuno, ada suatu pesta yang dirayakan bagi Anak Isis, yaitu Dewi Alam. Pesta dirayakan dengan meriah, penuh makanan dan minuman untuk memuaskan kerakusan mereka. Di samping itu, saling tukar kado adalah tradisi dalam perayaan ini. Perayaan ini selalu dirayakan setiap tahun tanggal 25 Desember – sesuai penanggalan masehi.

Sejarah Romawi kuno juga mencatat tentang suatu perayaan, yaitu Perayaan Musim Dingin Solstice, yang dirayakan jauh sebelum Yesus lahir. Mereka menyebutnya dengan “Hari Libur Musim Dingin Saturnalia” – suatu perayaan penghormatan bagi Saturn (us), Dewa Pertanian mereka, yang dirayakan setiap tanggal 25 Desember.

Kemudian, perayaan berlanjut pada bulan berikutnya, bulan Januari, yang dirayakan sebagai Hari Kemenangan Kehidupan atas Kematian. Semua musim perayaan musim ini disebut dengan Dies Natalis Invicti Solis – Hari Lahir Dewa Matahari yang Tak Tertandingi.

Perayaan ini selalu ditandai dengan kemeriahan. Pada pesta ini muncullah tradisi Mummurs, yaitu sekelompok penyanyi dan penari yang berjalan dari rumah ke rumah (door to door) untuk menghibur tetangga-tetangga mereka. Dari tradisi ini kemudian lahir nyanyian dan lagu-lagu gembira yang sering dikumandangkan menjelang tanggal 25 Desember, hingga sekarang.

Orang Romawi merayakan tanggal 25 Desember ini sekaligus dengan perayaan libur musim dingin – yang mereka sebut dengan Hari-hari Yang Panjang. Bahkan sampai dengan menyebarnya kekristenan, hari libur itu masih eksis. Jadi, gereja-gereja pun ikut berpartisipasi dan mengatakannya sebagai hari kelahiran “Matahari Kebenaran” – Yesus.

Selain itu, orang Romawi juga memiliki kebiasaan tukar menukar kado-hadiah pada waktu perayaan Saturnalia, yang jatuh pada tanggal 17-24 Desember dan ditutup dengan puncak perayaan pada hari berikutnya.

Beberapa gereja kemudian memutuskan untuk mengaitkannya dengan hadiah yang dipersembahkan oleh orang-orang Majus kepada Yesus. Tradisi seperti ini masih berlangsung hingga sekarang, khususnya dalam rangka memeriahkan nuansa Natal.

Pada lembar yang akan Anda baca nanti, akan Anda temukan lebih luas lagi mengenai sejarah 25 Desember dari berbagai belahan bumi dengan latar belakangnya masing-masing. Namun pada umumnya, sejarah 25 Desember itu, meski dari berasal dari wilayah berbeda, identik dan nyaris sama – paganis.

Pohon Natal

Pada zaman dahulu, ada beberapa aktivitas yang dilakukan oleh orang-orang pagan (penyembah berhala) khususnya di Eropa bagian utara sebagai bagian dari ritual penyembahan berhala. Ini sudah dilakukan jauh sebelum mereka mendengar tentang Yesus. Bersama-sama mereka merayakan sebuah perayaan, yang disebut dengan Perayaan Musim Dingin Solstice, juga dikenal dengan Yule.

Yule, dalam simbol lingkaran, adalah lambang Dewa Matahari, yang telah lahir pada hari terpendek tahun itu bagi mereka. Dewa ini tumbuh makin dewasa. Hari-hari berubah lebih panjang dan lebih hangat dibandingkan dengan sebelumnya. Dan sudah menjadi tradisi bagi para pagan untuk menyalakan sebuah lilin untuk menghangatkan dewa yang telah lahir itu dengan harapan agar tahun berikutnya muncul lagi. Kemudian, sebatang kayu besar dibakar untuk menghormati dewa itu.

Pohon cemara, yang sering muncul menjelang tanggal 25 Desember, juga berasal dari tradisi orang-orang Eropa bagian utara. Tradisi ini sudah ada jauh sebelum mereka mengenal Injil. Lalu, mereka menjadikan sebuah pohon, seperti cemara, sebagai salah satu lambang yang menyatukan mereka pada musim dingin itu. Pohon-pohon hidup, yang selalu berdaun hijau (evergreen), mereka bawa ke rumah selama musim yang sangat dingin itu sebagai sesuatu yang memperingatkan bahwa tanaman-tanaman mereka akan tumbuh segera.

Cabang-cabang pohon hijau juga mereka bawa, dijadikan sebagai gambar atau patung keberuntungan mereka. Patung keberuntungan ini selalu mereka hadirkan pada pesta pernikahan untuk melukiskan kesuburan bagi pengantin baru.

Sangat menarik bila diperhatikan dengan saksama bahwa hal-hal yang berhubungan dengan perayaan Natal berasal dari tradisi penyembah berhala. Pohon Natal, misalnya, selain dari yang telah disebutkan sebelumnya, adalah juga sebuah pohon yang disembah sebagai bagian dari ritus berhala di negeri Skandinavia kuno. Ini dilakukan jauh sebelum mereka mendengar dan mengenal Kabar Baik itu.

Lampu kerlap-kerlip pada pohon Natal seperti yang kita lihat sekarang ini diadopsi dari kebiasaan para imam di Celtic, sebuah kota di Eropa. Kebiasaan ini disebut dengan Druid. Lampu-lampu hias yang cukup indah dipakai untuk menghangatkan roh-roh jahat agar tidak mengganggu mereka. Ritual ini juga dilakukan untuk “melunakkan” roh-roh jahat supaya tidak membuat bala bagi mereka.

Di Skandinavia kuno ada sebuah tradisi yang dilakukan sekali setahun, yaitu tradisi api unggun. Tradisi ini dilakukan untuk menghormati dewa orang-orang Skandinavia, yaitu Dewa Guruh, yang bernama Thor. Tradisi ini pun diadopsi dan berkembang ke berbagai belahan bumi, menjadi ritual yang masih berlangsung, terlebih menjelang tanggal 25 Desember.

Pohon Natal, lampu kerlap-kerlip, beserta dengan berbagai macam hadiah di bawahnya mewarnai perayaan 25 Desember setiap tahun. Sangat menarik mencermatinya sebab hal ini berasal dari tradisi paganisme yang telah berlangsung jauh sebelum Sang Mesias lahir ke bumi.

Ritual-ritual tersebut dilakukan para pagan untuk menyembah dewa-dewi mereka. Anehnya, para pengikut Yesus mengadopsi mentah-mentah dan mempraktekkannya, walau dalam “kemasan” yang berbeda, sebagai bagian dari peringatan hari kelahiran Yesus, setiap tanggal 25 Desember. Bukankah Yesus menentang penyembahan berhala?

Sejarah 25 Desember Menjadi Tanggal Kelahiran Yesus

Hari Natal dalam bahasa Inggris disebut Christmas (Christ-Mass), seperti yang kita ketahui sekarang ini. Banyak ahli sejarah yakin itu dimulai di Jerman. Tetapi, masih diperdebatkan oleh Katholik dan Lutheran, yang sama-sama tidak meyakininya. Dan juga gereja mana yang merayakannya lebih dulu.

Catatan-catatan sejarah, meskipun sangat minim, mengatakan, hari Natal tanggal 25 Desember dimulai pada abad ke–3 M, atau kurang lebih 300 tahun setelah gereja Kristus (Perjanjian Baru) berdiri. Gereja Perjanjian Baru berdiri pada hari Pentakosta Pertama, kira-kira tahun 33 M. (Kisah Para Rasul 2).

Kitab-kitab Perjanjian Baru tidak mencatat tanggal lahir Yesus. Namun, mengapa tanggal 25 Desember yang dipilih sebagai tanggal lahir Yesus? Sekali lagi, apa dasar hukumnya? Sangat menarik menelusurinya sebab penetapan ini tidak terlepas dari taktik politik penguasa saat itu.

Pada tahun ±325-354 M, peringatan “hari Natal” dicetuskan oleh paus Gereja Roma, yang ditetapkan dan dirayakan setiap tanggal 25 Desember. Pada awalnya, perayaan itu dirayakan sebagai Natal-nya (hari lahir) Dewa Matahari. Tidak ada sangkut pautnya dengan kelahiran Yesus. Namun dalam perkembangan selanjutnya, terjadi perubahan menarik.

Pada dasarnya, perayaan 25 Desember adalah tradisi para penyembah berhala untuk menyambut kembalinya matahari ke belahan bumi bagian utara. Paus tersebut kemudian mendeklarasikannya sebagai hari raya khusus.

Untuk memberi sesuatu yang baru dalam perayaan tersebut, ia mencetuskan ide 25 Desember sebagai tanggal lahir Yesus yang harus dirayakan dengan meriah. Sangat menarik bahwa momentum ini dirayakan sekaligus menjadi perayaan dan penyembahan bagi Dewa Matahari. Deklarasi ini sebenarnya sarat muatan politis mengingat pada saat itu mayoritas orang Romawi adalah penyembah berhala.

Jadi, orang Romawi merayakan 25 Desember untuk dewa mereka, dan pada saat yang sama agar pesta bertambah meriah orang “Kristen” harus turut memestakannya, tapi untuk Yesus.

Apa yang dia lakukan pada saat itu adalah coba menyebarkan dan merangkul, tanpa menyakiti, orang Roma yang notabene para penyembah berhala, menjadi penganut “agama” baru. Dengan demikian, “agama” baru itu sedikit lebih mudah diterima sebab perayaan-perayaan mereka tidak dihapuskan sama sekali. Suatu kebijakan politis-kompromistis!

Seperti yang kita ketahui, sejarah mencatat, abad ke 1–4 M, dunia masih dikuasai oleh imperium Romawi yang paganis-politeis. Pada abad ke 3 M, Romawi dipimpin oleh Kaisar Konstantine.

Agama resmi Romawi pasa saat itu adalah pemuja matahari – suatu kelompok pemujaan terhadap Sol Invictus – Matahari Tak Tertandingi, di mana Konstantine sendiri adalah pendetanya.

Tiga abad setelah penyaliban Yesus, para pengikut-Nya tumbuh berkembang semakin banyak. Kekristenan mulai menyebar di Roma. Akibatnya, pengikut-Nya – Kristen – dan para pagan mulai berperang. Konflik yang timbul sedemikian besar mengancam eksistensi dan akan membuat imperium Romawi terpecah. Melihat hal itu, Konstantine memutuskan, sesuatu harus dilakukan. Sekitar tahun ±325 M, ia memutuskan untuk menyatukan Romawi dalam sebuah agama – “Kristen”.

Kemudian, kaisar itu mulai mengalihkan para pemuja Sol Invictus (berhala) menjadi Kristen. Ia juga meleburkan simbol-simbol, tanggal-tanggal dan ritus-ritus pagan ke dalam tata cara ibadah Kristen yang sedang mekar. Dalam hal ini, ia sedang menciptakan sejenis agama hibridis yang dapat diterima oleh kedua belah pihak. Apa yang dilakukan kaisar adalah manuver politik bawah tangan di mana ia coba mengambil keuntungan dari pertumbuhan kekristenan pada saat itu, dari pengaruh dan arti penting Yesus bagi orang Kristen.

Pada saat itu, ada juga sekte pagan yang sangat populer di Roma, yaitu Mithraisme. Sekte ini mengajak pemujanya untuk menyembah Mithra – Dewa Cahaya.

Jadi, saat itu terdapat beberapa agama pagan yang cukup populer. Namun, agama Kristen melesat di depan dalam konteks pertumbuhan. Para pengikut Yesus semakin bertambah, dan Konstantine menghargai mereka karena tidak berbahaya dan tidak mengancam pemerintahannya. Agama Kristen Roma justru mendukung usahanya mengokohkan takhtanya dari Maxentius, rivalnya, yang juga saudara iparnya.

Karena itulah orang Kristen Roma diterima dengan tangan terbuka. Mereka bertumbuh walaupun harus dibayar dengan kompromis-paganis, demi ambisi Konstantine di sisi lainnya. Dengan kata lain, otoritas gereja Roma mengorbankan gereja demi kaisar. Kemudian Konstantine mengatakan bahwa gereja Roma mendukungnya sepenuhnya.

Di sisi lain, sekte pagan Mithraisme dan Sol Invictus juga tidak beroposisi terhadap pemerintahannya. Kaisar melihat kesempatan emas. Maka, ia pun menyatukan agama (Gereja) Kristen di Roma, Sol Invictus, Mithraisme dan juga sekte-sekte minoritas yang tersebar di berbagai wilayah seperti di Syria dan Persia ke dalam satu agama universal (Katholik). Agama universal itu benar-benar tercipta. Demikianlah Konstantine menciptakan agama universal berupa “gado-gado” dari agama-agama dan sekte penyembah berhala yang eksis pada saat itu.

Usaha lain yang dia lakukan untuk memperkuat takhtanya, setelah mendirikan Gereja Universal, adalah membuat jarak semakin lebar antara orang Kristen Roma dengan orang Yahudi. Sebelumnya, orang Yahudi merayakan tanggal 6 Januari sebagai hari Natal-nya Yesus. Hingga sekarang tanggal tersebut masih menjadi hari penting bagi mereka.

Sebagai gantinya, Konstantine, penganut gereja Universal, mengambil hari suci pagan Sol Invictus dan Mithras, yaitu tanggal 25 Desember, menjadi perayaan gereja. Ia mengatakannya sebagai tanggal lahir Yesus Kristus.

Perlu diketahui, pemuja Sol Invictus dan Mithras, juga sekte-sekte pagan lainnya, sangat mengkeramatkan tanggal ini. Mereka percaya, ini adalah tanggal kelahiran kembali matahari yang memberi dampak pada dunia. Itu sebabnya sekte-sekte pagan, penyembah berhala merayakan tanggal tersebut.

Dalam pada itu, anggota gereja Universal ciptaan Konstantine melihat “sisi positif” kompromi mereka, yang merestui 25 Desember sebagai tanggal lahir Yesus serta “mengizinkan” Yesus mewakili Dewa Sol Invictus, dengan dibangunnya tempat-tempat ibadah-pertemuan tanpa resistensi dari kaum paganis.

Setelah itu, patung-patung dan gambar Yesus pun mulai marak. Sejak saat itulah gambar, yang katanya gambar rupa Yesus, tapi gambar yang satu dengan yang lainnya tidak pernah sama, muncul dan menyebar. Siapa yang bisa menjamin kalau itu gambar wajah Yesus?

Konstantine melihat usahanya cukup berhasil. Maka, tanggal 25 Desember sejak saat itu dirayakan secara global oleh kaum “Kristen” (universal) yang kompromistis dan penuh intrik itu. Dari sekitar tahun 400-an M, kekristenan pun mulai memiliki banyak bentuk.

Namun, yang paling dominan adalah gereja yang berpusat di Roma. Gereja Celtic, yang terus menerus berseteru dengan gereja Roma, juga ikut merayakan tanggal 25 Desember itu. Demikianlah hari Natal ditetapkan.

Dalam perkembangan sejarah dan dunia, selanjutnya, setelah penguasa dan banyak orang Romawi menjadi orang Kristen, kebiasaan-kebiasaan mereka tidak ditinggalkan sama sekali. Adat budaya yang paganis, tradisi perayaan penyembahan berhala, perayaan Saturnalia – untuk menghormati Dewa Saturn – yang telah dilakukan pada abad-abad sebelumnya, tidak mereka lupakan. Apalagi pesta rakyat yang telah mendarah daging, seperti pesta hari raya Sun-Day, yaitu pesta untuk memperingati kelahiran Dewa Matahari yang jatuh setiap tanggal 25 Desember. Ketika kekristenan hadir, agama-agama pagan lama ternyata tidak mati begitu saja!

Agar pesta pagan itu semakin “kokoh,” otoritas tertinggi Romawi memberi warna baru ke dalamnya setelah menyatukan perayaan hari kelahiran Dewa Matahari (Sun of god) dengan kelahiran Yesus (Son of God).

Maka, kira-kira pada tahun 325 M, dalam sebuah konsili, Kaisar Konstantine memateraikan tanggal 25 Desember sebagai hari perayaan spesial bagi masyarakat Romawi. Dan ia juga mengokohkannya sebagai tanggal lahir Yesus. Jadi, 25 Desember sebagai tanggal lahir Yesus adalah ide pemimpin imperium Romawi.

Perpaduan ritus pagan ke dalam kekristenan, termasuk hari rayanya, dimateraikan. Perayaan 25 Desember milik Dewa Matahari dan Mithras ditawarkan kepada orang Kristen Roma, dinyatakan sebagai tanggal lahir Yesus tanpa penolakan sama sekali. Akhirnya, ritus 25 Desember menjadi perayaan resmi dan semakin luas bukan hanya di Roma, tapi juga ke berbagai penjuru.

Di samping itu, diputuskan juga untuk membuat patung-patung dan gambar Yesus bersanding dengan patung Sol Invictus Dewa Matahari. Pada tahun ±379 M, di kota Konstantinopel (sekarang Istanbul-Turki) Natal mulai dirayakan dengan meriah. Hal yang sama dilakukan di Antiokia pada tahun ±388 M.

Walaupun pada waktu itu perayaan Natal dirayakan dengan meriah dan beberapa anggota sekte gereja ikut berpartisipasi, ritual tersebut belum masuk kalender gereja secara umum. Tapi, dalam perkembangan selanjutnya, seperti yang disebutkan dalam beberapa catatan sejarah, upacara tersebut diadopsi dan menjadi kegiatan rutin dalam kalender gereja.

Kemudian, otoritas tertinggi gereja Roma memutuskan tradisi perayaan para penyembah berhala sah untuk dirayakan. Keputusan tersebut membuat perubahan drastis dalam masyarakat Romawi, terlebih setelah kaisar menjadi pemeluk agama Kristen “gado-gado” itu. Melihat hal itu, masyarakat pun ikut memeluk agama yang sama dengan pemimpin mereka.

Inilah “prestasi” yang cukup gemilang pada saat itu sebagai hasil proses sinkretisme gereja yang universal itu dengan adat budaya paganis Romawi. Pemimpin imperium Romawi dan pemimpin gereja memadukan agama dengan paganis-politeis nenek moyang mereka. Memadukan Dewa Matahari dan Mithras dengan Yesus, yang konon sama-sama lahir pada tanggal 25 Desember.

Mengingat adat budaya orang Romawi saat itu paganis, supaya gereja baru itu bisa berkembang biak dan diterima dengan baik di tengah-tengah masyarakat, disosialisasikanlah hasil sinkretisasi itu, yaitu penyesuaian atau penyeimbangan dua aliran kepercayaan yang berbeda, bahkan nyaris bertolak belakang sama sekali. Selanjutnya, terciptalah perpaduan agama–budaya–penyembahan berhala.

Kita bertanya, dari mana asal usul kepercayaan paganis-politeis mengenai peringatan kelahiran Sol Invictus/Dewa Matahari dan Mithras yang selalu diperingati setiap tanggal 25 Desember itu? Untuk menjawabnya, mari kita telusuri sedikit melalui sejarah Babilonia kuno. Sebelum orang Romawi merayakan tanggal 25 Desember (masehi), ternyata orang Babilonia purba telah terlebih dahulu merayakannya.

Sejarah 25 Desember Babilonia Kuno

Dalam buku “The Plain Truth About Christmas, World Wide Church of God” seperti yang dikutip Hj. Irene Handono dalam buku “Perayaan 25 Desember”, Amstrong memberi penjelasan asal-usul 25 Desember, yang dimulai bangsa Babilonia kuno di bawah kekuasaan raja Nimrod.

Nimrod, cucu Ham, anak Nuh, adalah pendiri sistem kehidupan masyarakat Babilonia kuno. Kitab Kejadian 10:6-12 mencatat tentang Nimrod, disebutkan, dialah yang mula-mula sekali orang yang berkuasa di bumi. Ia seorang pemburu yang gagah perkasa, yang kerajaannya meliputi Babel, Erekh, Akad di tanah Sinear. Ia juga menguasai wilayah Ninewe, Rehobot-Ir, dan Resem di antara kota Ninewe dan Kalah, kota yang sangat besar.

Nama Nimrod sendiri berasal dari bahas Ibrani, “Marud”, artinya “Dia yang membangkang atau murtad”. Dalam buku tersebut, dijelaskan, Nimrod berani mengawini ibu kandungnya sendiri yang bernama “Semiramis”. Contoh sikap yang membangkang!

Namun, usia Nimrod tidak sepanjang ibu kandungnya, yang sekaligus istrinya. Maka, setelah Nimrod mati, Semiramis menyebarkan ajaran bahwa roh Nimrod tetap hidup selamanya, meskipun tubuhnya telah mati. Lalu ia membuat perumpamaan pohon “Evergreen,” yang tumbuh dari sebatang kayu mati.

Roh Nimrod, katanya, selalu hadir di pohon tersebut setiap tahun untuk memperingati hari kelahirannya, dan tidak lupa selalu meninggalkan bingkisan hadiah, digantung di ranting-ranting pohon itu. Konon, ia lahir pada tanggal 25 Desember. Ini pun menjadi salah satu asal usul pohon Natal, lengkap dengan bingkisan hadiah, seperti yang kita kenal sekarang.

Lebih lanjut dalam buku tersebut diuraikan tentang Semiramis yang dianggap sebagai “Ratu Langit” oleh rakyat Babilonia kuno, dan Nimrod (kadang disebut Namrud) dipuja sebagai “Anak Suci Dari Langit.”

Seiring perkembangan zaman, penyembahan “Ratu Langit” dan pemujaan “Anak Suci Dari Langit” versi Babilonia kuno berkembang dan berubah menjadi penyembahan Dewa Baal, anak Dewa Matahari. Objek pemujaan menjadi “Ibu dan Anak” (Semiramis dan Nimrod) yang telah berinkarnasi. Ajaran dan ritus tersebut menjalar ke berbagai penjuru bumi pada saat itu.

Penyembahan berhala versi Babilonia kuno itu kemudian berkembang hingga ke negara-negara lain. Seperti di Mesir, penyembahan berhala dengan objek “Isis dan Osiris”. Di Roma disebut dengan “Fortuna dan Yupiter”. Di Asia, dengan nama “Cybele dan Deosius”.

Ritual yang nyaris sama merambah ke negara lain. Di China, misalnya, dengan “Kwan Im”. Bahkan di Jepang, Tibet, Persia, India, Eropa, hingga Amerika Latin, ditemukan penyembahan berhala yang persis sama dengan objek dewa-dewi lainnya.

Sebagai tambahan, banyak dewa yang katanya lahir pada tanggal 25 Desember. Mithras, dewa yang juga dipuja di Iran kuno, diyakini lahir dan mati pada tanggal yang sama–25 Desember. Banyak yang mengagumi dewa ini, salah satunya Kaisar Konstantine.

Ada juga Apollo, yang konon menguasai 12 bintang dan lahir tanggal 25 Desember. Hercules, pahlawan yang tak tertandingi, dewa Baal, yang dipuja penduduk asli tanah Kanaan, Ra, dewa milik orang Mesir kuno, katanya, tanggal lahirnya sama –25 Desember.

Kepercayaan kuno ini menyebar ke berbagai pelosok hingga Romawi, dan diperingati secara meriah, gemerlap, serta dijadikan sebagai pesta rakyat.

Sebenarnya, masih banyak mitos dewa-dewa lain yang dipuja, disembah dan diyakini para pemujanya lahir tanggal 25 Desember. Seperti Attis, Serapis, Baccus, Adonus, Horus, Zorates (bangsa Persia), Fo Hi (bangsa China), Aristonicus (bangsa Yunani) dan lain-lain.

Jadi, konsep perayaan atau pesta tanggal 25 Desember sudah ada sejak zaman purba, jauh sebelum Yesus lahir, sebelum perayaan hari Natal ada seperti sekarang.

Kemudian, tradisi perayaan 25 Desember itu berkembang pesat. Tidak butuh waktu lama, ritual paganisme ini diadopsi oleh sekte-sekte gereja di berbagai belahan bumi, khususnya setelah gereja Katholik berkembang.

Hingga sekarang, perayaan 25 Desember yang dikenal dengan hari Natal, dan dijadikan sebagai tanggal lahir Yesus, walaupun tanpa bukti otentik-Kitab Suci, seperti yang dideklarasikan Kaisar Konstantine pada tahun 300-an M dirayakan banyak orang. Perlu ditandai, orang Kristen yang dicatat dalam Perjanjian Baru tidak pernah merayakan hari kelahiran Yesus.

Sangat menarik untuk diketahui bahwa, sesuai dengan manuskrip sejarah, beberapa gereja di Timur Tengah, khususnya di Mesir, menolak tanggal ini sebagai tanggal lahir Yesus. Beberapa abad kemudian, di Mesir, hari Natal dirayakan tanggal 6 Januari, yang kebetulan bertepatan dengan hari raya umum orang Mesir.

Gereja-gereja ortodoks di Timur Tengah, hingga sekarang, merayakan Natal pada tanggal 6 Januari. Ada yang juga yang merayakannya tanggal 18 Oktober, 28 April, dan 18 Mei. Di Rusia, sampai saat ini, hari Natal dirayakan setiap tanggal 7 Januari.

Seorang yang bernama Klemens dari Aleksandria, pernah membuat riset mengenai tanggal lahir Yesus. Ia menyimpulkan, Yesus lahir tanggal 25 Palchon –kalender sekarang 20 Mei.

Baru-baru ini, para sinterklas mengadakan rapat di Denmark. Dalam pertemuan itu diputuskan tanggal perayaan Natal alternatif, yaitu tanggal 24-25 Juli, selain dari tanggal 25 Desember. Tujuannya adalah untuk meringankan tugas para sinterklas di Denmark dan Jepang. (Majalah Liberty Edisi 11-20, Agustus 2005, hal. 11).

Timbul pertanyaan, mengapa tanggal perayaan Natal itu berbeda-beda? Sampai-sampai ada ide Natal alternatif! Ada sesuatu yang perlu dikritisi. Yesus telah lahir, di palungan domba di Betlehem. Tanggal Berapa Ia lahir?

***

KELAHIRAN YESUS

Menurut Kitab Injil

Untuk mengetahui masa kelahiran Yesus, kita harus kembali ke Alkitab. Kita harus menyimak apa yang dikatakan kitab Matius dan Lukas, yang mencatat masa kelahiran-Nya. Yang jelas, tak seorang pun yang tahu pasti tanggal lahir Yesus.

Dari deskripsi Kitab Suci, para sejarawan percaya Yesus lahir (mungkin) pada bulan September. Satu hal yang mereka yakini, tidak mungkin Ia lahir pada bulan Desember, sebab Alkitab mencatat tentang para gembala yang menjaga domba-domba mereka di padang pada malam hari. Hal itu tidak mungkin terjadi pada bulan Desember, bulan musim yang sangat dingin dan hujan lebat di Yudea.

Agar lebih jelas, perhatikan ayat-ayat berikut.

Lukas 2:1-8: Pada waktu itu Kaisar Agustus mengeluarkan suatu perintah, menyuruh mendaftarkan semua orang di seluruh dunia. Inilah pendaftaran yang pertama kali diadakan sewaktu Kirenius menjadi wali negeri di Siria. Maka pergilah semua orang mendaftarkan diri, masing-masing di kotanya sendiri. Demikian juga Yusuf pergi dari kota Nazaret di Galilea ke Yudea, ke kota Daud yang bernama Betlehem, -- karena ia berasal dari keluarga dan keturunan Daud -- supaya didaftarkan bersama-sama dengan Maria, tunangannya, yang sedang mengandung. Ketika mereka di situ tibalah waktunya bagi Maria untuk bersalin, dan ia melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya dengan lampin dan dibaringkannya di dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan. Di daerah itu ada gembala-gembala yang tinggal di padang menjaga kawanan ternak mereka pada waktu malam.”

Sangat menarik untuk diperhatikan bahwa Yesus lahir kemungkinan besar bukan pada bulan Desember. Pertimbangkanlah hal berikut ini.

Orang Yahudi memiliki tradisi mengirim domba-domba mereka ke padang, dan biasanya itu dilakukan pada saat Pasah. Kemudian, mereka membawanya pulang menjelang musim hujan pertama turun. Mereka akan menjaga domba-domba itu di padang siang-malam. Pasah di Yudea mulai pada musim semi.

Musim hujan pertama terjadi pada bulan Markhesywan, bulan Yahudi –kalender sekarang bulan Oktober–November. Kitab Lukas mengatakan, para gembala masih berada di padang, artinya masih musim semi.

Yesus lahir ketika para gembala masih di padang. Ini mengindikasikan Putra Tunggal Allah itu lahir bukan pada bulan Desember. Ada yang berpendapat, kemungkinan besar Ia lahir pada bulan Elui (bulan Yahudi) bulan sekarang Agustus-September – bulan musim panas di Yudea.

Yang jelas, dogma bahwa Yesus lahir bulan Desember, seperti yang diajarkan banyak orang, bertentangan dengan gambaran kitab suci –kitab Lukas 2. Keberadaan para gembala adalah fakta kronologi tak terbantahkan tentang kelahiran Yesus. Maka, ide “Natal”nya Yesus pada bulan Desember seharusnya dibuang jauh-jauh.

Pada bulan Desember para gembala akan berada jauh di sebelah selatan Betlehem. Mereka tidak mampu menggembalakan domba-domba di atas bukit, pada malam hari, sebab cuaca atau musim hujan dan sangat dingin, yang mulai pada bulan Kislew (bulan Yahudi) –November bulan sekarang.

Sementara peristiwa kelahiran Yesus, sesuai dengan fakta Injil, terjadi pada malam hari, di mana para gembala pada saat itu sedang berada di padang. Logika yang muncul, Yesus lahir bukan pada musim hujan dan dingin itu.

Kitab Matius 2:9-10 mengatakan, kelahiran-Nya ditandai dengan hadirnya bintang di Timur. Deskripsi tersebut ditambah dengan keberadaan para gembala yang sedang menjaga kawanan ternak dilepas bebas di padang rumput, beratapkan langit dan bintang yang gemerlapan, cuaca cerah, mengindikasikan kondisi cuaca panas-cerah pada saat itu. Sehingga para gembala berdiam di padang, dengan domba-domba pada malam hari untuk menghindari sengatan panas di siang hari.

Di samping itu, perjalanan panjang dari Nazareth ke Betlehem akan sangat sulit dilalui oleh Yusuf dan Maria pada musim dingin. Kitab Lukas mencatat, Yusuf dan Maria mengadakan perjalanan ke Betlehem dalam rangka sensus penduduk. Sesampai di sana, tibalah waktunya bagi Maria untuk bersalin, lahirlah anaknya yang sulung –Yesus.

Jelas, bulan Desember adalah musim hujan (kadang-kadang hujan lebat) dan dingin di Yudea. Karena suhu sangat rendah, maka para gembala tidak mungkin mampu bertahan di padang, dengan domba-domba, pada malam hari. Sangat masuk akal bila salju ada saat musim dingin. Artinya, kelahiran Yesus pada bulan Desember, seperti yang dipercayai banyak orang, dengan sendirinya gugur.

Dalam buku “Bible Dalam Timbangan” (Soleh A. Nahdi:1994) yang dikutip dari buku “Commentary on the Bible” karya Dr. Arthus S. Peak, dikatakan, besar kemungkinan Yesus lahir pada bulan Elui (bulan Yahudi) –sekarang bulan Agustus-September.

Uskup Barns dalam buku “Rise of Christianity” – juga dikutip dalam “Bibel Dalam Timbangan” mengatakan, kepercayaan bahwa 25 Desember adalah tanggal lahir Yesus, yang pasti tidak ada buktinya. Kalau kita percaya isi kitab Lukas tentang kelahiran Yesus, di mana para gembala pada waktu malam menjaga kawanan ternak mereka di padang rumput dekat Betlehem.

Maka, kelahiran Yesus tentu tidak pada musim dingin, di saat suhu di pegunungan Yudea amat rendah sekali, sehingga salju merupakan sesuatu yang tidak mustahil. Nampaknya, hari kelahiran tersebut ditetapkan kira-kira tahun 300-an M, itupun setelah terjadi banyak perdebatan.

Para sarjana teologi setuju dan mengakui bahwa tanggal dan bulan lahir Yesus tidak diketahui dengan pasti, sebab kitab-kitab Perjanjian Baru sama sekali tidak mengatakannya. Pun para sejarawan yakin, Yesus lahir bukan pada bulan Desember, bulan musim hujan dan dingin di Yudea.

Sejak awal, gereja Perjanjian Baru, para rasul dan orang Kristen abad ke–1 tidak pernah merayakan tanggal lahir Yesus. Hanya Herodes Antipas yang dicatat dalam Perjanjian Baru pernah merayakan tanggal lahirnya sendiri, (Mat. 14:6).

Tahun Berapa Yesus Lahir?

Banyak yang berpikir Yesus lahir pada tahun 1 M. Sebab, perhitungan tahun berubah setelah Ia lahir. Namun, bila kita perhatikan informasi kitab Lukas 2:1, disebutkan, Yesus lahir pada masa Kaisar Agustus memimpin imperium Romawi, yang mati pada tahun 14 M, dan raja Herodes berkuasa di Yudea (Mat. 2:1).

Dalam Perjanjian Baru, hanya ada dua Herodes yang memakai gelar “raja/king”, yaitu Herodes Agung (Herod the king) dan Herodes Agripa II (King Agrippa), (Kis. 25:13). Raja Herodes yang disebutkan dalam Matius 2:1, tidak mungkin Herodes Agripa II.

Dari catatan Flavius Josephus, seorang ahli sejarah yang hidup pada tahun ±37-100 M, dapat diketahui, raja Herodes yang disebutkan dalam kitab Matius 2:1 adalah Herodes Agung, yang memiliki 10 orang istri, hidup pada tahun 37-4 SM.

Raja yang jahat inilah yang membuat dekrit agar semua anak-anak yang berusia 2 tahun ke bawah di sekitar Betlehem, harus dibunuh, (Mat. 2:16). Untuk menghindari hal ini, Yusuf dan Maria, sesuai dengan petunjuk malaikat, membawa Yesus yang masih balita mengungsi ke Mesir. Mereka baru kembali setelah raja Herodes yang paranaoid itu mati, (Mat. 2:19-20).

Raja Herodes Agung, aktor di balik rencana pembunuhan anak-anak umur di bawah 2 tahun itu, terbukti dan diyakini mati pada musim semi, pada tahun 4 SM. Artinya, Yesus lahir dalam tahun sebelum masehi (SM).

Jelaslah, tahun kelahiran Anak Domba Allah itu harus digeser paling sedikit 4 tahun sebelum masehi. Maka, dari konteks ini kesimpulan dapat ditarik, Yesus lahir sebelum tahun 4 SM.

Para sarjana teologia, juga sejarawan, lebih condong menggeser tahun kelahiran-Nya 5 sampai 6 tahun ke belakang tahun masehi. Ada juga yang mengatakan Anak Sulung Maria itu lahir beberapa bulan sebelum tahun 4 SM.

Namun, sangat sulit bagi kita untuk memastikan tahun kelahiran Raja Damai itu dengan tepat. Apalagi tanggal dan bulannya karena kitab Matius dan Lukas, yang mencatat kelahiranNya, sama sekali tidak memberi informasi spesifik. Satu hal yang pasti, Ia, Jalan Kebenaran dan Hidup itu telah lahir!

***

MENATA SIKAP, LALU BAGAIMANA?

Kitab Matius, Lukas, dan juga kitab-kitab lain tidak menjelaskan tanggal lahir Yesus. Dogma 25 Desember sebagai tanggal lahir-Nya, nyatanya tidak didukung oleh fakta-fakta alkitabiah. Lalu, mengapa banyak orang mempercayainya?

Bahwa tidak ada ayat Alkitab yang memerintahkan pengikut Yesus untuk merayakan kelahiran-Nya adalah benar. Yesus sendiri tidak pernah berfirman, minimal mengindikasikan agar orang Kristen “wajib” merayakan hari kelahiran-Nya setiap tahun. Domba Allah itu tidak pernah menyebutkan tanggal lahir-Nya. Juga, tidak ditemukan orang Kristen dalam Perjanjian Baru yang merayakan hari kelahiran Juru Selamat itu.

Banyak sumber yang kredibilitasnya tidak diragukan lagi menolak hari Natal. Beberapa di antaranya adalah:

1. Encyclopedia Americana. (Edisi tahun 1994).

...mengatakan, pada abad-abad permulaan, menurut para ahli, hari Natal tidak pernah dirayakan oleh orang Kristen. Umumnya, orang Kristen hanya merayakan hari kematian Yesus, bukan kelahiran-Nya. Institusi Perjamuan Kudus, yang terdapat dalam Perjanjian Baru, hanyalah untuk mengenang dan memperingati kematian-Nya...

Perayaan Natal yang dianggap sebagai hari kelahiran Yesus, mulai dimeriahkan pada abad ke–4 M. Kemudian, gereja-gereja di Barat mulai abad ke–5 M, memerintahkan anggota gerejanya untuk merayakan hari kelahiran Yesus, yang diambil dari pesta bangsa Romawi –yang merayakan kelahiran “Dewa Matahari,” tanggal 25 Desember. Jadi, hari Natal 25 Desember, yang diyakini sebagai hari kelahiran Yesus, sejatinya harus ditolak, sebab tidak seorang pun mengetahui tanggal kelahiran-Nya.

2. Encyclopedia Britanica. (Edisi tahun 1946).

...mengatakan, hari Natal bukanlah upacara keagamaan atau bagian dari kegiatan gereja abad ke–1 M. Yesus dan murid-murid-Nya sama sekali tidak pernah merayakannya. Alkitab juga tidak menganjurkannya. Ritual ini aslinya berasal dari paganisme yang diadopsi gereja-gereja. Jelas, perayaan Natal sama sekali tidak didukung kitab suci. Mengapa masih dipertahankan?

3. Encyclopedia Catholic. (Edisi tahun 1911)

... mengatakan, hari Natal bukan merupakan upacara gereja abad ke–1 M. Diyakini, itu berasal dari Mesir, suatu perayaan yang diselenggarakan para pagan, yang jatuh pada bulan Januari, kemudian dijadikan sebagai hari kelahiran Yesus. Dalam kitab suci, tidak ada seorang pun yang pernah mengadakan upacara untuk merayakan kelahiran Yesus. Hanya Firaun (Perjanjian Lama) dan Herodes Antipas (Perjanjian Baru) paganis, yang berpesta pora meriah dalam rangka merayakan kelahirannya di dunia ini.

Yesus yang adalah teladan orang Kristen tidak memerintahkan agar hari kelahiran-Nya dirayakan. Firman-Nya adalah agar orang Kristen mengenang dan memperingati kematian-Nya di kayu salib dalalm institusi Perjamuan Tuhan/Kudus. Dirayakan setiap hari pertama dalam minggu, hari Minggu!

Dan ketika mereka sedang makan, Yesus mengambil roti, mengucap berkat, memecah-mecahkannya lalu memberikannya kepada murid-murid-Nya dan berkata: "Ambillah, makanlah, inilah tubuh-Ku. Sesudah itu Ia mengambil cawan, mengucap syukur lalu memberikannya kepada mereka dan berkata: “Minumlah, kamu semua, dari cawan ini. Sebab inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa.” (Mat. 26:26-28; Luk. 22:17-20)

Rasul Paulus, dalam 1 Korintus 11:23-26, mengatakan, “Sebab apa yang telah kuteruskan kepadamu, telah aku terima dari Tuhan, yaitu bahwa Tuhan Yesus, pada malam waktu Ia diserahkan, mengambil roti, dan sesudah itu Ia mengucap syukur atasnya; Ia memecah-mecahkannya dan berkata: "Inilah tubuh-Ku, yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku!" Demikian juga Ia mengambil cawan, sesudah makan, lalu berkata: ‘Cawan ini adalah perjanjian baru yang dimeteraikan oleh darah-Ku; perbuatlah ini, setiap kali kamu meminumnya, menjadi peringatan akan Aku!’ Sebab setiap kali kamu makan roti ini dan minum cawan ini, kamu memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang.”

Dari ayat-ayat di atas, sangat jelas, yang diotoritaskan untuk dirayakan dan dikenang adalah penderitaan dan kematian-Nya!

Tidak diragukan lagi bahwa penyembahan yang dilakukan dalam konteks kekristenan harus berlandaskan kitab suci. Artinya “...segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita.” (Kol. 3:17). Pertanyaannya, mana yang diotoritaskan – dalam nama Tuhan Yesus – untuk dirayakan orang Kristen: Kelahiran atau Kematian-Nya?

Yesus lahir dalam suasana yang penuh keprihatinan – di palungan kandang domba – pantaskah pengikut-Nya merayakan kelahiran-Nya dengan meriah dan gemerlap? Konsumtif?

Adalah sangat menarik memperhatikan mengapa kitab suci diam mengenai hari Natal-nya Yesus. Namun, itu tidak perlu diperdebatkan, sebab “Hal-hal yang tersembunyi ialah bagi TUHAN, Allah kita, tetapi hal-hal yang dinyatakan ialah bagi kita dan bagi anak-anak kita sampai selama-lamanya, supaya kita melakukan segala perkataan hukum Taurat ini.” (Ulg. 29:29).

Dalam kekristenan, penyembahan yang dilakukan berdasarkan ajaran manusia adalah sia-sia. Dengan tegas Yesus berkata, “Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia.” (Mat. 15:8). Hari Natal 25 Desember dogma manusia atau ajaran Yesus?

Pasti Anda mengamini bahwa orang Kristen harus melakukan penyembahan–ibadah–dan sesuatu yang lain, yang bernilai di hadapan Allah – sesuai dengan otoritas firman-Nya!

Memang, kontroversi hari Natal itu tidak “semeriah” perayaannya. Banyak orang melakukannya, sudah berlangsung lama, banyak gereja “merestui”nya, merupakan alasan bagi mereka yang merayakannya.

Siapa yang bisa mempertahankan argumen di atas? Pertimbangkan ayat berikut, “Janganlah engkau turut-turut kebanyakan orang melakukan kejahatan, dan dalam memberikan kesaksian mengenai sesuatu perkara janganlah engkau turut-turut kebanyakan orang membelokkan hukum.” (Kel. 23:2).

Sebenarnya, Alkitab itu tidak serumit yang dibayangkan banyak orang. Firman Allah itu jelas dan sederhana. Pun demikian halnya dengan perayaan yang mesti dirayakan orang Kristen.

Sekali lagi, mana mesti dirayakan orang Kristen: Kelahiran atau Kematian-Nya? Hari pertama dalam minggu atau hari Natal? Allah tidak pernah membuat manusia bingung. Tidak juga ingin manusia berspekulasi atau menebak-nebak.

Pada akhirnya, tulisan ini dapat disimpulkan, Firman Allah (Anda pasti setuju) benar dan akan tetap benar, berkuasa (Rom. 1:16) walaupun hanya dua atau tiga orang yang menaatinya (Mat. 18:20).

Jika suatu doktrin, menurut Kitab Suci salah, ia akan tetap salah meskipun mayoritas manusia melakukannya. Jumlah orang banyak tidak akan pernah bisa membuatnya menjadi benar. Ia akan tetap salah, ke mana pun dibawa.

Barangkali tidak salah untuk dipertimbangkan, perayaan Natal 25 Desember sebagai hari kelahiran Yesus itu dogma kitab suci atau tradisi para penyembah berhala? Akan sangat arif bila orang Kristen melihat, berpedoman pada kitab suci dan kebenaran. Sayang, banyak gembala gereja dan orang Kristen yang dogmatis.

Dengan menyadari segala kekeliruan dogma 25 Desember sebagai tanggal lahir Yesus, maka sewajarnya umat Kristen memperbaiki keyakinannya. Penetapan kelahiran-Nya pada tanggal tersebut ternyata diadopsi dari tradisi paganisme dan politeisme dan tidak memiliki kekuatan hukum yang alkitabiah (Kitab Suci).

Anda telah membaca dan berada di halaman terakhir tulisan ini. Apa yang Anda dapat, bagaimana Anda menyimpulkannya, diserahkan kepada Anda. Kalender nasional dan internasional menempatkan tanggal 25 Desember sebagai “hari Natal”, plus libur spesial. Sama seperti Anda, saya juga rindu tanggal itu sebab saya akan libur.

Pustaka Acuan:

Alan, Highers, E. Spiritual Sword–Catholicism, http://www.getwellchurchofchrist.org

Alkitab, LAI, Jakarta: 2003

Barnes, Albert. Albert Barnes’ Commentary. Power BibleCD 3.0. CD-ROM. Bronson, MI: Online Publishing Inc., 2001.

Clarke, Adam. Adam Clarke’s Commentary. Power BibleCD 3.0. CD-ROM. Bronson, MI: Online Publishing Inc., 2001.

Dua Puluh Lima Desember, dalam http://www.pemudakristen.com/artikel

Handbook to the BiblePedoman Lengkap Pendalam Alkitab, Yayasan Kalam Hidup, Bandung: 2002

Irena, Handono Hj. Perayaan Natal 25 Desember, Bima Rodheta, Jakarta: 2004

Stephen, Lang J., 1001 hal Yang Selalu Ingin Anda Ketahui Tentang Alkitab, Yayasan Pekabaran Injil-Imanuel, Jakarta: 2001

The Pulpit Commentary, AGES Software Rio, WI USA:2001

Wittman, Kelly-PageWise Inc. http://www.de.essortment.com/christmaspagan_rece.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan Beri Komentar atau Kritik Membangun